Friday, April 18, 2008
RPG-7 Pelontar Granat
”Black Hawk Down”, dan setidaknya enam tentara AS tewas di Tikrit pekan lalu. Ini bukti bahwa perang Irak masih berlangsung. Black Hawk adalah helikopter tempur dan kabarnya dijatuhkan oleh granat roket atau Roket Pelontar Granat (RPG). Kebalikan dari jatuhnya Chinook, Minggu awal Nopember. Helikopter transpor yang lamban dijatuhkan shoulder fired surface to air missile (STA) – pelontar roket genggam dengan kemampuan bidik inframerah. STA dengan inframerah adalah peralatan canggih untuk menjatuhkan pesawat udara. Sedangkan RPG lebih digunakan untuk menyerang tank di darat.Istilah RPG sendiri berasal dari Tentara Merah Uni Sovyet untuk Reaktivny Protitankovy Granatze. Mereka memodifikasi Anti-Tank atau AT temuan tentara Inggris kala Perang Dunia II yang kemudian diperbaiki tentara AS menjadi Bazooka. Teknologinya memanfaatan tabung hampa berukuran panjang untuk melontarkan proyektil berisi bahan peledak berkekuatan besar. Rancangan senjata baru yang disebut proyektil dengan isian penembus (hollow charge) memungkinkan lapisan baja kendaraan dapat dilumatkan dengan sejumlah kecil bahan peledak. Prinsip kerja yang dikenal sebagai efek Monroe banyak mengalami kendala. Kecepatan jelajahnya lebih rendah dibandingkan proyektil meriam biasa. Hal ini mendorong upaya pengembangan lanjutan yang berujung pada sistem senjata anti-tank (AT) perorangan konvensional tanpa mekanisme kendali (unguided manportable anti-tank weapon). Selain itu dikenal pula sistem senjata peluncur hulu ledak isian tabung hampa yang mengaplikasikan prinsip senjata tanpa tolak balik (recoilless). Gaya tolak balik yang timbul saat penembakan diredam oleh gas bertenaga besar yang juga timbul saat itu. Tak pelak proyektil yang keluar dari tabung peluncur tanpa disertai hentakan memang berisiko terganggu tingkat akurasi bidikannya. Pengembangannya menghasilkan Reaktivny Protitankovy Granatze Vzor 2 (RPG 2) di awal tahun 1946. RPG 2 dapat diisi ulang dengan memasang kembali satu unit amunisi di moncong tabung peluncurnya. Walaupun populasinya sudah jauh berkurang, senjata yang ditembakkan dengan cara disandang pada bahu ini masih dapat dijumpai di sejumlah wilayah rawan konflik.Pengembangan lanjutan dari RPG 2 membuahkan senjata AT Uni Sovyet (sekarang Rusia) yang paling terkenal sepanjang masa yakni RPG 7. Muncul di tahun 1962, sejatinya wujud fisik RPG 7 tak banyak beda dengan RPG 2. Hanya berbeda bentuk kepala hulu ledaknya, penggantian jenis proyektil dari HE (high explosive) menjadi HEAT (HE Anti-Tank) dan sedikit modifikasi pada tabung peluncurnya. Tujuannya agar jangkauan jelajah dan kemampuan tembus lapisan bajanya meningkat dengan signifikan.RPG acapkali diterjemahkan ke bahasa lain, misalnya Roket Pelontar Granat (bahasa Indonesia) ataupun Rocket Propellant Grenade (bahasa Inggris).RPG 7RPG 7 dihasilkan lewat pengembangan RPG 2. Kelebihannya ditekankan pada jangkauan jelajah yang lebih baik dan kemampuan tembus lapisan baja yang lebih tebal. Generasi pertamanya, RPG 7V, layaknya pinang dibelah dua dengan RPG 2. Generasi selanjutnya mengalami sejumlah perubahan fisik yang cukup signifikan. Penampilan tabung peluncurnya mengalami modifikasi. Mulai dari kerucut pelindung semburan api pada knalpot (blast shield), lapisan kayu peredam panas yang kian tebal, hingga tambahan satu buah gagang pistol di belakang gagang terdahulu tempat picu. Gagang tambahan ini tempat alat pengaktif empat buah sirip kecil yang ada di bagian penghujung tongkat luncur. Berhubung jarak tembak efektifnya juga makin jauh, ambang terendah skala bidik tak lagi 50 melainkan 100, dan nilai tertinggi mencapai 500 terbagi dalam lima selang (interval).Kemajuan RPG 7 lainnya ialah teropong bidik NSP-2/R dengan skala perbesaran hingga dua setengah kali (pemakaian siang hari) atau teropong PRO-7 yang dapat berpendar pada malam hari. Jika diperlukan, teropong bidik dapat dibongkar dari kedudukannya mengikuti ”jejak” tabung peluncurnya yang dapat dibongkar menjadi dua bagian agar dapat dikemas ringkas. Contohnya ialah RPG 7D (Desantnaya) yang dirancang bagi pasukan lintas udara.Amunisi RPG 7 ada empat ragam yang dibedakan lewat pemakaiannya. Amunisi latih sama sekali tidak berisi bahan peledak dan butuh dorongan tenaga proyektil peluru senapan serbu AK-47 kaliber 7.62 milimeter agar dapat melesat dari moncong tabung peluncur. Dua jenis amunisi lainnya merupakan amunisi baku AT, yakni PG7 dan PG7M. Meski keduanya sama-sama berjenis proyektil HEAT, yang tersebut belakangan memang lebih ramping tapi punya setumpuk kelebihan. Sementara jenis amunisi terakhir, OG7, kepala hulu ledaknya lebih kecil dan dipakai melumpuhkan pasukan infanteri. Bentuknya mirip pensil berukuran raksasa. Garis tengah kepala hulu ledaknya sekitar 40 sentimeter. Ketiga ragam amunisi sungguhan ini dilengkapi sumbu bentur tunda (delayed impact fuze) yang cara kerjanya cukup sederhana – layaknya proyektil mortir – menggantikan sumbu piezzo electric bawaan RPG 2, PG7, PG7M, dan OG7 punya prinsip kerja yang sama. Beberapa saat usai picu ditarik dan sirip kecil diaktifkan, tongkat luncur mulai berputar pelan (dengan bantuan sirip kecil) meski amunisi belum sepenuhnya melesat meninggalkan tabung peluncur. Saat separuh bagian tongkat luncur keluar dari tabung, keempat sirip utama mulai mekar dan bertindak sebagai stabilisator arah luncur. Setelah jarak 11 meter terlampaui, motor roket di dalam kepala proyektil teraktifkan. Tongkat luncur lepas dan proyektil kemudian melesat sendiri menuju sasaran dengan bantuan motor kecil. Jangkauan tembak efektif amunisi PG7 dan PG7M 300 meter untuk sasaran bergerak dan 500 meter untuk sasaran diam. Sementara jangkauan tembak OG7 hanya separuhnya. Bila luput menghantam sasaran, tak sampai lima detik proyektil ini bakal meledak dengan sendirinya. Kemampuan ledak dan kepraktisan RPG menjadikan senjata ini favorit pejuang gerilya. Peristiwa penembakan pelontar granat yang hanya berlangsung dalam hitungan detik.
Thursday, April 17, 2008
Senjata Terbaik Sepanjang Sejarah
Tahun 2004, Vladimir Putin memberikan Vodka Rusia yang terkenal kepada presiden Amerika George W. Bush. Yang unik selain botolnya terbuat dari kristal mahal, bentuknya adalah miniatur AK47
Seperti layaknya keris EMpu Gandring yang meminta korban, maka AK47 pertama kali minta korban pada tahun 1956 ketika Rusia menekan pemberontakan Hungaria di Budapest. Demonstran yang melempari bom Molotov kearah tank rusia dibalas dengan rentetan AK47. Korban diperkirakan sekitar 15000 orang terluka atau tewas.
Simbul AK juga dipakai pada bendera di Mozambique, pasukan Burkina Faso. Lalu anggota Hisbullah Lebanon dan Pengawal Revolusi Iran.
70 juta senjata AK47 tersebar di dunia. Pejuang Vietkong saat perang Vietnam mendapatkan bantuan senjata tersebut dari Cina. Kadang serdadu Amerika yang kebingungan saat diserang Vietcong sementara senjata M16nya macet, buru-buru mengambil AK47 dari mayat Vietcong yang didekatnya. Akibatnya sering terjadi serdadu Amerika saling tembak sebab suara AK-47 sangat spesifik sehingga temanpun dikira musuh.
Beberapa pemberontak di Afrika menggunakan anak-anak usia 8 tahun sebagai pasukan Kalash. Ini karena senjata tersebut mudah dibuat (hanya ada 8 bagian bergerak) dan mudah penggunaannya.
AK47 digunakan oleh sekelompok teroris membunuhi atlit Olimpiade pada tahun 197AK 74 adl versi modern dari AK47, AK 74 menggunakan peluru yg lbh kecil dengan kaliber 5.45 x 39 mm, sementara AK 47masih memakai memakai peluru dengan kaliber 7,62 x 39 mm.Jarak tembak efektif AK 74 adl 500m sementara AK 47 adl 300m.Mekanismenya sama menggunakan gas, bolt berputar.Kecepatan tembak AK 74 adl 600-650peluru/menit. AK 47 hanya 600/menit.Kecepatan peluru AK 74 adl 900m/s sementara AK 47 adl 710m/s.keterangan diatas otomatis menjawab kekuarngan dan kelebihannya.2 di MunichKetika pada tentara koalisi Irak yang dilatih oleh tentara Amerika dipersenjatai senjata buatan Amerika seperti M-16 dan M-4, mereka menolak! Para prajurit Irak ini kekeuh bahwa mereka hanya mau menggunakan senjata buatan Uni Soviet Kalashnikov atau yang lebih dikenal dengan sebutan AK-47.
Buat teman-teman cowok yang sering main game perang2an seperti Counter Strike, pasti sangat familiar dengan senjata yang satu ini. AK-47 memang merupakan senjata otomatis paling terkenal di dunia! Dan fakta ini jelas tidak terbantahkan. Walau hingga saat ini AK-47 banyak mengalami modifikasi dan varian, tapi secara keseluruhan AK-47 tidak mengalami banyak perubahan drastis pada konsep dasar teknisnya. AK-47 digunakan oleh banyak kalangan, mulai dari pasukan Taliban, tentara di banyak negara seperti Hongaria, Cina, Afrika, pasukan macan tamil di Sri Lanka, hingga anggota mafia atau pengedar ganja di Amerika Selatan. AK-47 bertanggung jawab atas kematian sedikitnya 250.000 manusia di seluruh dunia tiap tahunnya. AK-47 sejak lama memang dikenal sebagai sebuah senjata otomatis yang dapat sangat diandalkan. Bentuknya yang sederhana namun sangat tahan banting, kecepatannya untuk memuntahkan banyak peluru dalam hitungan detik, dan murahnya biaya untuk memproduksi senjata ini membuat AK-47 menjadi senjata favorit sepanjang di banyak lokasi konflik di dunia. Di beberapa tempat di dunia, bahkan harga sebuah AK-47 lebih murah dari pada harga seekor ayam hidup!
Lahirnya Senjata Terhebat
Sejarah penciptaan AK-47 bermula pada tahun 1941. Pada akhir september 1941 tentara Jerman memasuki kota di Uni Soviet (sekarang Rusia, red) bernama Bryansk dan menghancurkan hampir 80 % infrastruktur kota serta membunuh tidak kurang dari 80.000 orang. Seorang prajurit lokal bernama Mikhail Kalashnikov yang ketika itu berusia 21 tahun harus dirawat di rumah sakit karena tank-nya terkena tembakan artileri dari pasukan Jerman. Selama dirawat di rumah sakit Mikhail Kalashnikov terobsesi untuk membuat sebuah senjata yang dapat mengusir pasukan Jerman dari kampung halamannya. Akhirnya pada tahun 1947 Avtomat Kalashnikov (AK-47) diperbolehkan untuk pertama kalinya untuk diproduksi secara massal. Walaupun AK-47 datang agak terlambat untuk terlibat dalam aksi perang dunia kedua tapi Uni Soviet paham betul bahwa AK-47 dapat menjadi senjata paling penting di dunia modern sehingga mereka bekerja sangat keras untuk menyembunyikan keberadaan AK-47 dari dunia barat. Tentara Soviet membawa AK-47 mereka yang ditutupi dengan tas khusus dan mereka bahkan memunguti selongsong peluru mereka untuk menyembunyikan senjata baru mereka.
Akhir tahun ‘50-an Uni Soviet mulai menggunakan AK-47 untuk menyebarkan pengaruh komunisme ke seluruh dunia. Dibandingkan dengan senjata buatan Amerika M-1 dan M-14, AK-47 terbukti lebih superior. AK-47 terbukti lebih tahan banting dan mampu bekerja dengan sangat baik di berbagai kondisi. Hal ini sangat menguntungkan bagi daerah2 yang tidak memiliki fasilitas perbaikan senjata. Uni Soviet memberikan lisensi gratis kepada negara-negara kiri seperti Bulgaria, Cina, Jerman Timur, Honggaria, Korea Utara, Polandia, dan Yugoslavia. Para ahli senjata Amerika ketika itu tidak melihat keunggulan AK-47 dan terus mengandalkan kepada senjata seperti M-1 dimana senjata ini memiliki peran yang begitu besar terhadap kemenangan sekutu di perang dunia kedua. Tapi M-1 terlalu berat dan hanya memiliki delapan putaran pada magazine-nya serta bukan merupakan senjata otomatis.
Reputasi AK-47
Baru di perang Vietnam tentara Amerika menghadapi langsung AK-47 di medan perang. Pasukan Amerika akhirnya harus membayar kegagalan pemerintah mereka dalam menyadari kekuatan dari senjata sederhana Avtomat Kalashnikov. Disamping segala keunggulan fasilitas tempur yang dimiliki pasukan Amerika mereka memiliki satu kelemahan yaitu mereka tidak memiliki sebuah senjata infantri yang mampu menandingi keunggulan AK-47. Perang Vietnam merupakan perang infantri sejati yang tentunya banyak menempatkan kedua belah pihak di sebuah kondisi konfrontasi satu lawan satu. Pihak yang mampu mengeluarkan jumlah peluru lebih banyak dan lebih cepat adalah pemenang.Setelah beberapa tahun perdebatan berlangsung, Tentara Amerika akhirnya mengeluarkan senjata otomatisnya yang keren dan canggih M-16. Pada musim panas 1966 lebih dari 100.000 M-16 dipesan dan segera dikirim ke perang di Asia. Namun pada bulan oktober pada tahun yang sama laporan mulai bermunculan. M-16 dilaporkan “jamming” atau tidak lancar dalam mengeluarkan peluru. Banyak pasukan Amerika yang ditemukan meninggal dengan senjata mereka dalam kondisi tidak berfungsi. Moral pasukan Amerika pun turun karena mereka tidak percaya dengan senjata yang mereka miliki. Bahkan ironisnya tentara Amerika selalu mengambil Ak-47 dari tentara Vietnam yang tertembak dan menggantikan M-16 mereka.
Apabila perang Vietnam memberikan reputasi tertinggi kepada AK-47 maka pada perang Afghanistan di pertengahan tahun ‘80-an memulai penyebaran AK-47 ke seluruh dunia ketika kerajaan Uni Soviet mulai jatuh. Secara strategis, invasi Soviet di Afghanistan terlihat sukses. Kurang dari 70 prajurit Soviet meninggal dunia dan kebanyakan dari mereka bukan merupakan korban dari pertempuran langsung. Para ahli perang Soviet mengantisipasi invasi mereka hanya berlangsung kurang dari 3 tahun. Suatu strategi yang terdengar realistis mengingat pasukan Afghanistan tidak dilengkapi persenjataan modern. Tapi itu semua berubah ketika Amerika melalui CIA mulai membantu secara intensif pasukan Afghanistan melalui Pakistan. Dan ironisnya, CIA menyalurkan ratusan ribu senjata AK-47 yang kebanyakan datang dari Cina kepada pasukan Afghanistan. Alasan CIA menyalurkan AK-47 daripada senjata buatan Amerika adalah karena AK-47 dapat diandalkan, harga yang murah, dan ketersediaannya yang sangat mudah dicari. Lebih jauh keberadaan senjata buatan Soviet di tangan para mujaheddin ini tidak mudah untuk ditelusuri jejaknya sehingga Pemerintah Amerika akan lebih mudah mengelak dari keterlibatan mereka.
Bertahun-tahun kemudian pada sebuah testimoni di depan kongres, CIA mengakui bahwa pada tahun 1984 diperkirakan pasokan AK-47 senilai $200 juta telah dikirimkan ke Afghanistan dan hingga 1988 jumlah tersebut mencapai $2 Milyar.
Setelah kehancuran Uni Soviet penyebaran AK-47 benar-benar di luar kendali. Di beberapa belahan dunia seperti Afghanistan, Pakistan, Liberia, Rwanda, AK-47 menjadi semacam simbol kebudayaan. Di negara-negara sangat miskin di benua Afrika dimana perang antar suku terjadi dimana-mana. Keberadaan AK-47 dianggap sebagai alasan konflik-konflik yang terjadi di Afrika menjadi lebih lama dimana seharusnya mereka dapat diselesaikan lebih cepat. AK-47 bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakan Afrika dan di beberapa lokasi AK-47 dinamakan sebagai “African credit card” dimana “you could not leave home without it.”
Di Amerika Latin AK-47 berada di tangan para pengedar obat terlarang dan pemberontak anti pemerintah. Sebagaimana CIA mengirim AK-47 ke Afghanistan, CIA juga melakukan hal yang sama di Nicaragua pada awal tahun 1980-an untuk melawan pemberontak Sandinistas yang didukung oleh Uni Soviet. Bahkan beberapa waktu yang lalu presiden kontroversial dari Venezuela, Hugo Chavez, mengumumkan bahwa pemerintahnya akan membeli 100.000 AK-47 dari Rusia dan berencana untuk membangun pabrik pembuatan senjata tersebut. Apabila itu terjadi maka Venezuela menjadi negara di atmosphere dunia barat yang memproduksi AK-47.
Dan seperti yang sudah disebutkan di atas, AK-47 juga menjadi pilihan nomor sati di Irak. Walau pada tahun 1991 pasukan sekutu menghancurkan hampir semua fasilitas persenjataan di Irak namun pemerintah Saddam Hussein mampu menyimpan beberapa senjata ringannya termasuk AK-47. Ketika pasukan Amerika menginvasi Irak pada tahun 2003, para ahli perang tidak memperhitungkan keberadaan senjata ini. Namun kenyataannya keberadaan AK-47 cukup mampu meletakkan para tentara Amerika di posisi yang berbahaya dimana AK-47 tersebar di antara penduduk sipil dan para pemberontak atau milisi.
Sekarang di usianya yang ke-85, Mikhail Kalashnikov, yang sudah nyaris tuli serta kehilangan kontrol terhadap tangan kanannya, sering dihantui oleh mesin pembunuh ciptaannya. Di Irak, Sierra Leone, Sudan, dan tempat-tempat lainnya di dunia, terjadi perang dan konflik di daerah perkotaan dimana para pemberontak berhadapan dengan pasukan yang lebih terlatih. Tapi senjata yang lebih canggih dan mahal terlihat bukan tandingan untuk para pemberontak dengan AK-47 yang tidak perlu latihan berlebihan dan mengetahui medan lebih baik. AK 47 sendiri telah mendapatkan pengakuan “selebritis.” Pada tahun 2004 majalah Playboy memasukkan AK-47 sebagai salah satu dari 50 produk yang mengubah dunia di bawah Laptop Apple, pil KB, dan Video Betamax dari Sony. Sementara penyanyi rap seperti Ice Cube dan Eminem menyebutkan AK 47 dalam lirik lagu mereka.
Terlepas dari kesuksesannya menciptakan AK-47, Mikhail Kalashnikov tidak memperoleh royalti sepeser pun. Namun Ia baru saja mengeluarkan merek Vodka dengan namanya yang menjadi hit di Eropa dan Timur Tengah, dan akan memasuki pasar Amerika tahun depan. Ketika diinterview oleh majalah Guardian, Mikhail Kalashnikov berkata, “Saya hanya menciptakannya untuk melindungi tanah kelahiran saya. Saya tidak memiliki penyesalan dan tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan politisi.” Lebih lanjut Kalashnikov berkata, “Sekarang saya berharap andai saja saya dulu menciptakan mesin pemotong rumput.”
Seperti layaknya keris EMpu Gandring yang meminta korban, maka AK47 pertama kali minta korban pada tahun 1956 ketika Rusia menekan pemberontakan Hungaria di Budapest. Demonstran yang melempari bom Molotov kearah tank rusia dibalas dengan rentetan AK47. Korban diperkirakan sekitar 15000 orang terluka atau tewas.
Simbul AK juga dipakai pada bendera di Mozambique, pasukan Burkina Faso. Lalu anggota Hisbullah Lebanon dan Pengawal Revolusi Iran.
70 juta senjata AK47 tersebar di dunia. Pejuang Vietkong saat perang Vietnam mendapatkan bantuan senjata tersebut dari Cina. Kadang serdadu Amerika yang kebingungan saat diserang Vietcong sementara senjata M16nya macet, buru-buru mengambil AK47 dari mayat Vietcong yang didekatnya. Akibatnya sering terjadi serdadu Amerika saling tembak sebab suara AK-47 sangat spesifik sehingga temanpun dikira musuh.
Beberapa pemberontak di Afrika menggunakan anak-anak usia 8 tahun sebagai pasukan Kalash. Ini karena senjata tersebut mudah dibuat (hanya ada 8 bagian bergerak) dan mudah penggunaannya.
AK47 digunakan oleh sekelompok teroris membunuhi atlit Olimpiade pada tahun 197AK 74 adl versi modern dari AK47, AK 74 menggunakan peluru yg lbh kecil dengan kaliber 5.45 x 39 mm, sementara AK 47masih memakai memakai peluru dengan kaliber 7,62 x 39 mm.Jarak tembak efektif AK 74 adl 500m sementara AK 47 adl 300m.Mekanismenya sama menggunakan gas, bolt berputar.Kecepatan tembak AK 74 adl 600-650peluru/menit. AK 47 hanya 600/menit.Kecepatan peluru AK 74 adl 900m/s sementara AK 47 adl 710m/s.keterangan diatas otomatis menjawab kekuarngan dan kelebihannya.2 di MunichKetika pada tentara koalisi Irak yang dilatih oleh tentara Amerika dipersenjatai senjata buatan Amerika seperti M-16 dan M-4, mereka menolak! Para prajurit Irak ini kekeuh bahwa mereka hanya mau menggunakan senjata buatan Uni Soviet Kalashnikov atau yang lebih dikenal dengan sebutan AK-47.
Buat teman-teman cowok yang sering main game perang2an seperti Counter Strike, pasti sangat familiar dengan senjata yang satu ini. AK-47 memang merupakan senjata otomatis paling terkenal di dunia! Dan fakta ini jelas tidak terbantahkan. Walau hingga saat ini AK-47 banyak mengalami modifikasi dan varian, tapi secara keseluruhan AK-47 tidak mengalami banyak perubahan drastis pada konsep dasar teknisnya. AK-47 digunakan oleh banyak kalangan, mulai dari pasukan Taliban, tentara di banyak negara seperti Hongaria, Cina, Afrika, pasukan macan tamil di Sri Lanka, hingga anggota mafia atau pengedar ganja di Amerika Selatan. AK-47 bertanggung jawab atas kematian sedikitnya 250.000 manusia di seluruh dunia tiap tahunnya. AK-47 sejak lama memang dikenal sebagai sebuah senjata otomatis yang dapat sangat diandalkan. Bentuknya yang sederhana namun sangat tahan banting, kecepatannya untuk memuntahkan banyak peluru dalam hitungan detik, dan murahnya biaya untuk memproduksi senjata ini membuat AK-47 menjadi senjata favorit sepanjang di banyak lokasi konflik di dunia. Di beberapa tempat di dunia, bahkan harga sebuah AK-47 lebih murah dari pada harga seekor ayam hidup!
Lahirnya Senjata Terhebat
Sejarah penciptaan AK-47 bermula pada tahun 1941. Pada akhir september 1941 tentara Jerman memasuki kota di Uni Soviet (sekarang Rusia, red) bernama Bryansk dan menghancurkan hampir 80 % infrastruktur kota serta membunuh tidak kurang dari 80.000 orang. Seorang prajurit lokal bernama Mikhail Kalashnikov yang ketika itu berusia 21 tahun harus dirawat di rumah sakit karena tank-nya terkena tembakan artileri dari pasukan Jerman. Selama dirawat di rumah sakit Mikhail Kalashnikov terobsesi untuk membuat sebuah senjata yang dapat mengusir pasukan Jerman dari kampung halamannya. Akhirnya pada tahun 1947 Avtomat Kalashnikov (AK-47) diperbolehkan untuk pertama kalinya untuk diproduksi secara massal. Walaupun AK-47 datang agak terlambat untuk terlibat dalam aksi perang dunia kedua tapi Uni Soviet paham betul bahwa AK-47 dapat menjadi senjata paling penting di dunia modern sehingga mereka bekerja sangat keras untuk menyembunyikan keberadaan AK-47 dari dunia barat. Tentara Soviet membawa AK-47 mereka yang ditutupi dengan tas khusus dan mereka bahkan memunguti selongsong peluru mereka untuk menyembunyikan senjata baru mereka.
Akhir tahun ‘50-an Uni Soviet mulai menggunakan AK-47 untuk menyebarkan pengaruh komunisme ke seluruh dunia. Dibandingkan dengan senjata buatan Amerika M-1 dan M-14, AK-47 terbukti lebih superior. AK-47 terbukti lebih tahan banting dan mampu bekerja dengan sangat baik di berbagai kondisi. Hal ini sangat menguntungkan bagi daerah2 yang tidak memiliki fasilitas perbaikan senjata. Uni Soviet memberikan lisensi gratis kepada negara-negara kiri seperti Bulgaria, Cina, Jerman Timur, Honggaria, Korea Utara, Polandia, dan Yugoslavia. Para ahli senjata Amerika ketika itu tidak melihat keunggulan AK-47 dan terus mengandalkan kepada senjata seperti M-1 dimana senjata ini memiliki peran yang begitu besar terhadap kemenangan sekutu di perang dunia kedua. Tapi M-1 terlalu berat dan hanya memiliki delapan putaran pada magazine-nya serta bukan merupakan senjata otomatis.
Reputasi AK-47
Baru di perang Vietnam tentara Amerika menghadapi langsung AK-47 di medan perang. Pasukan Amerika akhirnya harus membayar kegagalan pemerintah mereka dalam menyadari kekuatan dari senjata sederhana Avtomat Kalashnikov. Disamping segala keunggulan fasilitas tempur yang dimiliki pasukan Amerika mereka memiliki satu kelemahan yaitu mereka tidak memiliki sebuah senjata infantri yang mampu menandingi keunggulan AK-47. Perang Vietnam merupakan perang infantri sejati yang tentunya banyak menempatkan kedua belah pihak di sebuah kondisi konfrontasi satu lawan satu. Pihak yang mampu mengeluarkan jumlah peluru lebih banyak dan lebih cepat adalah pemenang.Setelah beberapa tahun perdebatan berlangsung, Tentara Amerika akhirnya mengeluarkan senjata otomatisnya yang keren dan canggih M-16. Pada musim panas 1966 lebih dari 100.000 M-16 dipesan dan segera dikirim ke perang di Asia. Namun pada bulan oktober pada tahun yang sama laporan mulai bermunculan. M-16 dilaporkan “jamming” atau tidak lancar dalam mengeluarkan peluru. Banyak pasukan Amerika yang ditemukan meninggal dengan senjata mereka dalam kondisi tidak berfungsi. Moral pasukan Amerika pun turun karena mereka tidak percaya dengan senjata yang mereka miliki. Bahkan ironisnya tentara Amerika selalu mengambil Ak-47 dari tentara Vietnam yang tertembak dan menggantikan M-16 mereka.
Apabila perang Vietnam memberikan reputasi tertinggi kepada AK-47 maka pada perang Afghanistan di pertengahan tahun ‘80-an memulai penyebaran AK-47 ke seluruh dunia ketika kerajaan Uni Soviet mulai jatuh. Secara strategis, invasi Soviet di Afghanistan terlihat sukses. Kurang dari 70 prajurit Soviet meninggal dunia dan kebanyakan dari mereka bukan merupakan korban dari pertempuran langsung. Para ahli perang Soviet mengantisipasi invasi mereka hanya berlangsung kurang dari 3 tahun. Suatu strategi yang terdengar realistis mengingat pasukan Afghanistan tidak dilengkapi persenjataan modern. Tapi itu semua berubah ketika Amerika melalui CIA mulai membantu secara intensif pasukan Afghanistan melalui Pakistan. Dan ironisnya, CIA menyalurkan ratusan ribu senjata AK-47 yang kebanyakan datang dari Cina kepada pasukan Afghanistan. Alasan CIA menyalurkan AK-47 daripada senjata buatan Amerika adalah karena AK-47 dapat diandalkan, harga yang murah, dan ketersediaannya yang sangat mudah dicari. Lebih jauh keberadaan senjata buatan Soviet di tangan para mujaheddin ini tidak mudah untuk ditelusuri jejaknya sehingga Pemerintah Amerika akan lebih mudah mengelak dari keterlibatan mereka.
Bertahun-tahun kemudian pada sebuah testimoni di depan kongres, CIA mengakui bahwa pada tahun 1984 diperkirakan pasokan AK-47 senilai $200 juta telah dikirimkan ke Afghanistan dan hingga 1988 jumlah tersebut mencapai $2 Milyar.
Setelah kehancuran Uni Soviet penyebaran AK-47 benar-benar di luar kendali. Di beberapa belahan dunia seperti Afghanistan, Pakistan, Liberia, Rwanda, AK-47 menjadi semacam simbol kebudayaan. Di negara-negara sangat miskin di benua Afrika dimana perang antar suku terjadi dimana-mana. Keberadaan AK-47 dianggap sebagai alasan konflik-konflik yang terjadi di Afrika menjadi lebih lama dimana seharusnya mereka dapat diselesaikan lebih cepat. AK-47 bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakan Afrika dan di beberapa lokasi AK-47 dinamakan sebagai “African credit card” dimana “you could not leave home without it.”
Di Amerika Latin AK-47 berada di tangan para pengedar obat terlarang dan pemberontak anti pemerintah. Sebagaimana CIA mengirim AK-47 ke Afghanistan, CIA juga melakukan hal yang sama di Nicaragua pada awal tahun 1980-an untuk melawan pemberontak Sandinistas yang didukung oleh Uni Soviet. Bahkan beberapa waktu yang lalu presiden kontroversial dari Venezuela, Hugo Chavez, mengumumkan bahwa pemerintahnya akan membeli 100.000 AK-47 dari Rusia dan berencana untuk membangun pabrik pembuatan senjata tersebut. Apabila itu terjadi maka Venezuela menjadi negara di atmosphere dunia barat yang memproduksi AK-47.
Dan seperti yang sudah disebutkan di atas, AK-47 juga menjadi pilihan nomor sati di Irak. Walau pada tahun 1991 pasukan sekutu menghancurkan hampir semua fasilitas persenjataan di Irak namun pemerintah Saddam Hussein mampu menyimpan beberapa senjata ringannya termasuk AK-47. Ketika pasukan Amerika menginvasi Irak pada tahun 2003, para ahli perang tidak memperhitungkan keberadaan senjata ini. Namun kenyataannya keberadaan AK-47 cukup mampu meletakkan para tentara Amerika di posisi yang berbahaya dimana AK-47 tersebar di antara penduduk sipil dan para pemberontak atau milisi.
Sekarang di usianya yang ke-85, Mikhail Kalashnikov, yang sudah nyaris tuli serta kehilangan kontrol terhadap tangan kanannya, sering dihantui oleh mesin pembunuh ciptaannya. Di Irak, Sierra Leone, Sudan, dan tempat-tempat lainnya di dunia, terjadi perang dan konflik di daerah perkotaan dimana para pemberontak berhadapan dengan pasukan yang lebih terlatih. Tapi senjata yang lebih canggih dan mahal terlihat bukan tandingan untuk para pemberontak dengan AK-47 yang tidak perlu latihan berlebihan dan mengetahui medan lebih baik. AK 47 sendiri telah mendapatkan pengakuan “selebritis.” Pada tahun 2004 majalah Playboy memasukkan AK-47 sebagai salah satu dari 50 produk yang mengubah dunia di bawah Laptop Apple, pil KB, dan Video Betamax dari Sony. Sementara penyanyi rap seperti Ice Cube dan Eminem menyebutkan AK 47 dalam lirik lagu mereka.
Terlepas dari kesuksesannya menciptakan AK-47, Mikhail Kalashnikov tidak memperoleh royalti sepeser pun. Namun Ia baru saja mengeluarkan merek Vodka dengan namanya yang menjadi hit di Eropa dan Timur Tengah, dan akan memasuki pasar Amerika tahun depan. Ketika diinterview oleh majalah Guardian, Mikhail Kalashnikov berkata, “Saya hanya menciptakannya untuk melindungi tanah kelahiran saya. Saya tidak memiliki penyesalan dan tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan politisi.” Lebih lanjut Kalashnikov berkata, “Sekarang saya berharap andai saja saya dulu menciptakan mesin pemotong rumput.”
Wednesday, April 9, 2008
Biip… Biip… Biip…” dan Mulailah Abad Ruang Angkasa
Sputnik 1, satelit buatan pertama yang diluncurkan pada pukul 01.28, 5 Oktober 1957 dari Kosmodrom Baikonur di Kazakhstan, hanya benda berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 60 sentimeter.
Satelit tersebut untuk ukuran sekarang amat primitif. Ada banyak mahasiswa yang secara rutin membuat dan meluncurkan wahana angkasa yang jauh lebih canggih. Namun, arti Sputnik melewati sosok dan misinya yang sederhana. Sputnik bahkan melewati geopolitik yang ada pada waktu itu. Sputnik, demikian tulis Anthony Velocci (Aviation Week & Space Technology, 19-26 Maret 2007), meluncurkan abad ruang angkasa dan membawa manusia ke arah baru eksplorasi ilmiah baru dan penemuan kosmos.
Ketika roket R-7, yang juga berperan sebagai roket balistik antarbenua (ICBM), mendorong Sputnik untuk menaklukkan gravitasi Bumi, terus menanjak ke atas atmosfer, dan akhirnya tiba di orbit, tembuslah gerbang menuju ke dimensi baru pengalaman manusia. Orang, tulis John Noble Wilford (IHT, 26/9), kini bisa melihat kaumnya sebagai pengelana antariksa. Mobilitas lebih tinggi tersebut diharapkan akan bisa membebaskan, seperti halnya langkah tegak nenek moyang manusia pertama pada masa lalu.
Namun, reaksi pertama yang muncul justru mencerminkan kekhawatiran dunia yang pada saat itu sedang berada di pusaran Perang Dingin. Sputnik serta-merta mengubah ciri dan lingkup Perang Dingin.
Kembali ke sosoknya, orang wajar tak habis pikir, bagaimana bola seberat 83 kilogram dengan permukaan terbuat dari aluminium mengilat ini bisa menimbulkan efek yang demikian dahsyat. Sputnik alat sederhana, ia dilengkapi dua pemancar radio dengan antena mencuat yang memancarkan sinyal pada frekuensi yang bisa ditangkap oleh ilmuwan dan operator radio serta dengan itu meneguhkan prestasi yang dicapai.
Kuat dugaan bahwa Rusia menginginkan Sputnik sebagai pernyataan akan kehebatan teknologinya dan seiring dengan itu juga mengingatkan pihak lain akan implikasi militer kemampuan tersebut. Yang menarik, pihak Rusia sendiri tampaknya juga tidak menyangka bahwa Sputnik akan menimbulkan kepanikan luar biasa di AS. Ibaratnya, tidak ada peristiwa semenjak serangan Jepang ke Pearl Harbor yang menimbulkan reaksi seperti Sputnik. Demikian ujar Walter McDougall, sejarawan di Universitas Pennsylvania.
Krisis kepercayaan
Suara “biip… biip… biip…” Sputnik ternyata bisa membuat kebanggaan dan kepercayaan diri bangsa Amerika runtuh. Apakah kemakmuran telah membuat Amerika jadi lembek? Apakah sistem pendidikan tidak memadai, khususnya dalam mendidik ilmuwan dan insinyur? Apakah institusi demokrasi liberal tidak bisa mengimbangi masyarakat Komunis yang otoriter? Itulah sederet pertanyaan yang sempat muncul. Yang dianggap lebih menyakitkan, bangsa Amerika menganggap teknologi yang digunakan pada Sputnik sesungguhnya lebih merupakan keunggulan mereka?
Guncangan akibat Sputnik 1 belum usai, Uni Soviet meluncurkan Sputnik 2 pada 3 November 1957. Peluncuran kali ini dengan membawa seekor anjing bernama Laika, makhluk hidup pertama di angkasa, sambil memperingati Ulang Tahun Ke-40 Revolusi Bolshevik.
Ringkas kata, dengan peluncuran dua Sputnik, bangsa Amerika merasa telah dikalahkan dalam “lomba ruang angkasa”. Amerika lalu berpaling kepada Eisenhower yang sudah mereka anggap sebagai bapak bangsa untuk tampil sebagai pemimpin. Sayangnya, Eisenhower yang menang meyakinkan untuk jabatan kedua tahun 1956 justru merupakan satu dari sedikit orang Amerika yang tidak panik atas sukses Sputnik. (Cold War, Jeremy Isaacs & Taylor Downing, 1998).
Namun, AS terbukti tidak runtuh sepenuhnya walaupun upaya untuk “menebus kekalahan” tidak mulus. Dua bulan setelah peluncuran Sputnik, AS–yang juga memiliki sejumlah program rudal balistik–mencoba membalas. Pada 6 Desember 1957, dengan disaksikan banyak orang di Tanjung Canaveral, Florida, roket Vanguard siap meluncur dengan mengangkut satelit mungil dengan berat kurang dari 2 kilogram. Namun, roket hanya naik sampai 0,5 meter, lalu merosot, dan meledak. Bangsa pun malu berat. Koran Daily Herald di Inggris mengolok-olok “Oh, What A Flopnik!”, meminjam akhiran Sputnik, tetapi kali ini untuk yang gagal.
Dengan itu, AS bukan hanya merasa gagal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sekaligus merasa begitu terancamnya secara militer. Harian The Washington Post menulis, “AS dalam posisi paling gawat dalam sejarahnya”, dan Amerika kini menjadi “kekuatan kelas dua”.
Reaksi positif
Gagal dengan Vanguard, AS melanjutkan upaya menebus kekalahan dengan lebih sistematik. Departemen Pertahanan mempercepat program pengembangan rudal. Kongres membentuk Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). AS sendiri terus menggemakan isu “kesenjangan rudal”, yang lalu dibawa dalam kampanye pemilihan presiden. Isu ini pula yang diyakini ikut berperan dalam kemenangan tipis John F Kennedy. Namun, tidak lama setelah ia jadi presiden, Rusia masih membukukan prestasi gemilang. Pada April 1961 Yuri Gagarin diluncurkan ke orbit, menjadikannya manusia pertama yang mengorbit Bumi.
Setelah konsultasi selama beberapa minggu, Kennedy berpidato di depan Kongres dan mencanangkan bahwa sebelum berakhirnya dekade (1960-an) bangsa Amerika harus sudah menapakkan kaki di Bulan dan kembali ke Bumi dengan selamat.
Prelude bagi pencapaian besar dimulai ketika Apollo 8 berhasil mengitari Bulan sebanyak 10 kali pada Desember 1968. Para astronotnya untuk pertama kali melihat bulatan Bumi berwarna kebiruan dengan lilitan awan putih dari jendela kapsul. Akhirnya tiba puncak bersejarah itu, ketika pada 20 Juli 1969, Neil Armstrong menjejakkan kakinya di permukaan Bulan, lalu membuat “langkah kecil bagi manusia, tetapi lompatan raksasa bagi kemanusiaan”.
Apollo 11 membuat AS seperti membayar tunai utang dalam lomba ruang angkasa dengan Uni Soviet. Program Apollo total mendaratkan 10 astronot Amerika di Bulan dan setelah Apollo 17 pada tahun 1972, tidak ada lagi manusia yang pergi ke Bulan.
Namun, baik Amerika maupun Rusia tetap mengirimkan wahana antariksa, dan juga antariksawan ke ruang angkasa, meski dengan laju lebih lambat. AS mencurahkan sebagian besar dananya untuk mewujudkan program ulang alik, program yang di antara suksesnya meninggalkan goresan mendalam dengan meledaknya pesawat Challenger, 28 Januari 1986, dan berikutnya Columbia pada 1 Februari 2003.
“The last frontier”
Sputnik dipandang dari sisi lain telah memicu manusia untuk segera merambah ruang angkasa, wilayah yang kemudian disebut sebagai perbatasan terakhir (the last frontier), setelah darat, laut, dan udara.
Pada satu sisi, perjalanan angkasa tampak sudah jadi hal rutin, lebih-lebih dengan adanya program Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS). Bahkan, di luar program negara, kini juga telah berkembang turisme angkasa, setelah Rusia membuka peluang bagi mereka yang siap membayar ongkos 20 juta dollar AS, atau sekitar Rp 180 miliar. Selain itu, ada juga perusahaan swasta yang menyiapkan wisata angkasa, seperti Virgin Galactic yang dimotori oleh pengusaha Richard Branson dan Burt Rutan yang sudah berhasil mengembangkan wahana SpaceShip One. Perusahaan riset Futron memperkirakan pada tahun 2021 akan ada 14.000 turis angkasa setahunnya, memunculkan pendapatan sebesar 700 juta dollar AS (Tourists Race for Space, and Investors are Ready, IHT, 17/9).
Dalam perkembangan berikut, bukan hanya Rusia dan AS yang mendominasi ruang angkasa. China, yang setelah berhasil meluncurkan antariksawannya—Yang Liwei—dengan wahana Shenzou 5, 15 Oktober 2003, kini mempersiapkan stasiun ruang angkasa.
Eksploitasi ruang angkasa juga dilakukan oleh Eropa (dengan Perancis sebagai motor utamanya), yang kini sukses mengomersialkan roket Ariane-nya, lalu juga India yang banyak menggunakan satelit untuk memacu program pendidikan. Di luar itu masih ada Jepang, yang 13 September lalu meluncurkan wahana Kaguya untuk meneliti Bulan. Negara lain seperti Kanada memang tidak membuat roket, tetapi termasuk pionir dalam satelit dan kontributor penting dalam program ulang alik AS melalui lengan robotik Canadarm. Israel bisa ditambahkan di sini karena sejak tahun 1988 telah menggunakan roket Shavit untuk mengorbitkan satelit mata-mata militer.
Kini, di tengah makin sumpeknya Bumi karena pemanasan global dan polusi, bangsa maju melihat ruang angkasa sebagai alternatif hunian. Tak heran bila futuris melihat koloni ruang angkasa sebagai gelombang peradaban berikut.
Untuk semua itu, “biip… biip… biip…” Sputnik besar pengaruhnya.
Kompas:Kamis, 04 Oktober 2007
Satelit tersebut untuk ukuran sekarang amat primitif. Ada banyak mahasiswa yang secara rutin membuat dan meluncurkan wahana angkasa yang jauh lebih canggih. Namun, arti Sputnik melewati sosok dan misinya yang sederhana. Sputnik bahkan melewati geopolitik yang ada pada waktu itu. Sputnik, demikian tulis Anthony Velocci (Aviation Week & Space Technology, 19-26 Maret 2007), meluncurkan abad ruang angkasa dan membawa manusia ke arah baru eksplorasi ilmiah baru dan penemuan kosmos.
Ketika roket R-7, yang juga berperan sebagai roket balistik antarbenua (ICBM), mendorong Sputnik untuk menaklukkan gravitasi Bumi, terus menanjak ke atas atmosfer, dan akhirnya tiba di orbit, tembuslah gerbang menuju ke dimensi baru pengalaman manusia. Orang, tulis John Noble Wilford (IHT, 26/9), kini bisa melihat kaumnya sebagai pengelana antariksa. Mobilitas lebih tinggi tersebut diharapkan akan bisa membebaskan, seperti halnya langkah tegak nenek moyang manusia pertama pada masa lalu.
Namun, reaksi pertama yang muncul justru mencerminkan kekhawatiran dunia yang pada saat itu sedang berada di pusaran Perang Dingin. Sputnik serta-merta mengubah ciri dan lingkup Perang Dingin.
Kembali ke sosoknya, orang wajar tak habis pikir, bagaimana bola seberat 83 kilogram dengan permukaan terbuat dari aluminium mengilat ini bisa menimbulkan efek yang demikian dahsyat. Sputnik alat sederhana, ia dilengkapi dua pemancar radio dengan antena mencuat yang memancarkan sinyal pada frekuensi yang bisa ditangkap oleh ilmuwan dan operator radio serta dengan itu meneguhkan prestasi yang dicapai.
Kuat dugaan bahwa Rusia menginginkan Sputnik sebagai pernyataan akan kehebatan teknologinya dan seiring dengan itu juga mengingatkan pihak lain akan implikasi militer kemampuan tersebut. Yang menarik, pihak Rusia sendiri tampaknya juga tidak menyangka bahwa Sputnik akan menimbulkan kepanikan luar biasa di AS. Ibaratnya, tidak ada peristiwa semenjak serangan Jepang ke Pearl Harbor yang menimbulkan reaksi seperti Sputnik. Demikian ujar Walter McDougall, sejarawan di Universitas Pennsylvania.
Krisis kepercayaan
Suara “biip… biip… biip…” Sputnik ternyata bisa membuat kebanggaan dan kepercayaan diri bangsa Amerika runtuh. Apakah kemakmuran telah membuat Amerika jadi lembek? Apakah sistem pendidikan tidak memadai, khususnya dalam mendidik ilmuwan dan insinyur? Apakah institusi demokrasi liberal tidak bisa mengimbangi masyarakat Komunis yang otoriter? Itulah sederet pertanyaan yang sempat muncul. Yang dianggap lebih menyakitkan, bangsa Amerika menganggap teknologi yang digunakan pada Sputnik sesungguhnya lebih merupakan keunggulan mereka?
Guncangan akibat Sputnik 1 belum usai, Uni Soviet meluncurkan Sputnik 2 pada 3 November 1957. Peluncuran kali ini dengan membawa seekor anjing bernama Laika, makhluk hidup pertama di angkasa, sambil memperingati Ulang Tahun Ke-40 Revolusi Bolshevik.
Ringkas kata, dengan peluncuran dua Sputnik, bangsa Amerika merasa telah dikalahkan dalam “lomba ruang angkasa”. Amerika lalu berpaling kepada Eisenhower yang sudah mereka anggap sebagai bapak bangsa untuk tampil sebagai pemimpin. Sayangnya, Eisenhower yang menang meyakinkan untuk jabatan kedua tahun 1956 justru merupakan satu dari sedikit orang Amerika yang tidak panik atas sukses Sputnik. (Cold War, Jeremy Isaacs & Taylor Downing, 1998).
Namun, AS terbukti tidak runtuh sepenuhnya walaupun upaya untuk “menebus kekalahan” tidak mulus. Dua bulan setelah peluncuran Sputnik, AS–yang juga memiliki sejumlah program rudal balistik–mencoba membalas. Pada 6 Desember 1957, dengan disaksikan banyak orang di Tanjung Canaveral, Florida, roket Vanguard siap meluncur dengan mengangkut satelit mungil dengan berat kurang dari 2 kilogram. Namun, roket hanya naik sampai 0,5 meter, lalu merosot, dan meledak. Bangsa pun malu berat. Koran Daily Herald di Inggris mengolok-olok “Oh, What A Flopnik!”, meminjam akhiran Sputnik, tetapi kali ini untuk yang gagal.
Dengan itu, AS bukan hanya merasa gagal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sekaligus merasa begitu terancamnya secara militer. Harian The Washington Post menulis, “AS dalam posisi paling gawat dalam sejarahnya”, dan Amerika kini menjadi “kekuatan kelas dua”.
Reaksi positif
Gagal dengan Vanguard, AS melanjutkan upaya menebus kekalahan dengan lebih sistematik. Departemen Pertahanan mempercepat program pengembangan rudal. Kongres membentuk Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). AS sendiri terus menggemakan isu “kesenjangan rudal”, yang lalu dibawa dalam kampanye pemilihan presiden. Isu ini pula yang diyakini ikut berperan dalam kemenangan tipis John F Kennedy. Namun, tidak lama setelah ia jadi presiden, Rusia masih membukukan prestasi gemilang. Pada April 1961 Yuri Gagarin diluncurkan ke orbit, menjadikannya manusia pertama yang mengorbit Bumi.
Setelah konsultasi selama beberapa minggu, Kennedy berpidato di depan Kongres dan mencanangkan bahwa sebelum berakhirnya dekade (1960-an) bangsa Amerika harus sudah menapakkan kaki di Bulan dan kembali ke Bumi dengan selamat.
Prelude bagi pencapaian besar dimulai ketika Apollo 8 berhasil mengitari Bulan sebanyak 10 kali pada Desember 1968. Para astronotnya untuk pertama kali melihat bulatan Bumi berwarna kebiruan dengan lilitan awan putih dari jendela kapsul. Akhirnya tiba puncak bersejarah itu, ketika pada 20 Juli 1969, Neil Armstrong menjejakkan kakinya di permukaan Bulan, lalu membuat “langkah kecil bagi manusia, tetapi lompatan raksasa bagi kemanusiaan”.
Apollo 11 membuat AS seperti membayar tunai utang dalam lomba ruang angkasa dengan Uni Soviet. Program Apollo total mendaratkan 10 astronot Amerika di Bulan dan setelah Apollo 17 pada tahun 1972, tidak ada lagi manusia yang pergi ke Bulan.
Namun, baik Amerika maupun Rusia tetap mengirimkan wahana antariksa, dan juga antariksawan ke ruang angkasa, meski dengan laju lebih lambat. AS mencurahkan sebagian besar dananya untuk mewujudkan program ulang alik, program yang di antara suksesnya meninggalkan goresan mendalam dengan meledaknya pesawat Challenger, 28 Januari 1986, dan berikutnya Columbia pada 1 Februari 2003.
“The last frontier”
Sputnik dipandang dari sisi lain telah memicu manusia untuk segera merambah ruang angkasa, wilayah yang kemudian disebut sebagai perbatasan terakhir (the last frontier), setelah darat, laut, dan udara.
Pada satu sisi, perjalanan angkasa tampak sudah jadi hal rutin, lebih-lebih dengan adanya program Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS). Bahkan, di luar program negara, kini juga telah berkembang turisme angkasa, setelah Rusia membuka peluang bagi mereka yang siap membayar ongkos 20 juta dollar AS, atau sekitar Rp 180 miliar. Selain itu, ada juga perusahaan swasta yang menyiapkan wisata angkasa, seperti Virgin Galactic yang dimotori oleh pengusaha Richard Branson dan Burt Rutan yang sudah berhasil mengembangkan wahana SpaceShip One. Perusahaan riset Futron memperkirakan pada tahun 2021 akan ada 14.000 turis angkasa setahunnya, memunculkan pendapatan sebesar 700 juta dollar AS (Tourists Race for Space, and Investors are Ready, IHT, 17/9).
Dalam perkembangan berikut, bukan hanya Rusia dan AS yang mendominasi ruang angkasa. China, yang setelah berhasil meluncurkan antariksawannya—Yang Liwei—dengan wahana Shenzou 5, 15 Oktober 2003, kini mempersiapkan stasiun ruang angkasa.
Eksploitasi ruang angkasa juga dilakukan oleh Eropa (dengan Perancis sebagai motor utamanya), yang kini sukses mengomersialkan roket Ariane-nya, lalu juga India yang banyak menggunakan satelit untuk memacu program pendidikan. Di luar itu masih ada Jepang, yang 13 September lalu meluncurkan wahana Kaguya untuk meneliti Bulan. Negara lain seperti Kanada memang tidak membuat roket, tetapi termasuk pionir dalam satelit dan kontributor penting dalam program ulang alik AS melalui lengan robotik Canadarm. Israel bisa ditambahkan di sini karena sejak tahun 1988 telah menggunakan roket Shavit untuk mengorbitkan satelit mata-mata militer.
Kini, di tengah makin sumpeknya Bumi karena pemanasan global dan polusi, bangsa maju melihat ruang angkasa sebagai alternatif hunian. Tak heran bila futuris melihat koloni ruang angkasa sebagai gelombang peradaban berikut.
Untuk semua itu, “biip… biip… biip…” Sputnik besar pengaruhnya.
Kompas:Kamis, 04 Oktober 2007
Dari Sputnik Hingga Ruang Angkasa
Kepedulian umat manusia terhadap benda-benda langit dan struktur ruang angkasa ternyata telah ada sejak masa Sebelum Masehi. Bangsa pertama yang tertarik dengan bidang ini adalah Cina. Sejak 2300 SM, mereka telah mencatat Gerhana Matahari, supernova, dan komet. Selanjutnya ikut peduli pula bangsa Mesir, Aztek, dan Yunani.
Ilmu keruangangkasaan sendiri mulai menggeliat setelah Galileo Galilei memperkenalkan teleskop pertama di dunia pada 1608. Kemampuan lensanya menjangkau benda-benda langit makin menumbuhkembangkan minat sejumlah ilmuwan untuk mengetahuinya lebih dalam. Terlebih ketika dalam perkembangannya, kemampuan teleskop menjadi semakin sempurna dan canggih. Manusia tak hanya ingin melihat dari kejauhan, tapi juga ingin mengunjungi. Setelah bulan berhasil dikunjungi, manusia selanjutnya ingin mengunjungi Mars planet yang diyakini mirip Bumi.
Upaya ke arah itu tak lepas dari kepeloporan orang-orang seperti Hermann Oberth, Robbert H. Goddard, dan Wernher von Braun. Ketiga ilmuwan inilah yang menciptakan wahana pelontar ke luar orbit Bumi. Entah ada pengaruhnya atau tidak, mereka adalah penggemar novel fiksi-ilmiah macam From Earth to the Moon, karya Jules Verne (1865) dan The War of the Worlds karya HG Wells (1898).
Peluncuran roketV-2/Frontier of Flight Era penjelajahan ruang angkasa dimulai dengan upaya Robert H. Goddard memperkenalkan roket mungil untuk uji statis di Worcester Polytechnic Institute pada tahun 1908. Roket ini dari jenis roket berbahan bakar padat. Obsesinya menciptakan roket, diungkapnya, begitu berkobar setelah pada umur belasan tahun ia menuntaskan novel The War of the Worlds.
Konsep-konsepnya makin terarah ketika empat tahun kemudian, Goddard berhasil memaparkan secara detil persamaan matematik tentang roket berkekuatan seperti apa yang bisa melontarkan wahana ke luar Bumi. Ia begitu serius, terutama setelah pada 1912, pihak Otoritas Patent AS memberinya pengakuan terhadap desain roket bertingkat berbahan-bakar cair karyanya.
Ada kejadian lucu. Dalam sebuah pengujian bahan bakar roket di Laboratorium Wocrester pada 1916, Goddard pernah ditinggal kabur staf-stafnya gara-gara bahan yang dipakai dicampur dengan bubuk mesiu. "Tak mungkin memotong keinginan Goddard. Maka lebih baik kita saja yang kabur," begitu kata seorang stafnya.
Melihat keinginannya yang begitu menggebu-gebu, Institusi Smithsonian kemudian memberinya dana untuk melakukan riset lebih jauh mengenai roket. Dan, namanya tiba-tiba saja mendunia setelah makalahnya yang berjudul 'A Method of Reaching Extreme Altitude' diterbitkan dalam sebuah jurnal ilmiah pada 1919. Didalamnya, ia memaparkan bagaimana cara manusia mencapai Bulan. Saat itu pula Goddard dikenal sebagai 'The Moon-Rocket Man'.
Pada masa itu Jerman juga memiliki seseorang mirip Goddard. Dia adalah Hermann Oberth. Adalah suatu kebetulan jika pemahamannya pada bidang peroketan terbilang setingkat. Ia juga sama-sama penggemar novel fiksi-ilmiah. Yang paling disukainya adalah From the Earth to the Moon karya Jules Verne. Lewat novel inilah ia menjadi begitu terobsesi.
Tak terperikan minatnya itu. Pada usia 15 (1909), Oberth telah mampu merancang roket bertingkat berbahan bakar padat. Ia begitu tekun, hingga akhirnya pada tahun 1917, Oberth berhasil menuntaskan konsep roket jarak jauh berbahan bakar cair setinggi 82 kaki yang telah dilengkapi stabiliser giroskopis komponen paling rumit yang dimasa datang menjadi atribut utama rudal jelajah. Hanya ironisnya, konsep yang kemudian ditujukan AB Jerman untuk memenangkan PD I ini, ditolak mentah-mentah. AB Jerman menganggapnya terlalu mengada-ada.
Oberth mungkin memang terlampau jenius, hingga tak banyak orang bisa memahami jalan pikirannya. Ini terjadi pula ketika thesis doktornya tentang penerbangan ruang angkasa, ditolak pengujinya. Namun ia tak patah arang. Pada 1923, isi thesis ia tuangkan dalam bahasa populer ke dalam buku: 'Die Rakete zu den Planetenraumen', atau 'The Rocket into Planetary Space'.
Menurut kurator Museum Smithsonian, Frank Winter, buku tersebut mendapat sambutan luas. Sambutannya bahkan melebihi yang diterima Tsiolkovsky (ahli roket Rusia) dan Goddard. Oberth-lah yang kemudian dianggap mengantar umat manusia menuju Era Ruang Angkasa (Space Age) yang sesungguhnya.
Masa-masa pengujian
Ketika segenap konsep dan teori telah dipaparkan, pada masa yang hampir bersamaan namun di tempat yang berbeda, yakni sekitar 1920-an, Goddard dan Oberth mulai melakukan pengujian serius terhadap konsep-konsepnya. Diantara mereka tak pernah ada kontak. Jadi adalah suatu kebetulan jika kedua ilmuwan melakukannya hampir bersamaan.
Konsep Oberth sendiri dinilai lebih kaya, namun Goddard telah lebih dulu melakukan eksperimen. Pada 17 Juli 1929, misalnya, Goddard telah melakukan uji peluncuran ke-empat, sementara Oberth masih sibuk mengurusi Yayasan Roket Jerman (Verein fur Raumschiffarht/VfR)-nya. Berbeda dengan Goddard yang juga bisa terjun ke 'lapangan', Oberth hanyalah tipe ilmuwan yang kuat dalam segi teori. Itulah sebabnya ia sangat tergantung pada staf-stafnya yang kebetulan amat handal. Mereka adalah Max Valier, Walter Hohmann, Rudolf Nebel, Guido von Pirquet, Klaus Reidel, Kurt Hainish, Willy Ley, dan Wernher von Braun.
Benar saja. Sekitar 1930-an, gerak cepat VfR yang selanjutnya berubah menjadi VfR Raketenflugplatz telah berhasil meluncurkan ratusan roket. Semuanya dari jenis roket ilmiah.
Sejarah roket Jerman mulai berubah ketika pada 1932, German Wehrmacht salah satu lembaga riset AB Jerman, 'membajak' von Braun, staf VfR paling brilian. Ketika itu, lulusan Institut Teknologi Berlin ini masih berumur 20 tahun. Lembaga ini sendiri tak lain adalah jelmaan keinginan Hitler untuk perang-perang yang dibuatnya. Maka tak heran jika seluruh programnya disusun begitu rahasia dan hanya untuk kepentingan militer.
Sementara itu pada tahun yang sama, Goddard memiliki pusat ujinya yang baru di Ranch Mescalero, dekat Roswell, New Mexico, milik jutawan Daniel Guggenheim. Kepindahan ini atas dukungan Charles A. Lindbergh, tokoh pemegang rekor penerbangan trans-atlantik. Tempat barunya ini amat disukai, karena begitu terpencil dan jauh dari jangkauan wartawan 'makhluk' yang amat dibencinya. Di tempat yang sunyi ini Goddard dan timnya bisa bekerja lebih baik dan berhasil meluncurkan sejumlah roket. Salah satu yang tersukses, roket seri-A berbahan bakar cair setinggi 4,7 meter, meluncur pada 26 Agustus 1937 mencapai ketinggian 2.316 meter.
Dua tahun kemudian, yakni pada 1941, Goddard membangun yang lebih besar: seri-P setinggi 6,7 meter. Namun, karena kesalahan dalam sistem pompa bahan-bakarnya, roket ini gagal meluncur. Namun begitu, roket seri-P inilah yang pada dekade 60-an dipilih NASA untuk mengirim astronotnya ke bulan.
Ironisnya, karena tak pernah jelas apa manfaat yang bisa dipetik Pemerintah AS pada masa itu, riset Goddard yang dikenal padat biaya itu pun akhirnya menyurut. Nasibnya menjadi lebih parah terutama ketika Angkatan Bersenjata AS menilai, tak banyak kegunaan nyata dan aktual yang bisa didukung dari risetnya itu. Kerja Goddard pun menjadi semakin anti-klimaks. Diakhir kekaryaannya Goddard 'hanya' bisa menyumbangkan JATO (roket pendorong pesawat terbang) dan Curtiss-Wright roket pendorong Bell X-2 hingga bisa melaju sampai mach 3.
V2 von Braun
Goddard kedua dari kiri bersama pembantunya di depan roket/Frontier of Flight Berbeda dengan yang dialami von Braun dan timnya. Mereka justru meroket dengan roket berstabilisasi giroskopis A-3nya setinggi 137 cm yang berhasil melesat sempurna pada pertengahan 1933. Roket-roket selanjutnya yang diuji di wilayah Kepulauan Borkum, di Laut Utara, juga merupakan suskes yang lain. Rata-rata bisa mencapai ketinggian 2.000 meter. Dengan gembira Hitler menyaksikan keberhasilan tersebut, dan Wehrmacht-pun dipindah ke tempat yang lebih memadai walau dengan pengawasan yang lebih ketat. Tempatnya di Peenemunde, di Kepulauan Usedom, Baltik.
Hanya sedikit orang yang bisa menafsirkan senyum Hitler saat itu. Sejujurnya, Hitler menyaksikan roket-roket tersebut sebagai cikal-bakal senjata udara baru yang amat dahsyat. Dan, ia amat membutuhkannya dalam Perang Dunia II yang tengah ditapakinya. Kegembiraannya makin memuncak ketika pada Desember 1937 Wehrmacht berhasil meluncurkan A-3, roket setinggi 7 meter berkekuatan 14.680 Newton. Roket ini begitu mempesona karena telah dilengkapi pengendali giroskopis tiga-axis, radio pengontrol bahan bakar, servo, dan masih banyak lagi peralatan canggih lainnya.
Tak heran, jika dari Peenemunde pula kemudian muncul V-2, roket balistik letal yang kemudian diproduksi secara massal untuk memporakporandakan London pada 1944. Kinerjanya lebih-kurang mirip Scud-nya Rusia. Sejarah mencatat, sejak September 1944, Jerman telah 'mengirim' 4.320 V2 ke London, dimana 1.120 diantaranya berhasil mengenai sasaran hingga menewaskan 2.511 orang, dan melukai sedikitnya 6.000 orang.
Suksesnya dibidang roket ini sendiri selanjutnya menimbulkan niat berlebih untuk membangun A-9/10 roket setinggi 24,4 meter berkekuatan 440.000 pon. Hitler memang keterlaluan. Roket yang bisa melaju hingga mach 4,4 ini sedianya akan 'dikirim' untuk menghancurkan New York! Namun Jerman juga memiliki keinginan yang luhur, yakni membangun A-11 roket yang dirancang bisa melontarkan satelit. Roket ini ditargetkan meluncur pada 1947.
Akan tetapi, semua niat itu kandas setelah tanpa diduga dalam PD II Jerman mendapat hantaman yang begitu keras dari Sekutu. Pada Mei 1945, ketika PD II dinyatakan berakhir, Wernher von Braun serta teknisi-teknisi roket Jerman lainnya pun digiring ke Amerika.
Dalam sebuah pemeriksaan, percaya atau tidak, satu-satunya orang yang paling antusias mengintrogasi mereka adalah Robert Goddard. Ia menuduh mereka habis-habisan sebagai 'pencuri' buah pikirannya. Itu karena hampir semua roket Jerman disimaknya memiliki prinsip yang sama dengan roket-roket bikinannya. Goddard yakin sekali, ini bukanlah suatu kebetulan.
Diantara orang-orang Jerman ini Goddard akhirnya berhadapan dengan Walter Dornberger, bos von Braun. Kepada pemeriksanya ini, Dornberger hanya mengatakan, "Saya amat senang berhadapan dengan Anda, seorang ahli roket yang selama ini ingin sekali saya temui. Dengan bertemu, kita bisa berbicara banyak tentang berbagai riset. Hanya saya sedih sekali dengan nasib Anda. Amerika tak pernah memanfatkan kemampuan Anda dengan sebaik-baiknya."
Goddard pun hanya bisa tertegun. Pionir Roket Dunia ini wafat pada 10 Agustus 1945. Kata-kata Dornberger benar-benar membekas dalam dirinya. Di tengah kebesaran bangsanya, Goddard memang telah merasa dikecewakan Pemerintah AS yang tak memberinya kesempatan seluas-luasnya untuk merealisasikan obsesinya. Terutama untuk roket besar yang bisa mengantar manusia ke ruang angkasa.
Perjalanan ke bulan
Pukulan kedua untuk AS adalah ketika kosmonot Soviet Yuri Gagarin mengorbit Bumi/L'espace Habite' Sovietique Kepergian Goddard dan masa-masa pemulihan paska Perang Dunia II membuat Amerika 'beristirahat sebentar' dalam riset ruang angkasanya. Hampir tak ada kegiatan berarti antara 1945 hingga 1950.
Dinamika baru kembali terasa setelah sekitar 1950-an Wernher von Braun dikaryakan pemerintah AS untuk berkeja dalam program ruang angkasa untuk kepentingan sipil. (Belakangan ia sempat menjadi Kepala Pusat Ruang Angkasa Marshall, NASA, dan terlibat banyak dalam perancangan Saturn roket raksasa pendorong Apollo.)
Pada tahun 1952, ia melontarkan gagasan yang kemudian menggugah bangsa Amerika. Dalam majalah ilmiah Collier, von Braun menulis tentang impiannya mendirikan stasiun ruang angkasa di bulan dan planet Mars. Tulisan ini menjadi lebih menarik setelah Charles Bonestell, Rolf Klep, dan Fred Freeman, berhasil melengkapinya dengan diskripsi futuris. Yakni, sebuah stasiun berbentuk roda yang tengah mengawang-awang di atas Bumi dengan sebuah pesawat ulang-alik sayap delta yang tengah berusaha menghampirinya.
Lukisan 'Crossing the Last Frontier' yang terpampang dalam Collier edisi 22 Maret 1952 itu pun segera dibakukan menjadi impian bangsa Amerika yang harus direalisasikan. Dengan roket-roketnya, von Braun sendiri yakin semua itu bisa jadi kenyataan.
Akan tetapi Amerika nampaknya terlampau percaya-diri dan yakin tak ada bangsa lain yang bisa merengkuhnya. Keyakinan ini tiba-tiba saja terguncang ketika tanpa diduga pada 4 Oktober 1957 Uni Soviet meluncurkan Sputnik satelit pertama di dunia yang berhasil diluncurkan ke orbit Bumi. Tak kurang dari Presiden Eisenhower sendiri sempat murka dengan kekurangwaspadaan badan intelejennya, CIA.
Di hadapan senat, giliran Eisenhower yang jadi sasaran kritik. Tentang terobosan Soviet itu, Senator Lyndon Johnson berkomentar, "Pertama di ruang angkasa, akan menjadi pertama pula dari segala-galanya."
Dengan segala upaya Johnson pun memprakarsai didirikannya Badan Ruang Angkasa AS (NASA) pada 1958. Maksudnya, agar seluruh kegiatan menjadi terkoordinasi. Dan, setahun kemudian Eisenhower mendukungnya dengan memerintahkan Tim von Braun untuk mendesain sebuah roket pelontar besar, Saturn. Namun sang presiden tak pernah memberi pernyataan jelas. Roket pelontar untuk apa? Serius atau hanya sekadar untuk konsumsi politiknya?
Dalam kesimpangsiuran tersebut AS 'hanya' berhasil meluncurkan satelit: Explorer 1 pada 1958 ke orbit Bumi, sebagai alat pencatat sabuk radiasi yang menyelimuti Bumi; TIROS 1 pada 1960 untuk memotret cuaca Bumi dari orbit; dan Echo 1 pada 1960 sebagai stasiun siaran tunda radio dan TV di ruang angkasa.
Di tengah kebingungan tersebut, Uni Soviet tiba-tiba kembali 'memukul' AS dengan keberhasilannya mengirim manusia pertama ke ruang angkasa pada 12 April 1961. Kosmonot yang namanya tercatat dalam sejarah ini adalah Yuri Gagarin.
Tak mau tertinggal untuk ketiga kalinya, presiden AS saat itu John F. Kennedy segera pasang kuda-kuda. Saat itu pula ia segera menghentikan 'permainannya' di Kuba, dan banting stir memikirkan cara untuk membangkitkan prestis bangsanya.
Pada 20 April 1961, Kennedy kemudian mengirim surat kepada Wapres Lyndon Johnson. Di antara isinya adalah: "Apakah kita punya kesempatan untuk memukul balik Soviet, misalnya dengan menempatkan semacam laboratorium atau melakukan perjalanan ke bulan, atau mendaratkan roket di Bulan? Apakah ada program ruang angkasa lain yang lebih dramatis yang bisa membuat kita menang dari apa yang telah dilakukan Soviet?"
Lomba angkasa luar
Februari 1981 AS menjadi negara pertama yang mengoperasikan pesawat ulang-alik/Rockwell Memo Kennedy tersebut rupanya seperti bahan pelumas. Tiga minggu kemudian, lewat Proyek Mercury pada 5 Mei 1961 AS berhasil melontarkan Alan B. Shepard (37), astronot pertamanya ke sub-orbital Bumi. Meski hanya 15 menit 22 detik, Kennedy yakin NASA bisa mengejar ketertinggalannya. Maka, pada 25 Mei 1961, setengah berjanji ia pun berujar di hadapan kongres: "Saya percaya bangsa ini bisa memenuhi komitmennya, bahwa sebelum dekade ini berakhir kita sudah bisa mengirim manusia ke Bulan dan memulangkannya kembali dengan selamat."
Dari Proyek Mercury itu pula meluncur pahlawan AS lainnya, John H. Glenn, Jr. (40) astronot pertama AS yang berhasil tiga kali mengelilingi orbit Bumi. Proyek yang mencakup tujuh peluncuran astronot ini secara umum dilakukan untuk melatih kemampuan AS melontarkan/menempatkan manusia ke/di orbit Bumi. Setelah proyek ini ditutup 15 Mei 1963, NASA melanjutkannya dengan Proyek Gemini program untuk melatih astronotnya melakukan misi di ruang angkasa. Seluruhnya ada sepuluh kali peluncuran Gemini, dilakukan antara 23 Maret 1963 hingga 15 November 1966. Seluruhnya terbilang memenuhi harapan, sukses dan tanpa kesalahan berarti.
Diantara sukses Gemini itu sendiri, setelah melalui peluncuran puluhan satelitnya, pada 3 Februari 1966, Soviet berhasil meluncurkan Luna 9, wahana tanpa awak pertama di dunia yang singgah di Bulan.
Memasuki tahun 1967, mulailah AS mengambil ancang-ancang untuk mendaki salah satu puncak program ruang angkasanya. Tujuan dari program bernama Apollo ini adalah mengirim manusia ke Bulan dan melakukan beberapa misi eksplorasi di sana. Perencanaan telah dimulai sejak 1957, dan memasuki tahun 1967 itu juga seluruh aspek teknis telah siap. Dalam proyek inilah kehandalan roket tiga tingkat Saturn V setinggi 363 kaki hasil rancangan Tim von Braun akan diuji.
Ibarat agak demam panggung, meski telah menuntaskan Mercury dan Gemini tanpa kesalahan, Apollo dibuka dengan sebuah tragedi. Dalam uji peluncuran Apollo 1 pada 27 Januari 1967 terjadi sebuah kesalahan yang membuat astronotnya: Ed White II, Gus Grissom, dan Roger Chaffe, tewas terpanggang di dalam kabin Apollo. NASA pun menunda peluncurannya hingga setahun lebih. Namun, baik NASA maupun para astronotnya sendiri tak pernah mundur dengan kejadian tersebut. Sebab, seperti pernah dikatakan Grissom, mereka sadar betul tengah berada dalam suatu pekerjaan yang berisiko tinggi.
"Oleh sebab itu, jika saya mengalami kecelakaan dan meninggal, saya harap masyarakat Amerika bisa menerimanya," ujar Grissom.
Apollo pertama baru berangkat 11 Oktober 1968, dengan astronot Donn Eissle, Wally Schirra, Jr, dan Walter Cunningham. Sukses. Namun hingga empat peluncuran Apollo, NASA baru menggunakannya untuk melatih membiasakan diri dengan lingkungan Bulan.
Misi pendaratan ke bulan sendiri baru dilaksanakan lewat Apollo 11. Dari peluncuran 16 Juli 1969 ini, sejarah mencatat Neil Amstrong dan Edwin Aldrin sebagai manusia pertama yang berhasil menginjakkan kakinya di Bulan. Apa yang dicanangkan Kennedy pada 25 Mei 1961 itu pun tercapai. Sebelum akhir dekade 60-an, AS telah berhasil mengunjungi Bulan dan mengembalikan astronotnya dengan selamat ke Bumi. Untuk sementara AS pun memimpin misi keruangangkasaan dunia. Misi ke Bulan ditutup Apollo 17 yang diluncurkan pada 7 Desember 1972.
Berakhirnya Apollo memberi keyakinan, bahwa dengan perlengkapan tertentu manusia bisa bekerja di luar wahana sebuah langkah yang bisa digunakan untuk misi perbaikan atau pendirian bangunan di ruang angkasa.
Diantara kesibukan Mercury, Gemini, dan Apollo, AS berkali-kali mengirim satelitnya. Telstar 1 (1962), satelit sinkronus pertama Syncom 2 (1963), OAO 2 untuk pengamatan bintang (1968), pendeteksi ledakan atom Vela 2 (1970), dan satelit telekomunikasi Intelsat IV (1971).
Disamping serial Luna yang mencapai Luna 24, hingga 1972 sendiri Soviet telah meluncurkan begitu banyak satelit. Diantaranya, adalah Lunokhod (1970), Mars 1 (1962), Mars 2 (1971), Oreol 1 (1971), Prognos 1 dan Prognos 2 (1972), dan Proton 1 sampai Proton 4 (1965-68). Selain itu juga diluncurkan wahana ruang angkasa berawak untuk misi-misi di ruang angkasa, seperti Cosmos 133 hingga Kosmos 419 (1967-1971), dan Soyuz 2 sampai Soyuz 11 (1968-1971).
Bertengkar di ruang angkasa
Memasuki tahun 70-an, persaingan di ruang angkasa antara Soviet dan AS ternyata menapaki tahap yang paling keras. Sedemikian kerasnya, sampai-sampai dalam beberapa proyek ruang angkasa, mereka menyisipinya dengan peluncuran satelit mata-mata. Ketika Ronald Reagan berkuasa, pada 1981, AS bahkan pernah mencanangkan program Strategic Defence Initiative (SDI) yang dikenal sebagai Perang Bintang. Sebuah proyek pemusnahan target-target militer dengan wahana ruang angkasa, baik yang ada di ruang udara Bumi maupun yang tengah mengintai di ruang angkasa. Tak mau kalah, Soviet pun sama-sama melontarkan konsep serupa.
Di lain pihak, mereka juga beberapa kali berupaya mencobakan pesawat-pesawat tempur mereka yang mampu terbang tinggi untuk 'membunuh' satelit-satelit militer. Dari sinilah kemudian muncul konsep Asat atau Anti-Satellite, yang dipaparkan pertama kali pada 1971.
Antara tahun 1973 hingga 1974, sebagian besar masyarakat Amerika dan Soviet mungkin hanya mengetahui bahwa program ruang angkasa negaranya adalah mengirim orang-orangnya untuk misi Skylab dan Soyuz. Tetapi di luar itu, masing-masing angkatan bersenjatanya kadang punya kepentingannya juga. Ada asap, ada api. Begitulah, peribahasa ini seakan pas untuk menggambarkan program militernya.
Soviet, misalnya, sejak 1968 mengirim satelit mata-mata Cosmos dengan alasan saingannya, AS, telah berkali-kali pula meluncurkan satelit yang sama dan sebangun. Bahkan, pesawat intainya pun kadang kepergok sedang berkeliaran. Terutama dengan pesawat-pesawat intainya yang mampu terbang tinggi (U2 dan SR-71). Rakyat AS baru benar-benar sadar bahwa negaranya memiliki pengintai seperti Key Hole (satelit yang mampu memotret detil plat nomor mobil), pada tahun 80-an.
Namun sebaliknya, pada 1978, Soviet sendiri pernah mengguncang dunia gara-gara salah satu satelit mata-matanya yang bertenaga nuklir jatuh ke Bumi. Satelit dari jenis RORSAT (satelit mata-mata untuk obyek di Lautan dengan radar) ini adalah Cosmos 954. Sejak itulah belang-belang Soviet di ruang angkasa sedikit demi sedikit terbuka. Satelit heboh ini jatuh di perairan barat-laut Kanada. Dalam permintaan ma'afnya, pemerintah Soviet mengeluarkan uang sebesar enam juta dollar sebagai ongkos untuk membersihkan perairan tersebut dari bahaya pencemaran radioaktif.
Namun, kecelakaan itu bukanlah yang terakhir. Pada Februari 1983, sebuah satelit mata-mata lain, Cosmos 1402 juga menghujam ke Bumi. Dia jatuh di Atlantik Selatan. Serial Cosmos pun dihentikan pada 1984.
Dalam hal ini, uniknya AS lebih rapih dalam menyamarkan misi mata-mata ruang angkasanya. Mereka selalu berdalih kepada dunia, bahwa satelit mata-matanya tak lain digunakan untuk mencegah Soviet melakukan serangan militer yang brutal terhadap negara-negara sekitarnya. Pada masa itu, AS memiliki penyadap sinyal elektronik Rhyolite dan Aquacade yang diluncurkan awal 70-an.
Begitulah, hingga mencapai puncaknya pada tahun 80-an, kedua digdaya yang saling berseteru dan bersaing itu tanpa sadar telah menumpuk begitu banyak satelit-satelit militer di ruang angkasa. Satelit-satelit itu berasal dari jenis: mata-mata (recon), meteorologi, satelit serang bersenjata laser (untuk Asat), navigasi, komunikasi, dan satelit peringatan dini.
Persaingan hancur begitu saja ketika Reagan berhasil menyakinkan Soviet bahwa negaranya tak main-main dalam program Star War. Soviet terpancing membelanjakan sebagian besar uangnya untuk menandinginya hingga akhirnya bangkrut tanpa mendapat hasil apa-apa. Reagan sendiri tak pernah benar-benar merealisasikan Star War.
Stasiun ruang angkasa
Disinilah hebatnya Amerika. Sementara mengikuti keinginan Soviet, sejak tahun 60-an NASA rupanya telah melakukan sebuah persiapan untuk mencapai target yang sesungguhnya. Persiapan ini nampak dari perancangan sebuah kendaraan ruang angkasa yang dimasa datang ditargetkan menjadi tulang punggung misi eksplorasi ruang angkasa. Dia adalah pesawat ulang-alik yang dapat digunakan berulang-ulang.
Eksperimennya telah dimulai sejak tahun 1959, yakni lewat program X-15. Lalu, dilanjutkan dengan X-20/Dynasoar, ulang-alik kecil yang kemudian dibatalkan pada 1963, namun dilanjutkan dengan versi lain, ASSET, antara 1963-65. Dan, terakhir dengan PRIME antara 1966-67, sebuah program pengujian model lifting-body untuk kecepatan orbit-dekat. Puncak dari semua riset ini adalah Columbia, ulang-alik pertama yang diluncurkan pada 20 Februari 1981.
Pesawat tersebut seakan memberi kemudahan bagi Amerika untuk melakukan penelitian diruang angkasa, langkah bertahap menuju target yang lebih besar, yakni mendirikan stasiun ruang angkasa. NASA sendiri berkeyakinan, inilah mekanisme yang paling benar. Hal ini telah menjadi target yang harus direalisasikan, terutama setelah Presiden Reagan didampingi Administrator NASA James Beggs pada 1 Desember 1983 secara resmi menyatakan membatalkan program SDI dan menggantinya dengan Freedom nama stasiun ruang angkasa yang diajukan NASA. Sebuah keputusan yang tentu saja membuat kecewa pihak Departemen Pertahanan, badan intelejen CIA, dan Dewan Eselon Tertinggi (SIG), yang telah merasa yakin bisa menggolkan SDI.
Namun, ketika badan ruang angkasa ini tengah sibuk mengembangkan kemampuan pesawat ulang-aliknya dan menyusun konsep stasiun ruang angkasanya, sebuah berita dari Soviet pada 19 Februari 1986 menyentaknya. Seperti kisah Sputnik dan Yuri Gagarin, AS kembali terguncang dengan keberhasilan Soviet meluncurkan komponen pertama Mir, stasiun ruang angkasa generasi baru mereka. Perkembangan ini diikuti seksama hingga pada 13 Maret 1986, Soviet berhasil mengirim dua awak pertamanya, Leonid Kazim dan Vladimir Solovyev.
Pada dekade 80-an, ini adalah guncangan kedua. Guncangan pertama terjadi pada 28 Januari 1986, yakni ketika satu dari lima pesawat ulang-aliknya, Challenger, meledak sesaat setelah melesat ke udara menelan korban ketujuh awaknya. Rakyat AS berkabung dibuatnya. Ini adalah kecelakaan terhebat kedua setelah tragedi Apollo 1. Namun, di tengah perkabungan tersebut Reagen berhasil mendongkrak semangat NASA dengan kata-kata: "Tidak ada masa depan yang cuma-cuma."
Tak mau terulang untuk ketiga kalinya, NASA segera mengadakan evaluasi besar-besaran, hingga mempengaruhi deretan program yang telah disusun lima tahun ke depan. Di antara yang terpengaruh adalah peluncuran astronot Indonesia, Dr Pratiwi Sudharmono (batal) dan peluncuran teleskop Hubble (semula 1986, akhirnya baru diluncurkan 24 April 1990).
Pada tahun 1988, NASA akhirnya mengumumkan secara resmi pendirian Freedom akan menelan dana setidaknya delapan milyar dollar. Namun, meski telah mendapat dukungan penuh Reagan, NASA belum bisa melangkah lega. Kongres AS berkali-kali berhasil menjegal konsep yang dinilai kelewat mahal ini. Tak ada pilihan lain bagi NASA kecuali menuruti permintaan Kongres untuk terus-menerus menyederhanakannya, menjadi: yang termurah, cepat mendirikannya, namun juga yang terbaik.
Perancangan ulang dengan tiga kriteria itu ternyata memang tak mudah. Bertahun-tahun NASA tak pernah mencapai desain yang ideal. Hingga akhirnya pada Oktober 1993, Presiden Bill Clinton tak kuasa menahan kegeramannya lalu marah.
"Kita tak bisa terus-menerus begini. Kini, dalam tempo 90 hari, beri saya tiga opsi. Pertama, opsi A seharga 5 milyar. Kedua, opsi B yang seharga 7 milyar. Dan, opsi ketiga, C, yang seharga 9 milyar," ujar Clinton.
Setelah berkali-kali pula mentah, Administrator NASA Dan Goldin mencari taktik lain. Pada 6 Juni 1992, diam-diam ia menemui Yuri Koptev, Kepala Badan Ruang Angkasa Rusia, untuk ikut mendukung pembuatan sang stasiun. Goldin yakin benar, pengalaman Rusia bisa ikut menekan biaya pendirian, karena sebagian besar dana memang akan terserap pada tahap inisiasi yang belum dikuasai sepenuhnya oleh AS. Menyimak proyek Mir-nya yang tengah kembang-kempis kekuarangan dana, Koptev pun menyambutnya dengan senang hati.
Diwarnai beberapa kali kesalahpahaman, kedua negara yang dulu bermusuhan itu akhirnya bertaut juga di ruang angkasa. Antara 4 sampai 17 Desember 1998, Rusia berhasil menggandengkan modulnya, Zarya, dengan modul AS, Unity, di ketinggian 240 mil. Ini adalah awal pendirian Stasiun Ruang Angkasa Internasional yang rencananya bisa berdiri utuh pada tahun 2004. Selain Rusia, Goldin juga berhasil menggaet Jepang dan 13 negara Eropa.
Menurut catatan Angkasa, pendirian SRAI tak pelak merupakan puncak pencapaian teknologi keruangangkasaan pada abad 20. Karena, selain menguji kemampuan dan teknologi, pada stasiun inilah ke-16 negara juga diuji untuk bekerjasama. Bekerjasama mendirikan stasiun yang diharapkan bisa meningkatkan harkat umat manusia. Betapa pun, di tengah-tengah upaya pendirian itu, pada 4 Juli 1997 AS juga berhasil mengirim wahana tak berawak Pathfinder ke Mars dan masih banyak lagi wahana lainnya, SRAI tetap dikenang sebagai puncak dari teknologi keruangangkasaan abad kemarin.
Ilmu keruangangkasaan sendiri mulai menggeliat setelah Galileo Galilei memperkenalkan teleskop pertama di dunia pada 1608. Kemampuan lensanya menjangkau benda-benda langit makin menumbuhkembangkan minat sejumlah ilmuwan untuk mengetahuinya lebih dalam. Terlebih ketika dalam perkembangannya, kemampuan teleskop menjadi semakin sempurna dan canggih. Manusia tak hanya ingin melihat dari kejauhan, tapi juga ingin mengunjungi. Setelah bulan berhasil dikunjungi, manusia selanjutnya ingin mengunjungi Mars planet yang diyakini mirip Bumi.
Upaya ke arah itu tak lepas dari kepeloporan orang-orang seperti Hermann Oberth, Robbert H. Goddard, dan Wernher von Braun. Ketiga ilmuwan inilah yang menciptakan wahana pelontar ke luar orbit Bumi. Entah ada pengaruhnya atau tidak, mereka adalah penggemar novel fiksi-ilmiah macam From Earth to the Moon, karya Jules Verne (1865) dan The War of the Worlds karya HG Wells (1898).
Peluncuran roketV-2/Frontier of Flight Era penjelajahan ruang angkasa dimulai dengan upaya Robert H. Goddard memperkenalkan roket mungil untuk uji statis di Worcester Polytechnic Institute pada tahun 1908. Roket ini dari jenis roket berbahan bakar padat. Obsesinya menciptakan roket, diungkapnya, begitu berkobar setelah pada umur belasan tahun ia menuntaskan novel The War of the Worlds.
Konsep-konsepnya makin terarah ketika empat tahun kemudian, Goddard berhasil memaparkan secara detil persamaan matematik tentang roket berkekuatan seperti apa yang bisa melontarkan wahana ke luar Bumi. Ia begitu serius, terutama setelah pada 1912, pihak Otoritas Patent AS memberinya pengakuan terhadap desain roket bertingkat berbahan-bakar cair karyanya.
Ada kejadian lucu. Dalam sebuah pengujian bahan bakar roket di Laboratorium Wocrester pada 1916, Goddard pernah ditinggal kabur staf-stafnya gara-gara bahan yang dipakai dicampur dengan bubuk mesiu. "Tak mungkin memotong keinginan Goddard. Maka lebih baik kita saja yang kabur," begitu kata seorang stafnya.
Melihat keinginannya yang begitu menggebu-gebu, Institusi Smithsonian kemudian memberinya dana untuk melakukan riset lebih jauh mengenai roket. Dan, namanya tiba-tiba saja mendunia setelah makalahnya yang berjudul 'A Method of Reaching Extreme Altitude' diterbitkan dalam sebuah jurnal ilmiah pada 1919. Didalamnya, ia memaparkan bagaimana cara manusia mencapai Bulan. Saat itu pula Goddard dikenal sebagai 'The Moon-Rocket Man'.
Pada masa itu Jerman juga memiliki seseorang mirip Goddard. Dia adalah Hermann Oberth. Adalah suatu kebetulan jika pemahamannya pada bidang peroketan terbilang setingkat. Ia juga sama-sama penggemar novel fiksi-ilmiah. Yang paling disukainya adalah From the Earth to the Moon karya Jules Verne. Lewat novel inilah ia menjadi begitu terobsesi.
Tak terperikan minatnya itu. Pada usia 15 (1909), Oberth telah mampu merancang roket bertingkat berbahan bakar padat. Ia begitu tekun, hingga akhirnya pada tahun 1917, Oberth berhasil menuntaskan konsep roket jarak jauh berbahan bakar cair setinggi 82 kaki yang telah dilengkapi stabiliser giroskopis komponen paling rumit yang dimasa datang menjadi atribut utama rudal jelajah. Hanya ironisnya, konsep yang kemudian ditujukan AB Jerman untuk memenangkan PD I ini, ditolak mentah-mentah. AB Jerman menganggapnya terlalu mengada-ada.
Oberth mungkin memang terlampau jenius, hingga tak banyak orang bisa memahami jalan pikirannya. Ini terjadi pula ketika thesis doktornya tentang penerbangan ruang angkasa, ditolak pengujinya. Namun ia tak patah arang. Pada 1923, isi thesis ia tuangkan dalam bahasa populer ke dalam buku: 'Die Rakete zu den Planetenraumen', atau 'The Rocket into Planetary Space'.
Menurut kurator Museum Smithsonian, Frank Winter, buku tersebut mendapat sambutan luas. Sambutannya bahkan melebihi yang diterima Tsiolkovsky (ahli roket Rusia) dan Goddard. Oberth-lah yang kemudian dianggap mengantar umat manusia menuju Era Ruang Angkasa (Space Age) yang sesungguhnya.
Masa-masa pengujian
Ketika segenap konsep dan teori telah dipaparkan, pada masa yang hampir bersamaan namun di tempat yang berbeda, yakni sekitar 1920-an, Goddard dan Oberth mulai melakukan pengujian serius terhadap konsep-konsepnya. Diantara mereka tak pernah ada kontak. Jadi adalah suatu kebetulan jika kedua ilmuwan melakukannya hampir bersamaan.
Konsep Oberth sendiri dinilai lebih kaya, namun Goddard telah lebih dulu melakukan eksperimen. Pada 17 Juli 1929, misalnya, Goddard telah melakukan uji peluncuran ke-empat, sementara Oberth masih sibuk mengurusi Yayasan Roket Jerman (Verein fur Raumschiffarht/VfR)-nya. Berbeda dengan Goddard yang juga bisa terjun ke 'lapangan', Oberth hanyalah tipe ilmuwan yang kuat dalam segi teori. Itulah sebabnya ia sangat tergantung pada staf-stafnya yang kebetulan amat handal. Mereka adalah Max Valier, Walter Hohmann, Rudolf Nebel, Guido von Pirquet, Klaus Reidel, Kurt Hainish, Willy Ley, dan Wernher von Braun.
Benar saja. Sekitar 1930-an, gerak cepat VfR yang selanjutnya berubah menjadi VfR Raketenflugplatz telah berhasil meluncurkan ratusan roket. Semuanya dari jenis roket ilmiah.
Sejarah roket Jerman mulai berubah ketika pada 1932, German Wehrmacht salah satu lembaga riset AB Jerman, 'membajak' von Braun, staf VfR paling brilian. Ketika itu, lulusan Institut Teknologi Berlin ini masih berumur 20 tahun. Lembaga ini sendiri tak lain adalah jelmaan keinginan Hitler untuk perang-perang yang dibuatnya. Maka tak heran jika seluruh programnya disusun begitu rahasia dan hanya untuk kepentingan militer.
Sementara itu pada tahun yang sama, Goddard memiliki pusat ujinya yang baru di Ranch Mescalero, dekat Roswell, New Mexico, milik jutawan Daniel Guggenheim. Kepindahan ini atas dukungan Charles A. Lindbergh, tokoh pemegang rekor penerbangan trans-atlantik. Tempat barunya ini amat disukai, karena begitu terpencil dan jauh dari jangkauan wartawan 'makhluk' yang amat dibencinya. Di tempat yang sunyi ini Goddard dan timnya bisa bekerja lebih baik dan berhasil meluncurkan sejumlah roket. Salah satu yang tersukses, roket seri-A berbahan bakar cair setinggi 4,7 meter, meluncur pada 26 Agustus 1937 mencapai ketinggian 2.316 meter.
Dua tahun kemudian, yakni pada 1941, Goddard membangun yang lebih besar: seri-P setinggi 6,7 meter. Namun, karena kesalahan dalam sistem pompa bahan-bakarnya, roket ini gagal meluncur. Namun begitu, roket seri-P inilah yang pada dekade 60-an dipilih NASA untuk mengirim astronotnya ke bulan.
Ironisnya, karena tak pernah jelas apa manfaat yang bisa dipetik Pemerintah AS pada masa itu, riset Goddard yang dikenal padat biaya itu pun akhirnya menyurut. Nasibnya menjadi lebih parah terutama ketika Angkatan Bersenjata AS menilai, tak banyak kegunaan nyata dan aktual yang bisa didukung dari risetnya itu. Kerja Goddard pun menjadi semakin anti-klimaks. Diakhir kekaryaannya Goddard 'hanya' bisa menyumbangkan JATO (roket pendorong pesawat terbang) dan Curtiss-Wright roket pendorong Bell X-2 hingga bisa melaju sampai mach 3.
V2 von Braun
Goddard kedua dari kiri bersama pembantunya di depan roket/Frontier of Flight Berbeda dengan yang dialami von Braun dan timnya. Mereka justru meroket dengan roket berstabilisasi giroskopis A-3nya setinggi 137 cm yang berhasil melesat sempurna pada pertengahan 1933. Roket-roket selanjutnya yang diuji di wilayah Kepulauan Borkum, di Laut Utara, juga merupakan suskes yang lain. Rata-rata bisa mencapai ketinggian 2.000 meter. Dengan gembira Hitler menyaksikan keberhasilan tersebut, dan Wehrmacht-pun dipindah ke tempat yang lebih memadai walau dengan pengawasan yang lebih ketat. Tempatnya di Peenemunde, di Kepulauan Usedom, Baltik.
Hanya sedikit orang yang bisa menafsirkan senyum Hitler saat itu. Sejujurnya, Hitler menyaksikan roket-roket tersebut sebagai cikal-bakal senjata udara baru yang amat dahsyat. Dan, ia amat membutuhkannya dalam Perang Dunia II yang tengah ditapakinya. Kegembiraannya makin memuncak ketika pada Desember 1937 Wehrmacht berhasil meluncurkan A-3, roket setinggi 7 meter berkekuatan 14.680 Newton. Roket ini begitu mempesona karena telah dilengkapi pengendali giroskopis tiga-axis, radio pengontrol bahan bakar, servo, dan masih banyak lagi peralatan canggih lainnya.
Tak heran, jika dari Peenemunde pula kemudian muncul V-2, roket balistik letal yang kemudian diproduksi secara massal untuk memporakporandakan London pada 1944. Kinerjanya lebih-kurang mirip Scud-nya Rusia. Sejarah mencatat, sejak September 1944, Jerman telah 'mengirim' 4.320 V2 ke London, dimana 1.120 diantaranya berhasil mengenai sasaran hingga menewaskan 2.511 orang, dan melukai sedikitnya 6.000 orang.
Suksesnya dibidang roket ini sendiri selanjutnya menimbulkan niat berlebih untuk membangun A-9/10 roket setinggi 24,4 meter berkekuatan 440.000 pon. Hitler memang keterlaluan. Roket yang bisa melaju hingga mach 4,4 ini sedianya akan 'dikirim' untuk menghancurkan New York! Namun Jerman juga memiliki keinginan yang luhur, yakni membangun A-11 roket yang dirancang bisa melontarkan satelit. Roket ini ditargetkan meluncur pada 1947.
Akan tetapi, semua niat itu kandas setelah tanpa diduga dalam PD II Jerman mendapat hantaman yang begitu keras dari Sekutu. Pada Mei 1945, ketika PD II dinyatakan berakhir, Wernher von Braun serta teknisi-teknisi roket Jerman lainnya pun digiring ke Amerika.
Dalam sebuah pemeriksaan, percaya atau tidak, satu-satunya orang yang paling antusias mengintrogasi mereka adalah Robert Goddard. Ia menuduh mereka habis-habisan sebagai 'pencuri' buah pikirannya. Itu karena hampir semua roket Jerman disimaknya memiliki prinsip yang sama dengan roket-roket bikinannya. Goddard yakin sekali, ini bukanlah suatu kebetulan.
Diantara orang-orang Jerman ini Goddard akhirnya berhadapan dengan Walter Dornberger, bos von Braun. Kepada pemeriksanya ini, Dornberger hanya mengatakan, "Saya amat senang berhadapan dengan Anda, seorang ahli roket yang selama ini ingin sekali saya temui. Dengan bertemu, kita bisa berbicara banyak tentang berbagai riset. Hanya saya sedih sekali dengan nasib Anda. Amerika tak pernah memanfatkan kemampuan Anda dengan sebaik-baiknya."
Goddard pun hanya bisa tertegun. Pionir Roket Dunia ini wafat pada 10 Agustus 1945. Kata-kata Dornberger benar-benar membekas dalam dirinya. Di tengah kebesaran bangsanya, Goddard memang telah merasa dikecewakan Pemerintah AS yang tak memberinya kesempatan seluas-luasnya untuk merealisasikan obsesinya. Terutama untuk roket besar yang bisa mengantar manusia ke ruang angkasa.
Perjalanan ke bulan
Pukulan kedua untuk AS adalah ketika kosmonot Soviet Yuri Gagarin mengorbit Bumi/L'espace Habite' Sovietique Kepergian Goddard dan masa-masa pemulihan paska Perang Dunia II membuat Amerika 'beristirahat sebentar' dalam riset ruang angkasanya. Hampir tak ada kegiatan berarti antara 1945 hingga 1950.
Dinamika baru kembali terasa setelah sekitar 1950-an Wernher von Braun dikaryakan pemerintah AS untuk berkeja dalam program ruang angkasa untuk kepentingan sipil. (Belakangan ia sempat menjadi Kepala Pusat Ruang Angkasa Marshall, NASA, dan terlibat banyak dalam perancangan Saturn roket raksasa pendorong Apollo.)
Pada tahun 1952, ia melontarkan gagasan yang kemudian menggugah bangsa Amerika. Dalam majalah ilmiah Collier, von Braun menulis tentang impiannya mendirikan stasiun ruang angkasa di bulan dan planet Mars. Tulisan ini menjadi lebih menarik setelah Charles Bonestell, Rolf Klep, dan Fred Freeman, berhasil melengkapinya dengan diskripsi futuris. Yakni, sebuah stasiun berbentuk roda yang tengah mengawang-awang di atas Bumi dengan sebuah pesawat ulang-alik sayap delta yang tengah berusaha menghampirinya.
Lukisan 'Crossing the Last Frontier' yang terpampang dalam Collier edisi 22 Maret 1952 itu pun segera dibakukan menjadi impian bangsa Amerika yang harus direalisasikan. Dengan roket-roketnya, von Braun sendiri yakin semua itu bisa jadi kenyataan.
Akan tetapi Amerika nampaknya terlampau percaya-diri dan yakin tak ada bangsa lain yang bisa merengkuhnya. Keyakinan ini tiba-tiba saja terguncang ketika tanpa diduga pada 4 Oktober 1957 Uni Soviet meluncurkan Sputnik satelit pertama di dunia yang berhasil diluncurkan ke orbit Bumi. Tak kurang dari Presiden Eisenhower sendiri sempat murka dengan kekurangwaspadaan badan intelejennya, CIA.
Di hadapan senat, giliran Eisenhower yang jadi sasaran kritik. Tentang terobosan Soviet itu, Senator Lyndon Johnson berkomentar, "Pertama di ruang angkasa, akan menjadi pertama pula dari segala-galanya."
Dengan segala upaya Johnson pun memprakarsai didirikannya Badan Ruang Angkasa AS (NASA) pada 1958. Maksudnya, agar seluruh kegiatan menjadi terkoordinasi. Dan, setahun kemudian Eisenhower mendukungnya dengan memerintahkan Tim von Braun untuk mendesain sebuah roket pelontar besar, Saturn. Namun sang presiden tak pernah memberi pernyataan jelas. Roket pelontar untuk apa? Serius atau hanya sekadar untuk konsumsi politiknya?
Dalam kesimpangsiuran tersebut AS 'hanya' berhasil meluncurkan satelit: Explorer 1 pada 1958 ke orbit Bumi, sebagai alat pencatat sabuk radiasi yang menyelimuti Bumi; TIROS 1 pada 1960 untuk memotret cuaca Bumi dari orbit; dan Echo 1 pada 1960 sebagai stasiun siaran tunda radio dan TV di ruang angkasa.
Di tengah kebingungan tersebut, Uni Soviet tiba-tiba kembali 'memukul' AS dengan keberhasilannya mengirim manusia pertama ke ruang angkasa pada 12 April 1961. Kosmonot yang namanya tercatat dalam sejarah ini adalah Yuri Gagarin.
Tak mau tertinggal untuk ketiga kalinya, presiden AS saat itu John F. Kennedy segera pasang kuda-kuda. Saat itu pula ia segera menghentikan 'permainannya' di Kuba, dan banting stir memikirkan cara untuk membangkitkan prestis bangsanya.
Pada 20 April 1961, Kennedy kemudian mengirim surat kepada Wapres Lyndon Johnson. Di antara isinya adalah: "Apakah kita punya kesempatan untuk memukul balik Soviet, misalnya dengan menempatkan semacam laboratorium atau melakukan perjalanan ke bulan, atau mendaratkan roket di Bulan? Apakah ada program ruang angkasa lain yang lebih dramatis yang bisa membuat kita menang dari apa yang telah dilakukan Soviet?"
Lomba angkasa luar
Februari 1981 AS menjadi negara pertama yang mengoperasikan pesawat ulang-alik/Rockwell Memo Kennedy tersebut rupanya seperti bahan pelumas. Tiga minggu kemudian, lewat Proyek Mercury pada 5 Mei 1961 AS berhasil melontarkan Alan B. Shepard (37), astronot pertamanya ke sub-orbital Bumi. Meski hanya 15 menit 22 detik, Kennedy yakin NASA bisa mengejar ketertinggalannya. Maka, pada 25 Mei 1961, setengah berjanji ia pun berujar di hadapan kongres: "Saya percaya bangsa ini bisa memenuhi komitmennya, bahwa sebelum dekade ini berakhir kita sudah bisa mengirim manusia ke Bulan dan memulangkannya kembali dengan selamat."
Dari Proyek Mercury itu pula meluncur pahlawan AS lainnya, John H. Glenn, Jr. (40) astronot pertama AS yang berhasil tiga kali mengelilingi orbit Bumi. Proyek yang mencakup tujuh peluncuran astronot ini secara umum dilakukan untuk melatih kemampuan AS melontarkan/menempatkan manusia ke/di orbit Bumi. Setelah proyek ini ditutup 15 Mei 1963, NASA melanjutkannya dengan Proyek Gemini program untuk melatih astronotnya melakukan misi di ruang angkasa. Seluruhnya ada sepuluh kali peluncuran Gemini, dilakukan antara 23 Maret 1963 hingga 15 November 1966. Seluruhnya terbilang memenuhi harapan, sukses dan tanpa kesalahan berarti.
Diantara sukses Gemini itu sendiri, setelah melalui peluncuran puluhan satelitnya, pada 3 Februari 1966, Soviet berhasil meluncurkan Luna 9, wahana tanpa awak pertama di dunia yang singgah di Bulan.
Memasuki tahun 1967, mulailah AS mengambil ancang-ancang untuk mendaki salah satu puncak program ruang angkasanya. Tujuan dari program bernama Apollo ini adalah mengirim manusia ke Bulan dan melakukan beberapa misi eksplorasi di sana. Perencanaan telah dimulai sejak 1957, dan memasuki tahun 1967 itu juga seluruh aspek teknis telah siap. Dalam proyek inilah kehandalan roket tiga tingkat Saturn V setinggi 363 kaki hasil rancangan Tim von Braun akan diuji.
Ibarat agak demam panggung, meski telah menuntaskan Mercury dan Gemini tanpa kesalahan, Apollo dibuka dengan sebuah tragedi. Dalam uji peluncuran Apollo 1 pada 27 Januari 1967 terjadi sebuah kesalahan yang membuat astronotnya: Ed White II, Gus Grissom, dan Roger Chaffe, tewas terpanggang di dalam kabin Apollo. NASA pun menunda peluncurannya hingga setahun lebih. Namun, baik NASA maupun para astronotnya sendiri tak pernah mundur dengan kejadian tersebut. Sebab, seperti pernah dikatakan Grissom, mereka sadar betul tengah berada dalam suatu pekerjaan yang berisiko tinggi.
"Oleh sebab itu, jika saya mengalami kecelakaan dan meninggal, saya harap masyarakat Amerika bisa menerimanya," ujar Grissom.
Apollo pertama baru berangkat 11 Oktober 1968, dengan astronot Donn Eissle, Wally Schirra, Jr, dan Walter Cunningham. Sukses. Namun hingga empat peluncuran Apollo, NASA baru menggunakannya untuk melatih membiasakan diri dengan lingkungan Bulan.
Misi pendaratan ke bulan sendiri baru dilaksanakan lewat Apollo 11. Dari peluncuran 16 Juli 1969 ini, sejarah mencatat Neil Amstrong dan Edwin Aldrin sebagai manusia pertama yang berhasil menginjakkan kakinya di Bulan. Apa yang dicanangkan Kennedy pada 25 Mei 1961 itu pun tercapai. Sebelum akhir dekade 60-an, AS telah berhasil mengunjungi Bulan dan mengembalikan astronotnya dengan selamat ke Bumi. Untuk sementara AS pun memimpin misi keruangangkasaan dunia. Misi ke Bulan ditutup Apollo 17 yang diluncurkan pada 7 Desember 1972.
Berakhirnya Apollo memberi keyakinan, bahwa dengan perlengkapan tertentu manusia bisa bekerja di luar wahana sebuah langkah yang bisa digunakan untuk misi perbaikan atau pendirian bangunan di ruang angkasa.
Diantara kesibukan Mercury, Gemini, dan Apollo, AS berkali-kali mengirim satelitnya. Telstar 1 (1962), satelit sinkronus pertama Syncom 2 (1963), OAO 2 untuk pengamatan bintang (1968), pendeteksi ledakan atom Vela 2 (1970), dan satelit telekomunikasi Intelsat IV (1971).
Disamping serial Luna yang mencapai Luna 24, hingga 1972 sendiri Soviet telah meluncurkan begitu banyak satelit. Diantaranya, adalah Lunokhod (1970), Mars 1 (1962), Mars 2 (1971), Oreol 1 (1971), Prognos 1 dan Prognos 2 (1972), dan Proton 1 sampai Proton 4 (1965-68). Selain itu juga diluncurkan wahana ruang angkasa berawak untuk misi-misi di ruang angkasa, seperti Cosmos 133 hingga Kosmos 419 (1967-1971), dan Soyuz 2 sampai Soyuz 11 (1968-1971).
Bertengkar di ruang angkasa
Memasuki tahun 70-an, persaingan di ruang angkasa antara Soviet dan AS ternyata menapaki tahap yang paling keras. Sedemikian kerasnya, sampai-sampai dalam beberapa proyek ruang angkasa, mereka menyisipinya dengan peluncuran satelit mata-mata. Ketika Ronald Reagan berkuasa, pada 1981, AS bahkan pernah mencanangkan program Strategic Defence Initiative (SDI) yang dikenal sebagai Perang Bintang. Sebuah proyek pemusnahan target-target militer dengan wahana ruang angkasa, baik yang ada di ruang udara Bumi maupun yang tengah mengintai di ruang angkasa. Tak mau kalah, Soviet pun sama-sama melontarkan konsep serupa.
Di lain pihak, mereka juga beberapa kali berupaya mencobakan pesawat-pesawat tempur mereka yang mampu terbang tinggi untuk 'membunuh' satelit-satelit militer. Dari sinilah kemudian muncul konsep Asat atau Anti-Satellite, yang dipaparkan pertama kali pada 1971.
Antara tahun 1973 hingga 1974, sebagian besar masyarakat Amerika dan Soviet mungkin hanya mengetahui bahwa program ruang angkasa negaranya adalah mengirim orang-orangnya untuk misi Skylab dan Soyuz. Tetapi di luar itu, masing-masing angkatan bersenjatanya kadang punya kepentingannya juga. Ada asap, ada api. Begitulah, peribahasa ini seakan pas untuk menggambarkan program militernya.
Soviet, misalnya, sejak 1968 mengirim satelit mata-mata Cosmos dengan alasan saingannya, AS, telah berkali-kali pula meluncurkan satelit yang sama dan sebangun. Bahkan, pesawat intainya pun kadang kepergok sedang berkeliaran. Terutama dengan pesawat-pesawat intainya yang mampu terbang tinggi (U2 dan SR-71). Rakyat AS baru benar-benar sadar bahwa negaranya memiliki pengintai seperti Key Hole (satelit yang mampu memotret detil plat nomor mobil), pada tahun 80-an.
Namun sebaliknya, pada 1978, Soviet sendiri pernah mengguncang dunia gara-gara salah satu satelit mata-matanya yang bertenaga nuklir jatuh ke Bumi. Satelit dari jenis RORSAT (satelit mata-mata untuk obyek di Lautan dengan radar) ini adalah Cosmos 954. Sejak itulah belang-belang Soviet di ruang angkasa sedikit demi sedikit terbuka. Satelit heboh ini jatuh di perairan barat-laut Kanada. Dalam permintaan ma'afnya, pemerintah Soviet mengeluarkan uang sebesar enam juta dollar sebagai ongkos untuk membersihkan perairan tersebut dari bahaya pencemaran radioaktif.
Namun, kecelakaan itu bukanlah yang terakhir. Pada Februari 1983, sebuah satelit mata-mata lain, Cosmos 1402 juga menghujam ke Bumi. Dia jatuh di Atlantik Selatan. Serial Cosmos pun dihentikan pada 1984.
Dalam hal ini, uniknya AS lebih rapih dalam menyamarkan misi mata-mata ruang angkasanya. Mereka selalu berdalih kepada dunia, bahwa satelit mata-matanya tak lain digunakan untuk mencegah Soviet melakukan serangan militer yang brutal terhadap negara-negara sekitarnya. Pada masa itu, AS memiliki penyadap sinyal elektronik Rhyolite dan Aquacade yang diluncurkan awal 70-an.
Begitulah, hingga mencapai puncaknya pada tahun 80-an, kedua digdaya yang saling berseteru dan bersaing itu tanpa sadar telah menumpuk begitu banyak satelit-satelit militer di ruang angkasa. Satelit-satelit itu berasal dari jenis: mata-mata (recon), meteorologi, satelit serang bersenjata laser (untuk Asat), navigasi, komunikasi, dan satelit peringatan dini.
Persaingan hancur begitu saja ketika Reagan berhasil menyakinkan Soviet bahwa negaranya tak main-main dalam program Star War. Soviet terpancing membelanjakan sebagian besar uangnya untuk menandinginya hingga akhirnya bangkrut tanpa mendapat hasil apa-apa. Reagan sendiri tak pernah benar-benar merealisasikan Star War.
Stasiun ruang angkasa
Disinilah hebatnya Amerika. Sementara mengikuti keinginan Soviet, sejak tahun 60-an NASA rupanya telah melakukan sebuah persiapan untuk mencapai target yang sesungguhnya. Persiapan ini nampak dari perancangan sebuah kendaraan ruang angkasa yang dimasa datang ditargetkan menjadi tulang punggung misi eksplorasi ruang angkasa. Dia adalah pesawat ulang-alik yang dapat digunakan berulang-ulang.
Eksperimennya telah dimulai sejak tahun 1959, yakni lewat program X-15. Lalu, dilanjutkan dengan X-20/Dynasoar, ulang-alik kecil yang kemudian dibatalkan pada 1963, namun dilanjutkan dengan versi lain, ASSET, antara 1963-65. Dan, terakhir dengan PRIME antara 1966-67, sebuah program pengujian model lifting-body untuk kecepatan orbit-dekat. Puncak dari semua riset ini adalah Columbia, ulang-alik pertama yang diluncurkan pada 20 Februari 1981.
Pesawat tersebut seakan memberi kemudahan bagi Amerika untuk melakukan penelitian diruang angkasa, langkah bertahap menuju target yang lebih besar, yakni mendirikan stasiun ruang angkasa. NASA sendiri berkeyakinan, inilah mekanisme yang paling benar. Hal ini telah menjadi target yang harus direalisasikan, terutama setelah Presiden Reagan didampingi Administrator NASA James Beggs pada 1 Desember 1983 secara resmi menyatakan membatalkan program SDI dan menggantinya dengan Freedom nama stasiun ruang angkasa yang diajukan NASA. Sebuah keputusan yang tentu saja membuat kecewa pihak Departemen Pertahanan, badan intelejen CIA, dan Dewan Eselon Tertinggi (SIG), yang telah merasa yakin bisa menggolkan SDI.
Namun, ketika badan ruang angkasa ini tengah sibuk mengembangkan kemampuan pesawat ulang-aliknya dan menyusun konsep stasiun ruang angkasanya, sebuah berita dari Soviet pada 19 Februari 1986 menyentaknya. Seperti kisah Sputnik dan Yuri Gagarin, AS kembali terguncang dengan keberhasilan Soviet meluncurkan komponen pertama Mir, stasiun ruang angkasa generasi baru mereka. Perkembangan ini diikuti seksama hingga pada 13 Maret 1986, Soviet berhasil mengirim dua awak pertamanya, Leonid Kazim dan Vladimir Solovyev.
Pada dekade 80-an, ini adalah guncangan kedua. Guncangan pertama terjadi pada 28 Januari 1986, yakni ketika satu dari lima pesawat ulang-aliknya, Challenger, meledak sesaat setelah melesat ke udara menelan korban ketujuh awaknya. Rakyat AS berkabung dibuatnya. Ini adalah kecelakaan terhebat kedua setelah tragedi Apollo 1. Namun, di tengah perkabungan tersebut Reagen berhasil mendongkrak semangat NASA dengan kata-kata: "Tidak ada masa depan yang cuma-cuma."
Tak mau terulang untuk ketiga kalinya, NASA segera mengadakan evaluasi besar-besaran, hingga mempengaruhi deretan program yang telah disusun lima tahun ke depan. Di antara yang terpengaruh adalah peluncuran astronot Indonesia, Dr Pratiwi Sudharmono (batal) dan peluncuran teleskop Hubble (semula 1986, akhirnya baru diluncurkan 24 April 1990).
Pada tahun 1988, NASA akhirnya mengumumkan secara resmi pendirian Freedom akan menelan dana setidaknya delapan milyar dollar. Namun, meski telah mendapat dukungan penuh Reagan, NASA belum bisa melangkah lega. Kongres AS berkali-kali berhasil menjegal konsep yang dinilai kelewat mahal ini. Tak ada pilihan lain bagi NASA kecuali menuruti permintaan Kongres untuk terus-menerus menyederhanakannya, menjadi: yang termurah, cepat mendirikannya, namun juga yang terbaik.
Perancangan ulang dengan tiga kriteria itu ternyata memang tak mudah. Bertahun-tahun NASA tak pernah mencapai desain yang ideal. Hingga akhirnya pada Oktober 1993, Presiden Bill Clinton tak kuasa menahan kegeramannya lalu marah.
"Kita tak bisa terus-menerus begini. Kini, dalam tempo 90 hari, beri saya tiga opsi. Pertama, opsi A seharga 5 milyar. Kedua, opsi B yang seharga 7 milyar. Dan, opsi ketiga, C, yang seharga 9 milyar," ujar Clinton.
Setelah berkali-kali pula mentah, Administrator NASA Dan Goldin mencari taktik lain. Pada 6 Juni 1992, diam-diam ia menemui Yuri Koptev, Kepala Badan Ruang Angkasa Rusia, untuk ikut mendukung pembuatan sang stasiun. Goldin yakin benar, pengalaman Rusia bisa ikut menekan biaya pendirian, karena sebagian besar dana memang akan terserap pada tahap inisiasi yang belum dikuasai sepenuhnya oleh AS. Menyimak proyek Mir-nya yang tengah kembang-kempis kekuarangan dana, Koptev pun menyambutnya dengan senang hati.
Diwarnai beberapa kali kesalahpahaman, kedua negara yang dulu bermusuhan itu akhirnya bertaut juga di ruang angkasa. Antara 4 sampai 17 Desember 1998, Rusia berhasil menggandengkan modulnya, Zarya, dengan modul AS, Unity, di ketinggian 240 mil. Ini adalah awal pendirian Stasiun Ruang Angkasa Internasional yang rencananya bisa berdiri utuh pada tahun 2004. Selain Rusia, Goldin juga berhasil menggaet Jepang dan 13 negara Eropa.
Menurut catatan Angkasa, pendirian SRAI tak pelak merupakan puncak pencapaian teknologi keruangangkasaan pada abad 20. Karena, selain menguji kemampuan dan teknologi, pada stasiun inilah ke-16 negara juga diuji untuk bekerjasama. Bekerjasama mendirikan stasiun yang diharapkan bisa meningkatkan harkat umat manusia. Betapa pun, di tengah-tengah upaya pendirian itu, pada 4 Juli 1997 AS juga berhasil mengirim wahana tak berawak Pathfinder ke Mars dan masih banyak lagi wahana lainnya, SRAI tetap dikenang sebagai puncak dari teknologi keruangangkasaan abad kemarin.
Negara-Negara Pemilik Kapal Induk
Amerika Serikat, tak diragukan lagi, adalah raja kapal induk dunia, karena negara ini adalah satu2nya di dunia kini yang mengoperasikan kapal induk dalam jumlah banyak yaitu 13 buah dan 11 di antaranya bertenaga nuklir! Armada kapal induk AS adalah: USS Nimitz, USS Dwight D. Eisenhower, USS Carl Vinson, USS Theodore Roosevelt, USS Abraham Lincoln, USS George Washington, USS John C. Stennis, USS Harry S. Truman, USS Ronald Reagan dan USS George H. W. Bush, USS Enterprise. Kesebelas kapal induk AS ini semuanya bertenaga nuklir. AS masih punya 2 kapal induk lagi yang bertenaga konvensional yaitu USS Kitty Hawk dan USS John F. Kennedy.
sekarang mari kita konsentrasikan kepada USS Nimitz saja agar lebih fokus. Kenapa USS Nimitz? Karena inilah kapal induk paling besar di dunia saat ini, walaupun kapal induk ini bukanlah kapal induk yang terbaru di jajaran angkatan laut AS. Malah kapal induk ini diresmikan tahun 1975 usianya sudah 30 tahun lebih namun masih merupakan kapal induk terbesar di dunia dan juga sudah sarat dengan pengalaman.
Operasi serius pertama yang dilakukan oleh kapal induk ini adalah di tahun 1979 ke Iran, sewaktu Shah Iran yang sekutu dekat AS digulingkan dan merupakan awal masa “Republik Islam Iran” pimpinan Ayatollah Khomeini. Waktu itu masih ada adidaya lain yaitu Uni Soviet sehingga USS Nimitz tentu saja tidak diperintahkan untuk menyerang frontal Iran tetapi untuk melancarkan operasi pembebasan 52 orang Amerika yang disandera di kedutaan besar AS di Tehran yang diberi kode operasi Evening Light yang berakhir tragis dan gagal total karena helikopter yang dipakai untuk membebaskan para sandera mengalami kecelakaan dan jatuh di gurun pasir Iran. Selain itu kapal induk ini juga mempunyai segudang pengalaman lain seperti pada tanggal 19 Agustus 1981, kapal induk ini juga berperan dalam “komfrontasi ringan” dengan Libya di mana pesawat tempur AS menembak jatuh dua pesawat MiG Libya. Misi terbesarnya tentu saja kapal induk ini terlibat dalam dua kali perang teluk yaitu perang teluk pertama yang disebut “Desert Storm” yaitu operasi yang membebaskan Kuwait dari cengkraman Irak di tahun 1991 dan juga perang teluk kedua yang disebut operasi “Iraqi Freedom” yang menggulingkan rezim Saddam Hussein. Namun beberapa kali kapal induk ini juga melakukan misi damai non-militer seperti ikut dalam memeriahkan Olimpiade Seoul 1988 di Korea Selatan yang tentu juga bisa berfungsi sebagai bagian dari pengamanan olimpiade tersebut.
Berikut adalah data Teknis USS Nimitz:
Tipe : Kapal Induk multi peranBobot : 97 000 ton Inggris (98 600 ton metrik)Dimensi : Panjang (333 m) Beam*) (41 m) Draft*) (11 m)Sumber Tenaga : Dua buah reaktor nuklirAwak : 5621
HMS Invincible (Inggris)
Inggris yang pada abad ke-19 merupakan raja lautan dengan sebutannya “Britain Rules The Wave” saat ini hanya mempunyai tiga kapal induk saja yaitu HMS Invincible, HMS Illustrious dan HMS Ark Royal. Ketiga kapal induk ini bertenaga konvensional dan tidak ada yang bertenaga nuklir. Dimensi kapal induk Inggris inipun jauh lebih kecil dibandingkan kapal-kapal induk AS apalagi dibandingkan USS Nimitz. Namun Inggris kini tengah mengembangkan dua kapal induk yang lebih besar, tapi tetap bertenaga konvensional non-nuklir yaitu: HMS Queen Elizabeth dan HMS Prince of Wales.
Nah, kita sekarang kita fokuskan kepada HMS Invincible yang diresmikan penggunaannya tahun 1980 ini. Walaupun pengalaman HMS Invincible tidak sekaya USS Nimitz, namun HMS Invincible ini juga mempunyai pengalaman tempur di Perang Malvinas tahun 1982. Waktu itu bersama-sama dengan kapal induk Inggris lainnya HMS Hermes yang kini sudah pensiun dari angkatan laut kerajaan Inggris dan dibeli oleh angkatan laut India dan diberi nama INS Viraat, berperan besar dalam mendukung Inggris memenangkan perang Malvinas melawan Argentina. Waktu itu kapal induk ini mengangkut 12 helikopter Sea King dan 9 pesawat tempur Sea Harrier yang terkenal waktu itu karena bisa mendarat dan lepas landas secara vertikal.
Berikut ini adalah sedikit data teknis HMS Invincible:
Tipe :Pesawat Induk tipe ringanBobot : 20 400 ton Inggris (20 700 ton metrik)Dimensi : Panjang (206 m) Beam*) (27.5 m) draft*) (7 m)Tenaga : Konvensional (Turbin gas/bahan bakar karbon)Awak : 875
Operasi serius pertama yang dilakukan oleh kapal induk ini adalah di tahun 1979 ke Iran, sewaktu Shah Iran yang sekutu dekat AS digulingkan dan merupakan awal masa “Republik Islam Iran” pimpinan Ayatollah Khomeini. Waktu itu masih ada adidaya lain yaitu Uni Soviet sehingga USS Nimitz tentu saja tidak diperintahkan untuk menyerang frontal Iran tetapi untuk melancarkan operasi pembebasan 52 orang Amerika yang disandera di kedutaan besar AS di Tehran yang diberi kode operasi Evening Light yang berakhir tragis dan gagal total karena helikopter yang dipakai untuk membebaskan para sandera mengalami kecelakaan dan jatuh di gurun pasir Iran. Selain itu kapal induk ini juga mempunyai segudang pengalaman lain seperti pada tanggal 19 Agustus 1981, kapal induk ini juga berperan dalam “komfrontasi ringan” dengan Libya di mana pesawat tempur AS menembak jatuh dua pesawat MiG Libya. Misi terbesarnya tentu saja kapal induk ini terlibat dalam dua kali perang teluk yaitu perang teluk pertama yang disebut “Desert Storm” yaitu operasi yang membebaskan Kuwait dari cengkraman Irak di tahun 1991 dan juga perang teluk kedua yang disebut operasi “Iraqi Freedom” yang menggulingkan rezim Saddam Hussein. Namun beberapa kali kapal induk ini juga melakukan misi damai non-militer seperti ikut dalam memeriahkan Olimpiade Seoul 1988 di Korea Selatan yang tentu juga bisa berfungsi sebagai bagian dari pengamanan olimpiade tersebut.
Berikut adalah data Teknis USS Nimitz:
Tipe : Kapal Induk multi peranBobot : 97 000 ton Inggris (98 600 ton metrik)Dimensi : Panjang (333 m) Beam*) (41 m) Draft*) (11 m)Sumber Tenaga : Dua buah reaktor nuklirAwak : 5621
HMS Invincible (Inggris)
Inggris yang pada abad ke-19 merupakan raja lautan dengan sebutannya “Britain Rules The Wave” saat ini hanya mempunyai tiga kapal induk saja yaitu HMS Invincible, HMS Illustrious dan HMS Ark Royal. Ketiga kapal induk ini bertenaga konvensional dan tidak ada yang bertenaga nuklir. Dimensi kapal induk Inggris inipun jauh lebih kecil dibandingkan kapal-kapal induk AS apalagi dibandingkan USS Nimitz. Namun Inggris kini tengah mengembangkan dua kapal induk yang lebih besar, tapi tetap bertenaga konvensional non-nuklir yaitu: HMS Queen Elizabeth dan HMS Prince of Wales.
Nah, kita sekarang kita fokuskan kepada HMS Invincible yang diresmikan penggunaannya tahun 1980 ini. Walaupun pengalaman HMS Invincible tidak sekaya USS Nimitz, namun HMS Invincible ini juga mempunyai pengalaman tempur di Perang Malvinas tahun 1982. Waktu itu bersama-sama dengan kapal induk Inggris lainnya HMS Hermes yang kini sudah pensiun dari angkatan laut kerajaan Inggris dan dibeli oleh angkatan laut India dan diberi nama INS Viraat, berperan besar dalam mendukung Inggris memenangkan perang Malvinas melawan Argentina. Waktu itu kapal induk ini mengangkut 12 helikopter Sea King dan 9 pesawat tempur Sea Harrier yang terkenal waktu itu karena bisa mendarat dan lepas landas secara vertikal.
Berikut ini adalah sedikit data teknis HMS Invincible:
Tipe :Pesawat Induk tipe ringanBobot : 20 400 ton Inggris (20 700 ton metrik)Dimensi : Panjang (206 m) Beam*) (27.5 m) draft*) (7 m)Tenaga : Konvensional (Turbin gas/bahan bakar karbon)Awak : 875
Charles de Gaulle (Perancis)
Angkatan Laut Perancis saat ini hanya mempunyai dua kapal induk saja yaitu Charles de Gaulle dan Jeanne d’Arc. Jeanne d’Arc sebenarnya adalah kapal induk untuk helikopter saja atau helicopter carrier tepatnya, sehingga banyak pengamat mengatakan bahwa saat ini Perancis hanya mempunyai satu buah kapal induk saja. Namun kapal induk Perancis Charles de Gaulle ini termasuk yang paling baru dan diresmikan tahun 2001 lalu. Dan perlu diketahui bahwa Charles de Gaulle ini adalah satu-satunya kapal induk bertenaga nuklir yang dibuat di luar Amerika Serikat! Sebenarnya Perancis sebelumnya juga mempunyai dua buah kapal induk yaitu Clemenceau dan Foch masing2 buatan tahun 1961 dan 1963. Namun kini kedua kapal induk tersebut sudah pensiun dari angkatan laut Perancis, dan Foch kini telah dibeli oleh Angkatan Laut Brasil dan dinamai São Paulo. Tetapi kini Perancis tengah membangun satu lagi kapal induk yang sekelas dengan Charles de Gaulle dengan nama proyek Porte-Avions 2 dan diperkirakan selesai sekitar tahun 2014 mendatang dengan menggunakan tenaga non-nuklir atau konvensional.
Charles de Gaulle sendiri pada saat pengembangannya mengalami beberapa kendala. Pada tahun 2000 sebelum diresmikan diketahui bahwa tingkat radiasi di permukaan kapal sedikit di atas ambang keamanan akibat sistem isolasi radiasi dari tenaga nuklirnya kurang baik walaupun dapat segera diatasi. Juga baling-baling (propeller)nya pernah mengalami kerusakan sebelum diresmikan yang mengakibatkan harus digantinya baling-baling tersebut. Tahun 2001, tak lama setelah diresmikan sempat terjadi kebocoran kecil gas beracun yang menyebabkan seorang awak kapalnya pingsan. Namun setelah kejadian2 tersebut Charles de Gaulle hampir dikatakan tidak pernah lagi mengalami gangguan2 yang berarti dan siap mengabdi untuk angkatan laut Perancis.
Charles de Gaulle karena masih baru masih miskin dengan pengalaman tempur. Satu-satunya misi militer yang pernah diikutinya ialah ke lautan Hindia pada saat pasukan koalisi pimpinan AS menggulingkan pemerintahan Taliban di Afghanistan. Sedangkan di Perang Teluk kedua yang menggulingkan presiden Saddam Hussein di Irak, Charles de Gaulle tidak ambil bagian karena waktu itu pemerintah Perancis tidak mau ambil bagian di dalam pasukan koalisi yang dipimpin AS juga.
Berikut ini adalah sedikit data teknis Charles de Gaulle:
Tipe : Kapal Induk khusus kelas menengahBobot : 40 600 ton Inggris (41 250 ton metrik)Dimensi : Panjang (261.5 m) Beam*) (64 m) Draft (9.5 m)Tenaga : 2 reaktor nuklir ditambah cadangan 4 mesin diesel listrikAwak : 1600
Angkatan Laut Perancis saat ini hanya mempunyai dua kapal induk saja yaitu Charles de Gaulle dan Jeanne d’Arc. Jeanne d’Arc sebenarnya adalah kapal induk untuk helikopter saja atau helicopter carrier tepatnya, sehingga banyak pengamat mengatakan bahwa saat ini Perancis hanya mempunyai satu buah kapal induk saja. Namun kapal induk Perancis Charles de Gaulle ini termasuk yang paling baru dan diresmikan tahun 2001 lalu. Dan perlu diketahui bahwa Charles de Gaulle ini adalah satu-satunya kapal induk bertenaga nuklir yang dibuat di luar Amerika Serikat! Sebenarnya Perancis sebelumnya juga mempunyai dua buah kapal induk yaitu Clemenceau dan Foch masing2 buatan tahun 1961 dan 1963. Namun kini kedua kapal induk tersebut sudah pensiun dari angkatan laut Perancis, dan Foch kini telah dibeli oleh Angkatan Laut Brasil dan dinamai São Paulo. Tetapi kini Perancis tengah membangun satu lagi kapal induk yang sekelas dengan Charles de Gaulle dengan nama proyek Porte-Avions 2 dan diperkirakan selesai sekitar tahun 2014 mendatang dengan menggunakan tenaga non-nuklir atau konvensional.
Charles de Gaulle sendiri pada saat pengembangannya mengalami beberapa kendala. Pada tahun 2000 sebelum diresmikan diketahui bahwa tingkat radiasi di permukaan kapal sedikit di atas ambang keamanan akibat sistem isolasi radiasi dari tenaga nuklirnya kurang baik walaupun dapat segera diatasi. Juga baling-baling (propeller)nya pernah mengalami kerusakan sebelum diresmikan yang mengakibatkan harus digantinya baling-baling tersebut. Tahun 2001, tak lama setelah diresmikan sempat terjadi kebocoran kecil gas beracun yang menyebabkan seorang awak kapalnya pingsan. Namun setelah kejadian2 tersebut Charles de Gaulle hampir dikatakan tidak pernah lagi mengalami gangguan2 yang berarti dan siap mengabdi untuk angkatan laut Perancis.
Charles de Gaulle karena masih baru masih miskin dengan pengalaman tempur. Satu-satunya misi militer yang pernah diikutinya ialah ke lautan Hindia pada saat pasukan koalisi pimpinan AS menggulingkan pemerintahan Taliban di Afghanistan. Sedangkan di Perang Teluk kedua yang menggulingkan presiden Saddam Hussein di Irak, Charles de Gaulle tidak ambil bagian karena waktu itu pemerintah Perancis tidak mau ambil bagian di dalam pasukan koalisi yang dipimpin AS juga.
Berikut ini adalah sedikit data teknis Charles de Gaulle:
Tipe : Kapal Induk khusus kelas menengahBobot : 40 600 ton Inggris (41 250 ton metrik)Dimensi : Panjang (261.5 m) Beam*) (64 m) Draft (9.5 m)Tenaga : 2 reaktor nuklir ditambah cadangan 4 mesin diesel listrikAwak : 1600
Admiral Kuznetsov (Rusia)
Sungguh ironis, Uni Soviet yang dulu negara adidaya, kini setelah terpecah, dan pecahannya yang paling besar dan kuat yaitu Rusia, kini angkatan lautnya hanya mempunyai satu kapal induk saja yaitu Admiral Kuznetsov atau lengkapnya adalah Admiral Sovetskogo Soyuza Kuznetsov/Адмирал флота Советского Союза Кузнецов. Dahulu Uni Soviet sempat mempunyai kapal2 induk yang ‘ditakuti’ oleh negara2 barat seperti: Minsk dan Kiev. Namun sayang kapal-kapal induk Uni Soviet itu tidak ada yang bertenaga nuklir. Kini, kapal-kapal induk tersebut telah pensiun dari angkatan laut Rusia. Minsk sendiri akhirnya dibeli oleh China namun bukan digunakan sebagai kapal induk aktif tapi lebih dijadikan sebagai monumen angkatan laut saja.
Kapal induk satu-satunya milik Rusia kini, Admiral Kuznetsov, mulai aktif penuh tahun 1995 dan terhitung baru namun tenaga yang dipakai adalah konvensional atau non-nuklir. Kapal induk ini memang masih miskin pengalaman perang karena Rusia sejak pecah tidak pernah terlibat peperangan. Kegiatan kapal perang ini kebanyakan selama ini adalah tur ke berbagai lautan dan juga terlibat dalam latihan pernag hanya itu, apalagi Rusia yang kini juga tengah masih terlibat kesulitan keuangan membuat pengoperasian kapal induk ini juga menjadi terbatas. Admiral Kuznetsov diperkirakan akan tetap mengabdi kepada angkatan laut Rusia minimal hingga tahun 2030.
Berikut ini adalah data teknis sekilas Admiral Kuznetsov:
Tipe : Kapal induk kelas menengahBobot : 67 000 ton Inggris (68 100 ton metrik)Dimensi : Panjang (300 m) Beam*) (73 m) Draft*) (38 m)Tenaga : Turbin uap, 9 turbogenerator, 6 diesel generatorAwak : 1960
Sungguh ironis, Uni Soviet yang dulu negara adidaya, kini setelah terpecah, dan pecahannya yang paling besar dan kuat yaitu Rusia, kini angkatan lautnya hanya mempunyai satu kapal induk saja yaitu Admiral Kuznetsov atau lengkapnya adalah Admiral Sovetskogo Soyuza Kuznetsov/Адмирал флота Советского Союза Кузнецов. Dahulu Uni Soviet sempat mempunyai kapal2 induk yang ‘ditakuti’ oleh negara2 barat seperti: Minsk dan Kiev. Namun sayang kapal-kapal induk Uni Soviet itu tidak ada yang bertenaga nuklir. Kini, kapal-kapal induk tersebut telah pensiun dari angkatan laut Rusia. Minsk sendiri akhirnya dibeli oleh China namun bukan digunakan sebagai kapal induk aktif tapi lebih dijadikan sebagai monumen angkatan laut saja.
Kapal induk satu-satunya milik Rusia kini, Admiral Kuznetsov, mulai aktif penuh tahun 1995 dan terhitung baru namun tenaga yang dipakai adalah konvensional atau non-nuklir. Kapal induk ini memang masih miskin pengalaman perang karena Rusia sejak pecah tidak pernah terlibat peperangan. Kegiatan kapal perang ini kebanyakan selama ini adalah tur ke berbagai lautan dan juga terlibat dalam latihan pernag hanya itu, apalagi Rusia yang kini juga tengah masih terlibat kesulitan keuangan membuat pengoperasian kapal induk ini juga menjadi terbatas. Admiral Kuznetsov diperkirakan akan tetap mengabdi kepada angkatan laut Rusia minimal hingga tahun 2030.
Berikut ini adalah data teknis sekilas Admiral Kuznetsov:
Tipe : Kapal induk kelas menengahBobot : 67 000 ton Inggris (68 100 ton metrik)Dimensi : Panjang (300 m) Beam*) (73 m) Draft*) (38 m)Tenaga : Turbin uap, 9 turbogenerator, 6 diesel generatorAwak : 1960
Tuesday, April 8, 2008
Kapal Selam Russia Dan Kekayaan Alam Di Kawasan Kutub
Dua kapal selam Rusia yang dapat menyelam jauh ke bawah permukaan laut telah berhasil melakukan percobaan menyelam di perairan kutub. Percobaan itu merupakan bagian dari upaya Rusia mengklaim hak mineral di bawah Laut Artik.
Kantor berita Rusia Itar-Tass mengatakan, kedua kapal selam mini itu yang masing-masing diawaki seorang pemandu, diluncurkan dari sebuah kapal penelitian hari Minggu melalui sebuah lubang di permukaan lapis es kutub. Kedua kapal menyelam sampai lebih dari 1300 meter ke dasar laut sebelum kembali ke permukaan.
Dalam misi lain, dua anggota Parlemen dan seorang peneliti Rusia berkemas turun sampai ke kedalaman 4200 meter di dasar laut Artik dekat kutub utara dalam beberapa hari mendatang. Di sana mereka akan menancapkan bendera Rusia dan kapsul waktu.
Pada tahun 2001 Rusia mengajukan dokumen kepada badan perundang-undangan PBB memperluas klaimnya atas perairan di lepas pantai utara wilayahnya. Amerika berpendapat perairan itu harus terbuka bagi pelayaran internasional.
Kawasan Kutub Utara diduga menyimpan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi. Namun, selama lapisan es abadi menutupi kedua kutub bumi kekayaan alam tersebut sulit diakses.
Es abadi – itulah istilah bagi lapisan es yang menyelimuti kutub utara dan selatan bumi. Tapi lapisan tersebut kini terancam. Pemanasan global yang menyebabkan suhu rata-rata dunia naik, dapat berakibat mencairnya lapisan es yang menutupi kedua kutub. Suhu di kutub utara memang tak sedingin suhu di selatan. Suhu di kutub selatan berkisar antara minus 13 dan minus 48 derajat Celcius. Sementara, di kutub utara suhu dapat mencapai minus satu derajat Celcius di musim panas. Bila suhu di kutub udara naik sehingga melampau titik beku nol derajat Celcius, maka sebagian lapisan es dapat mencair.
Sementara pegiat lingkungan was-was mengamati perkembangan ini, lima negara yang berbatasan langsung dengan kutub utara mungkin diuntungkan menipisnya lapisan es abadi. Kelima negara itu adalah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, Denmark dan Norwegia. Peneliti Rusia memperkirakan sepuluh miliar ton minyak mentah dan gas bumi tersimpan di bawah lapisan es kutub utara, tepatnya di pegunungan bawah laut Lomonossov yang terbentang antara Greenland dan Sibiria Timur.
Sumber Daya Alam di Bawah Kutub
Ilmuwan Amerika Serikat menduga, seperempat dari persediaan minyak dan gas bumi dunia berada di bawah lapisan es Artik. Dugaan tersebut tidak didukung periset Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya Jerman Hermann Rudolf Kudrass: "Debat mengenai sumber daya alam di Arktik mungkin agak berlebihan. Dalam batas 200 mil laut dari Rusia, Kanada dan Amerika Serikat mungkin ditemukan kekayaan alam seperti minyak dan gas bumi. Tapi di luar perbatasan itu, yaitu daerah yang sudah termasuk kawasan kutub utara, beluam tentu ada sumber daya alam minyak dalam jumlah melimpah."
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Kapal selam mini Russia Mir-1 menancapkan bendera di kedalaman 4261 meter
Kelima negara yang berbatasan langsung dengan kawasan Kutub memang memiliki hak atas zona ekonomi eksklusif yang mencakup kawasan 200 mil dari batas pantai mereka. Dalam zona tersebut mereka dapat menggali sumber daya alam dan melakukan riset dengan bebas, demikian ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB. Namun, bila sejumlah persyaratan dipenuhi maka zona tersebut dapat diperluas.
Klaim Lima Negara
Rusia mencoba membuktikan klaim mereka atas kawasan kutub utara. Musim panas tahun lalu sebuah kapal selam Rusia menjelajah ke kawasan tersebut dan menancapkan bendera logam titan di dasar laut di bawah kutub utara.
Namun, aksi yang disoroti media internasional ini tak memiliki konsekuensi secara politik kata ahli hukum kelautan Universitas Kiel Alexander Proelß: "Dilihat dari segi hukum, aksi ini tidak terlalu signifikan. Seluruh kawasan perairan dunia berada di bawah hukum internasional dan pembagiannya sudah diatur. Tak ada negara yang dapat begitu saja mengklaim kepemilikan suatu kawasan dengan menancapkan benderanya. Rusia sedang berusaha membuktikan bahwa dasar laut di bawah kutub utara adalah perpanjangan dari daratan Rusia."
Perluasan Zona Ekonomi Eksklusif
Klaim perluasan zona ekonomi laut hanya sah bila suatu negara dapat membuktikan bahwa formasi geologis daratannya sama dengan struktur geologis di dasar laut. Karena itu, kapal selam Rusia juga mengambil sampel tanah dari dasar laut untuk membuktikan tuntutan mereka, Kawasan kutub utara atau tepatnya pegunungan bawah laut Lomonossov kini diperebutkan antara Rusia, Kanada dan Denmark.
Namun klaim masing-masing negara masih harus diperkuat bukti yang hanya dapat dihasilkan dengan melakukan pemboran, kata Herman Rudolf Kudrass dari Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya. Kudrass menekankan, pemboran di dasar laut: "Kapal yang mengangkut peralatan harus mempertahankan posisinya selama berhari-hari dan hanya boleh bergeser maksimal sepuluh meter. Sementara lapisan es bisa bertambah atau berkurang dua meter di seputar tempat pemboran."
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Kapal pemecah es di pelabuhan Helsinki
Kapal pengangkut peralatan tak dapat bergerak sendiri. Agar dapat mencapai titik tempat pemboran dilakukan, sebuah kapal pemecah es harus membuka jalan terlebih dahulu. Kudrass sendiri pernah mengalaminya. Ia ikut menyaksikan satu-satunya pemboran di pegunungan bawah laut Lomonossov yang merupakan bagian dari program International Ocean Drilling Program (IODP) atau program pemboran dasar laut internasional.
Program yang menelan biaya 12 juta Euro ini hanya menembus lapisan sedimen dan tidak sampai menyentuh formasi batu-batuan. Dengan begitu, belum ada pembuktian bahwa kawasan kutub utara merupakan perpanjangan landas benua salah satu negara di kawasan itu.
Hak Penambangan
Dengan naiknya suhu udara rata-rata di dunia, perdebatan mengenai hak penambangan sumber daya alam yang tersimpan di bawah lapisan es kutub utara pun memanas. Walau belum ada bukti bahwa ada persediaan minyak dan gas bumi di bawah kutub utara, lima negara yang lautnya berbatasan langsung dengan laut Artik berkepentingan untuk membuktikan klaim mereka. Kelima negara itu adalah Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Denmark dan Norwegia. Seandainya bukti tersebut ditemukan pun, penambangan dari dasar laut Artik harus dipertimbangkan.
Riset di Kutub
"Kedalaman laut rata-rata 4.000 meter, secara teknis riset di kedalaman ini masih tergolong baru. Belum jelas berapa dalam kita harus melakukan pemboran. Karena itu, harga riset ini sangat mahal. Belum lagi peraturan keamanan dan amdal yang harus dipenuhi. Sebelum melakukan riset di kawasan tersebut, semua hal itu harus dikalkulasi sebelumnya. Kalau biaya produksinya terlalu tinggi, harga jual akhir juga harus tinggi. Kalau tidak, para investor akan rugi."
Demikian dikatakan Christian Reichert yang bekerja untuk Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya di Hannover. Reichert menambahkan, masalah pemboran di dasar laut Artik tak hanya terbentur masalah teknis dan pendanaan. Sejumlah peraturan amdal pun harus dipenuhi. Sebenarnya risikonya tidak terletak pada penambangan lepas pantai tapi pada transpornya. Kecelekaan yang menyebabkan minyak dan gas bumi mengalir bebas ke laut akan berakibat fatal bagi lingkungan. Minyak mentah tersebut dapat menyerap masuk ke dalam pori-pori lapisan es. Selain itu, di kawasan kutub utara dengan suhu rata-rata di bawah nol derajat tidak ada mikro-organisme yang dapat menghancurkan lapisan minyak yang menutupi permukaan laut.
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Citra satelit European Space Agency menunjukkan menipisnya lapisan es kutub
Terlepas dari semua masalah teknis, pendanaan dan perlindungan lingkungan, kelima negara yang merasa memiliki hak atas sumber daya alam di bawah kutub utara tetap melakukan riset untuk membuktikan klaim mereka. Keputusan terakhir berada di tangan Komisi PBB yang mengatur tentang perbatasan landas kontinen atau Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS). Pakar Hukum Kelautan Alexander Proelß: "Komisi yang mengatur tentang perbatasan dataran bawah laut hanya berhak menentukan perbatasan terluar. Mereka tidak memiliki kompetensi untuk memutuskan sesuatu bila ternyata bagian daratan tersebut saling bertumpuk di bawah laut. Kesepakatan Hukum Kelautan menyatakan negara-negara yang kawasannya berbatasan langsung dengan Kutub Utara harus kembali melakukan perundingan."
Klaim Tanpa Bukti Ilmiah
Komisi PBB memberikan waktu sampai tahun 2014 untuk mengajukan hasil riset yang membuktikan klaim atas kawasan bawah laut Kutub Utara. Klaim pertama diajukan Rusia tahun 2001, namun Komisi PBB menuntut bukti ilmiah lebih banyak. Sementara keempat negara lainnya berupaya keras untuk menyelesaikan riset yang mendukung klaim masing-masing. Beberapa pengamat kuatir, perebutan hak untuk menggali sumber daya alam di dasar laut kutub utara akan menimbuklan persaingan yang mungkin memicu semacam perang dingin baru. Namun, estimasi ini tidak didukung ahli hukum kelautan Alexander Proelß:
"Kemungkinan perang dingin kembali pecah sangat kecil. Kepentingan negara-negara itu sudah disalurkan, pertama melalui komisi perbatasan, dan yang kedua, negara anggota tersebut berkewajiban bekerja sama melalui badan yang sudah ada seperti Dewan Kutub Utara. Karena itu, saya rasa perang dingin tak akan pecah karena hal ini
Kantor berita Rusia Itar-Tass mengatakan, kedua kapal selam mini itu yang masing-masing diawaki seorang pemandu, diluncurkan dari sebuah kapal penelitian hari Minggu melalui sebuah lubang di permukaan lapis es kutub. Kedua kapal menyelam sampai lebih dari 1300 meter ke dasar laut sebelum kembali ke permukaan.
Dalam misi lain, dua anggota Parlemen dan seorang peneliti Rusia berkemas turun sampai ke kedalaman 4200 meter di dasar laut Artik dekat kutub utara dalam beberapa hari mendatang. Di sana mereka akan menancapkan bendera Rusia dan kapsul waktu.
Pada tahun 2001 Rusia mengajukan dokumen kepada badan perundang-undangan PBB memperluas klaimnya atas perairan di lepas pantai utara wilayahnya. Amerika berpendapat perairan itu harus terbuka bagi pelayaran internasional.
Kawasan Kutub Utara diduga menyimpan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi. Namun, selama lapisan es abadi menutupi kedua kutub bumi kekayaan alam tersebut sulit diakses.
Es abadi – itulah istilah bagi lapisan es yang menyelimuti kutub utara dan selatan bumi. Tapi lapisan tersebut kini terancam. Pemanasan global yang menyebabkan suhu rata-rata dunia naik, dapat berakibat mencairnya lapisan es yang menutupi kedua kutub. Suhu di kutub utara memang tak sedingin suhu di selatan. Suhu di kutub selatan berkisar antara minus 13 dan minus 48 derajat Celcius. Sementara, di kutub utara suhu dapat mencapai minus satu derajat Celcius di musim panas. Bila suhu di kutub udara naik sehingga melampau titik beku nol derajat Celcius, maka sebagian lapisan es dapat mencair.
Sementara pegiat lingkungan was-was mengamati perkembangan ini, lima negara yang berbatasan langsung dengan kutub utara mungkin diuntungkan menipisnya lapisan es abadi. Kelima negara itu adalah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, Denmark dan Norwegia. Peneliti Rusia memperkirakan sepuluh miliar ton minyak mentah dan gas bumi tersimpan di bawah lapisan es kutub utara, tepatnya di pegunungan bawah laut Lomonossov yang terbentang antara Greenland dan Sibiria Timur.
Sumber Daya Alam di Bawah Kutub
Ilmuwan Amerika Serikat menduga, seperempat dari persediaan minyak dan gas bumi dunia berada di bawah lapisan es Artik. Dugaan tersebut tidak didukung periset Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya Jerman Hermann Rudolf Kudrass: "Debat mengenai sumber daya alam di Arktik mungkin agak berlebihan. Dalam batas 200 mil laut dari Rusia, Kanada dan Amerika Serikat mungkin ditemukan kekayaan alam seperti minyak dan gas bumi. Tapi di luar perbatasan itu, yaitu daerah yang sudah termasuk kawasan kutub utara, beluam tentu ada sumber daya alam minyak dalam jumlah melimpah."
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Kapal selam mini Russia Mir-1 menancapkan bendera di kedalaman 4261 meter
Kelima negara yang berbatasan langsung dengan kawasan Kutub memang memiliki hak atas zona ekonomi eksklusif yang mencakup kawasan 200 mil dari batas pantai mereka. Dalam zona tersebut mereka dapat menggali sumber daya alam dan melakukan riset dengan bebas, demikian ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB. Namun, bila sejumlah persyaratan dipenuhi maka zona tersebut dapat diperluas.
Klaim Lima Negara
Rusia mencoba membuktikan klaim mereka atas kawasan kutub utara. Musim panas tahun lalu sebuah kapal selam Rusia menjelajah ke kawasan tersebut dan menancapkan bendera logam titan di dasar laut di bawah kutub utara.
Namun, aksi yang disoroti media internasional ini tak memiliki konsekuensi secara politik kata ahli hukum kelautan Universitas Kiel Alexander Proelß: "Dilihat dari segi hukum, aksi ini tidak terlalu signifikan. Seluruh kawasan perairan dunia berada di bawah hukum internasional dan pembagiannya sudah diatur. Tak ada negara yang dapat begitu saja mengklaim kepemilikan suatu kawasan dengan menancapkan benderanya. Rusia sedang berusaha membuktikan bahwa dasar laut di bawah kutub utara adalah perpanjangan dari daratan Rusia."
Perluasan Zona Ekonomi Eksklusif
Klaim perluasan zona ekonomi laut hanya sah bila suatu negara dapat membuktikan bahwa formasi geologis daratannya sama dengan struktur geologis di dasar laut. Karena itu, kapal selam Rusia juga mengambil sampel tanah dari dasar laut untuk membuktikan tuntutan mereka, Kawasan kutub utara atau tepatnya pegunungan bawah laut Lomonossov kini diperebutkan antara Rusia, Kanada dan Denmark.
Namun klaim masing-masing negara masih harus diperkuat bukti yang hanya dapat dihasilkan dengan melakukan pemboran, kata Herman Rudolf Kudrass dari Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya. Kudrass menekankan, pemboran di dasar laut: "Kapal yang mengangkut peralatan harus mempertahankan posisinya selama berhari-hari dan hanya boleh bergeser maksimal sepuluh meter. Sementara lapisan es bisa bertambah atau berkurang dua meter di seputar tempat pemboran."
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Kapal pemecah es di pelabuhan Helsinki
Kapal pengangkut peralatan tak dapat bergerak sendiri. Agar dapat mencapai titik tempat pemboran dilakukan, sebuah kapal pemecah es harus membuka jalan terlebih dahulu. Kudrass sendiri pernah mengalaminya. Ia ikut menyaksikan satu-satunya pemboran di pegunungan bawah laut Lomonossov yang merupakan bagian dari program International Ocean Drilling Program (IODP) atau program pemboran dasar laut internasional.
Program yang menelan biaya 12 juta Euro ini hanya menembus lapisan sedimen dan tidak sampai menyentuh formasi batu-batuan. Dengan begitu, belum ada pembuktian bahwa kawasan kutub utara merupakan perpanjangan landas benua salah satu negara di kawasan itu.
Hak Penambangan
Dengan naiknya suhu udara rata-rata di dunia, perdebatan mengenai hak penambangan sumber daya alam yang tersimpan di bawah lapisan es kutub utara pun memanas. Walau belum ada bukti bahwa ada persediaan minyak dan gas bumi di bawah kutub utara, lima negara yang lautnya berbatasan langsung dengan laut Artik berkepentingan untuk membuktikan klaim mereka. Kelima negara itu adalah Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Denmark dan Norwegia. Seandainya bukti tersebut ditemukan pun, penambangan dari dasar laut Artik harus dipertimbangkan.
Riset di Kutub
"Kedalaman laut rata-rata 4.000 meter, secara teknis riset di kedalaman ini masih tergolong baru. Belum jelas berapa dalam kita harus melakukan pemboran. Karena itu, harga riset ini sangat mahal. Belum lagi peraturan keamanan dan amdal yang harus dipenuhi. Sebelum melakukan riset di kawasan tersebut, semua hal itu harus dikalkulasi sebelumnya. Kalau biaya produksinya terlalu tinggi, harga jual akhir juga harus tinggi. Kalau tidak, para investor akan rugi."
Demikian dikatakan Christian Reichert yang bekerja untuk Institut Ilmu Geologi dan Sumber Daya di Hannover. Reichert menambahkan, masalah pemboran di dasar laut Artik tak hanya terbentur masalah teknis dan pendanaan. Sejumlah peraturan amdal pun harus dipenuhi. Sebenarnya risikonya tidak terletak pada penambangan lepas pantai tapi pada transpornya. Kecelekaan yang menyebabkan minyak dan gas bumi mengalir bebas ke laut akan berakibat fatal bagi lingkungan. Minyak mentah tersebut dapat menyerap masuk ke dalam pori-pori lapisan es. Selain itu, di kawasan kutub utara dengan suhu rata-rata di bawah nol derajat tidak ada mikro-organisme yang dapat menghancurkan lapisan minyak yang menutupi permukaan laut.
Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Citra satelit European Space Agency menunjukkan menipisnya lapisan es kutub
Terlepas dari semua masalah teknis, pendanaan dan perlindungan lingkungan, kelima negara yang merasa memiliki hak atas sumber daya alam di bawah kutub utara tetap melakukan riset untuk membuktikan klaim mereka. Keputusan terakhir berada di tangan Komisi PBB yang mengatur tentang perbatasan landas kontinen atau Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS). Pakar Hukum Kelautan Alexander Proelß: "Komisi yang mengatur tentang perbatasan dataran bawah laut hanya berhak menentukan perbatasan terluar. Mereka tidak memiliki kompetensi untuk memutuskan sesuatu bila ternyata bagian daratan tersebut saling bertumpuk di bawah laut. Kesepakatan Hukum Kelautan menyatakan negara-negara yang kawasannya berbatasan langsung dengan Kutub Utara harus kembali melakukan perundingan."
Klaim Tanpa Bukti Ilmiah
Komisi PBB memberikan waktu sampai tahun 2014 untuk mengajukan hasil riset yang membuktikan klaim atas kawasan bawah laut Kutub Utara. Klaim pertama diajukan Rusia tahun 2001, namun Komisi PBB menuntut bukti ilmiah lebih banyak. Sementara keempat negara lainnya berupaya keras untuk menyelesaikan riset yang mendukung klaim masing-masing. Beberapa pengamat kuatir, perebutan hak untuk menggali sumber daya alam di dasar laut kutub utara akan menimbuklan persaingan yang mungkin memicu semacam perang dingin baru. Namun, estimasi ini tidak didukung ahli hukum kelautan Alexander Proelß:
"Kemungkinan perang dingin kembali pecah sangat kecil. Kepentingan negara-negara itu sudah disalurkan, pertama melalui komisi perbatasan, dan yang kedua, negara anggota tersebut berkewajiban bekerja sama melalui badan yang sudah ada seperti Dewan Kutub Utara. Karena itu, saya rasa perang dingin tak akan pecah karena hal ini
Kapal selam Russia kelas KILO (636)
Seperti diberitakan di beberapa Media sebelumnya, Indonesia berencana membeli kapal selam baru dari Russia yang dimasukkan dalam satu paket pembelian alutsista. Rumor yang beredar, dari 2 unit yang di pesan TNI-AL akhirnya direvisi hanya 1 unit. Dengan pertimbangan harga yang ditawarkan Russia cukup mahal, sehingga bisa di kopensasikan untuk alutsista lainnya.Kapal selam yang dipesan TNI-AL nantinya merupakan kapal selam bertenaga diesel elektik yang telah dimodernisasi dari kelas Kilo. Ada 2 type dari kelas Kilo yang diprosuksi Russia, yang dipilih TNI-AL type 636/ project 636. Berikut ulasannya.SejarahKilo adalah nama kelas yang diberikan NATO untuk kapal selam militer bertenaga diesel buatan Rusia. Versi asli dari kapal selam ini di Rusia dikenal dengan nama Project 877. Kapal selam kelas ini juga memiliki versi yang lebih baru yang dikenal dengan nama Improved Kilo dan di Rusia dikenal dengan Project 636.Berfungsi sebagai anti kapal permukaan dan anti kapal selam dan beroperasi di perairan dangkal. Kapal selam kelas kilo mampu beroperasi dengan tenang. Project 636 dikenal sebagai salah satu kapal selam yang menghasilkan suara terlemah di dunia.Kapal selam pertama kelas kilo untuk angkatan laut Uni Sovyet beroperasi pada tahun 1982. Angkata laut Rusia masih memiliki kapal selam kelas ini. Angkatan laut Rusia per tahun 2000 dilaporkan memiliki 14 buah kapal selam kelas ini termasuk 7 cadangan. 21 buah diekspor ke beberapa negara : Aljazair (2 kelas Kilo), China (2 kelas Kilo, 2 kelas Improved Kilo, dan 8 kelas Improved Kilo dalam pesanan), India (10 kelas Kilo), Iran (3 kelas Kilo), Polandia (1 kelas Kilo - ORP Orzel (kelas Kilo), Rumania (1 kelas Kilo, dalam keadaan tidak operasional) dan Indonesia (1 kelas Improved Kilo dalam pesanan).SpesifikasiAda beberapa varian kelas Kilo sehingga spesifikasi berikut mungkin tidak cocok untuk semua varian. Berikut adalah spesifikasi secara kasar.• Bobot : 2.300-2.350 ton ketika mengapung. 3.000-4.000 tons ketika menyelam.• Dimensi : Panjang : 70-74 meter.• Beam: 9.9 meter.• Draft: 6.2-6.5 meter.• Kecepatan maksimum: 10-12 knot ketika mengapung. 17-25 knot ketika menyelam.• Sistem propulsi : Diesel elektrik.• Kedalaman maksimum : 300 meter (operasional : 240-250 meter).• Ketahanan : 400 mil ketika menyelam dengan kecepatan 3 knot. 6.000 mil ketika mengapung dengan kecepatan 7 know. (7.500 mil pada kelas Improved Kilo). 45 hari di laut.• Persenjataan Pertahanan udara : 8 roket permukaan ke udara SA-N-8 Gremlin atau SA-N-10 Gimlet.• Torpedo : 18 torpedo atau 24 ranjau, enam buah tabung torpedo 533mm.
Russia Menempatkan Lebih dari 30 Alutsista Baru Sepanjang Januari-Juni 2007
MOSCOW, 3/8 (RIA Novosti) - "Komisi Pertahanan Russia telah menempatkan lebih dari 30 tipe alutsista baru dari advanced weapon systems di smester pertama 2007 ini", demikian dikatakan mentri pertahanan Jumat (3/8)."36 tipe alutsista modern telah ditempatkan Russian Armed Forces (RAF) diawal semester 2007," ujar Anatoly Serdyukov.Menhan Russia mengatakan, alutsista ini termasuk kapal selam berpeluncur SINEVA balistic missil (R-29RM), kompek pertahanan udara S-400 Triumf, dan 120-mm NONA SM-1 towed mortar untuk kekuatan AD.R-29RM Sineva (NATO codename SS-N-23) di desain untuk digunakan pada kapal selam Russia kelas Delta IV, tiap-tiap kapal selam mampu membawa 16 missil. Termasuk 4 hulu ledak nuklir dengan jarak jangkau 8,500 kilometer.Serdyukov juga mengatakan, Russia telah berhasil menguji peluncur 'YARTS' (Land-Based Ballistic Missile), sebagai peluncur laut BULAVA ballistic missil dan X-102 airborne missile."Kami telah memasuki uji akhir untuk keseluruhan jenis missil," ujarnya.Sebagai tambahan, Russia juga berhasil menguji versi terbaru ISKANDER-M ballistic missil, yang kapabel membawa multiple warheads (beberapa hululedak) dan 2 peluncur satelit komunikasi dan intai mata-mata, tambah mentri pertahanan.
Rusia Modernisasi Armada MiG-31
Rusia berencana memodernisasi armada jet tempur interseptornya, MiG-31 Foxhound
MiG-31.
Foto: testpilot.rusehingga bisa digunakan untuk 25 tahun ke depan. Demikian Kepala Staf AU Rusia, Jenderal Vladimir Mikhailov menyatakan hal tersebut segaimana dikutip Ria Novosti (2/11).
Dengan modernisasi itu, MiG-31 akan meningkat kemampuan tempurnya sebagai garda pertahanan udara. Pesawat akan dimodernisasi sedemikian rupa sehingga berkemampuan stealth. "Pesawat juga akan dilengkapi rudal yang mampu menghancurkan target dari jarak lebih 200 km," kata Mikhailov. Proses modernisasi akan dikerjakan di Sokol Aircraft Plant di Nizhny, Novgorod, Rusia Pusat.
Dengan modernisasi tersebut, MiG-31 akan menjadi andalan Rusia dalam menghadapi semua jet tempur generasi kelima baik dari sisi performa maupun kemampuan persenjataan dan elektronikanya.
Sejak diproduksi tahun 1978 hingga saat ini terdapat sekitar 500 unit MiG-31. Sebanyak 370 unit diantaranya dioperasikan oleh AU Rusia. Bila modernisasi ini berjalan mulus, direncanakan the new MiG-31 akan mulai masuk dinas pada tahun 2015.
MiG-31.
Foto: testpilot.rusehingga bisa digunakan untuk 25 tahun ke depan. Demikian Kepala Staf AU Rusia, Jenderal Vladimir Mikhailov menyatakan hal tersebut segaimana dikutip Ria Novosti (2/11).
Dengan modernisasi itu, MiG-31 akan meningkat kemampuan tempurnya sebagai garda pertahanan udara. Pesawat akan dimodernisasi sedemikian rupa sehingga berkemampuan stealth. "Pesawat juga akan dilengkapi rudal yang mampu menghancurkan target dari jarak lebih 200 km," kata Mikhailov. Proses modernisasi akan dikerjakan di Sokol Aircraft Plant di Nizhny, Novgorod, Rusia Pusat.
Dengan modernisasi tersebut, MiG-31 akan menjadi andalan Rusia dalam menghadapi semua jet tempur generasi kelima baik dari sisi performa maupun kemampuan persenjataan dan elektronikanya.
Sejak diproduksi tahun 1978 hingga saat ini terdapat sekitar 500 unit MiG-31. Sebanyak 370 unit diantaranya dioperasikan oleh AU Rusia. Bila modernisasi ini berjalan mulus, direncanakan the new MiG-31 akan mulai masuk dinas pada tahun 2015.
MiG-31 The Super Foxbat
Gara-gara Belenko bilang bahwa pesawat incaran AS itu adalah super Foxbat, jadilah AS dan NATO kelabakkan. Rudal mana yang bisa menembus pertahanan udara Rusia jika monster satu ini mampu terbang supersonik di permukaan Bumi?
Mikoyan-Gurevich MiG-31 Foxhound pantas disebut sebagai salah satu interceptor paling tangguh yang masih operasional saat ini. Kekaguman atas ketangguhannya meliputi performa, persenjataan dan avionik. Walau sudah terbang sejak 30 tahun silam, monster kilat satu ini masih diakui sebagai salah satu elemen pertahanan udara terhebat Rusia. Dibentuk sebagai tulang punggung sejak masa Perang Dingin, MiG-31 Foxhound masih akan menjaga pos-pos strategis pertahanan udara Rusia pada abad 21 ini.
Soviet memulai riset pengembangan pesawat berkemampuan jarak jauh untuk menggantikan Tupolev Tu-28 dan MiG-25 Foxbat. Riset ini dimulai akhir 1960. Selain itu, proyek juga dimaksudkan untuk mencari penangkal ancaman rudal jelajah ketinggian rendah yang diluncurkan dari pesawat AS dan NATO, pembom B-52 atau B-1. Hanya saja karena kelahiran MiG-25 terpancing oleh rencana kelahiran pembom berkecepatan Mach 3 B-70 Valkyrie, kehadirannya jadi tidak efektif untuk menangkal pembom NATO.
Kondisinya makin runyam menyusul diubahnya taktik penggelaran pesawat tempur dan pembom NATO sejak 1960-an. Pesawat-pesawat Barat lebih memilih terbang rendah guna menghindari ancaman rudal darat ke udara (SAM). Sementara rudal jelajah terbaru yang digunakan Barat berkemampuan terbang rendah pada kecepatan tinggi, hingga membuatnya susah dicegat. Sudah jelas, MiG-25 tidak siap untuk mencegat rudal yang datang pada kecepatan supersonik di ketinggian rendah.
Fakta inilah yang mendasari kenapa Rusia butuh jet pencegat yang mampu beroperasi pada berbagai level ketinggian dengan kecepatan supersonik. Dengan demikian, semua target yang ada, sebesar apapun, akan mampu dilibas.
Kebutuhan ini langsung direstui Kremlin. Dimulai pada 1967, proyek ini diberi nama MiG-31. Pada 24 Mei 1968, Pemerintah Soviet mengirimkan order produksi untuk prototipe Ye-155MP. Saat itu MiG-31 mengusung radar Zaslon yang mampu mendeteksi semua tipe target terbang pada jarak jauh dan di berbagai ketinggian. Dengan demikian, MiG-31 bersifat independen dari ground control. Dalam kondisi normal operator radar belakang bertugas menuntun pilot ke target, namun MiG-31 juga bisa dipandu dari bawah menggunakan digital datalink.
Ye-155MP (serial 831) terbang perdana 16 September 1975 dengan pilot uji kepala Aleksandr Fedotov di kokpit (Fedotov dan krunya gugur ketika MiG-31 jatuh setelah mengalami kegagalan sistem pada 4 April 1984). Prototipe kedua (serial 832) yang terbang 22 April tahun berikutnya, masih dipiloti Fedotov. Pesawat ini selain sudah dilengkapi avionik lengkap termasuk radar Zaslon dan sensor infra merah, luas sayap juga sudah dikurangi dan fin di bawah sayap yang lebih kecil.
Pada 1977 dua pesawat pra-produksi dibuat oleh Sokol Aviation Manufacturing Plant di Nizhny Novgorod. Pesawat pertama terbang 30 Juni dan kembarannya 13 Juli. Dibanding dua prototipe sebelumnya, pesawat ini terlihat beda. Bentangan flaps meningkat, sayap direvisi, ekor tegak lebih tinggi dan pemasangan kanon GSh-6-23 masing-masingnya mengusung enam laras kaliber 23 mm.
Mei 1977 menandakan dimulainya pengujian resmi putaran pertama yang berakhir Desember 1978. Mengikuti hasil yang memuaskan dengan salah satu hasil MiG-31 mampu menjejak tidak kurang dari 10 target secara simultan, produksi akhirnya diputuskan untuk dimulai di Sokol pada 1979.
Beragam varian pesawat digunakan selama pengujian MiG-31. Termasuk dua Tu-104 sebagai platform uji radar Zaslon, MiG-21 untuk pengembangan rudal R-33 serta tiga MiG-25 untuk rudal R-33, mesin dan integrasi avionik. Putaran kedua uji resmi dimulai September 1979 dan berakhir setahun kemudian.
Setelah merampungkan putaran kedua uji resmi yang dimulai September 1979 hingga setahun kemudian, MiG-31 diputuskan untuk memulai tahap produksi. Sejak produksi dimulai 1979, 450 Foxhound dibuat hingga produksi terakhir diserahkan April 1994.
Pesawat pertama dikirim ke AU Soviet pada 1981 dan beroperasi tiga tahun kemudian. Sampai akhir 1980-an, MiG-31 beroperasi dari 11 resimen pertahanan udara untuk menggantikan MiG-23, Su-15 dan Tu-28. Pada 1987, lebih dari 150 MiG-31 digelar di penjuru negeri, khususnya di timur dan barat Soviet.
Penampakkan pertama Sekitar 315 MiG-31 diyakini masih aktif di jajaran pertahanan udara Rusia. Sekitar 34 di antaranya tertinggal di Kazakhstan, tepatnya di pangkalan di Semipalatinsk, menyusul ambruknya Uni Soviet. Walau dari segi teknologi sudah terbilang ketinggalan, pabrikan Sokol sepakat untuk siap memproduksi kembali tandingan F-15E Strike Eagle ini mesti dalam jumlah terbatas. Hanya saja sejauh ini seperti dilaporkan AirForces Monthly (12/2006), belum satu pun order diterima meski Iran dan Syria menunjukkan minat terhadap monster satu ini.
Bagi dunia Barat, tabir MiG-31 mulai tersibak sejak pembelotan pilot Viktor Ivonovich Belenko dengan mendaratkan MiG-25 di Jepang, September 1976. Saat diinterogasi otoritas AS, Belenko mengungkapkan keberadaan MiG-31. "MiG-31 is a super Foxbat with two seats, a strengthened fuselage and powerful look-down/shoot down radar," jelas Belenko. Sejak itu, AS dan NATO gigih melacak keberadaan si super Foxbat. Seperti apa gerangan dan secepat apa terbangnya?
Hingga satu hari di tahun 1978, satelit mata-mata AS menangkap sebuah prototipe atau mungkin sebuah pesawat praproduksi terbang di ketinggian 6.000 m. "Benda" aneh itu terpantau tengah menyegat rudal jelajah (target drone) di ketinggian 60 m dan pada jarak 20 km dari MiG-31. Tahun 1982 NATO akhirnya mengimbuhkan nama Foxhound kepada MiG-31. Barulah pada 1985, pihak Barat punya foto bukti ketika pilot AU Norwegia mengintersep Foxhound di atas Laut Barents sambil tak lupa mengarahkan kameranya. Akhirnya pada Paris Airshow 1991, Rusia untuk pertama kali mempertontonkan MiG-31 di depan mata rivalnya.
Seperti roket Walau MiG-31 selintas mirip MiG-25, pesawat ini sepenuhnya baru. Bisa dilihat dari konfigurasi dasarnya high-mounted swept wing, air intake empat persegi yang diagonal di kedua sisi, dua sirip perut di bawah ekor dan dua lagi sirip meruncing di kedua sisi mesin. Perbedaan menyolok lainnya ada pada LERX (Leading Edge Root Extension) yang mempunyai sudut bujur (sweep angle) 70 derajat. Kedua sayap didesain swept back 41 derajat. MiG-31 juga mengusung airframe sama sekali baru yang diperkuat hingga 5 g (gravitasi). Bandingkan dengan MiG-25 yang hanya 4,5 g. Itulah alasan mengapa MiG-31 mampu melaju supersonik di ketinggian rendah. Bahkan untuk sea level, jet ini mampu melesat Mach 1,2.
Soal airframe, jabarannya begini. Sekitar 49% arcwelded nickel steel, 33% light metal alloy, 16% titanium dan 2% composite. Dengan komposisi badan seperti ini, MiG-31 lebih ringan dari pesaingnya namun jelas lebih berat dari MiG-25. Sejumlah pilot yang pernah menerbangkan MiG-31 mengaku takjub. Canggih, kencang, bisa jarak jauh dan menanjak seperti roket, begitu kesan mereka.
Roda pendarat tak lepas dari perhatian. Sama sekali baru dengan pola segitiga. Karena bobotnya yang berat, setiap roda menerapkan sistem ganda. Baik roda depan maupun roda pendarat utama. Yang unik di main landing gear. Setiap roda dipasang ganda dengan bentuk menyilang. Roda ini masuk ke kompartemen penyimpan roda dengan cara naik ke depan, ke arah air intake. Dengan bentuk unik dan cara menggelinding saling memperkuat, membuat MiG-31 mampu dioperasikan dari lapangan bersalju maupun tradisional. Masih karena performanya, rem udara (air brake) mini tergantung di depan engine intake. Unik memang dan sistem penahan laju ini masih diperkuat sepasang parasut yang ditempatkan di bagian atas mesin.
Salah satu syarat penting MiG-31 sebenarnya bukan lagi bagaimana menaikkan kecepatan tetapi bagaimana menambah jarak jangkau terbang. Jawabannya tentu saja ada pada mesin yang lebih efisien. Sepasang mesin Soloviev D-30F6 turbofan dipilih karena setiap mesin mampu menyemburkan tenaga sebesar 20.945 pon (93,16kN). Akan mencapai 34.170 pon (151,99kN) jika menggunakan afterburning.
D-30F6 sebenarnya bukanlah mesin baru, karena sudah dikembangkan untuk komersial dan mengadopsi bahan bakar high density T6. Hanya saja karena ukurannya yang besar (panjang 7.040 mm, diameter 1.020 mm) dan kapasitas besar, air intake mesti diperluas untuk mampu memasok udara yang dibutuhkan.
Pembesaran bodi MiG-31 juga diperlukan untuk menampung lebih banyak bahan bakar hingga mencapai 19.940 liter. Bahan bakar ini dipilah-pilah di tujuh tangki bodi, empat tanki sayap dan dua tangki lagi di fin. Jika masih diperlukan, ditambahkan tangki di setiap sayap dengan kapasitas masing-masing 2.500 liter.
Avionik Awalnya para perancang menginginkan kedua kru duduk secara berdampingan (side by side) sebelum akhirnya diputuskan sistem tandem. Pilot di depan dan "pilot kedua" (weapons system officer) di belakang. Kanopi didesain mandiri untuk setiap kru. Untuk kanopi belakang, ditambahkan jendela kecil yang kurang menguntungkan untuk memantau kondisi luar bagi rear crew. Sebagai kompensasi operator radar dilengkapi retractable periscope. Sebagaimana lazimnya di pesawat tempur berkursi tandem, kru kedua juga mampu menerbangkan pesawat dalam keadaan emerjensi.
Soal keamanan terbang, kursi lontar zero-zero Zvezda K-36DM tak diragukan kemampuannya. Menyatu dengan kursi adalah bantal pemijat untuk menjamin pilot tetap nyaman saat melaksanakan patroli jarak jauh. Tak hanya itu, juga tersedia pemanas punggung untuk alasan serupa.
Salah satu kunci kesuksesan MiG-31 adalah avionik digital versi terakhir dan radar jarak jauh. Sensor utamanya adalah NIIP Zaslon S-800 yang mampu memindai secara elektronik dan mengatur penembakkan.
Sebagai radar pertama yang dioperasikan, radar ini memberi pengecualian, dengan mampu mengendus target sejauh 124 km kedepan dan 90 km ke belakang. Saat bersamaan Zaslon akan melacak target sejauh 120 km. Zaslon disebut sebagai radar Soviet pertama berkemampuan look down shoot down. Pasalnya radar ini mampu melacak 10 target secara bersamaan dan "menghadiahi" empat di antaranya dengan rudal R-33 Vympel (versi terbaru R-37). Begitulah cara kerja komputer misi digital Argon 15. Penting diungkap juga dukungan sistem komunikasi APD-518 digital air to air datalinks. Kelebihannya adalah, ketika empat pesawat terbang dalam formasi grup pencegat, pesawat komando bisa tersambung dengan jaringan pemandu otomatis AK-RLDN di darat. Sementara pesawat lainnya mendapat pasokan informasi dari pesawat komando. Dengan formasi dua-dua, sapuan radarnya akan terakumulasi jadi seluas 900 km.
Untuk optimalisasi misi, datalinks terhubung dengan radar terbang (AWACS) Antonov An-50 Mainstay. Selain itu MiG-31 juga dilengkapi MB5U15K air to ground tactical datalink dan jalur komando BAN-75.
Begitu pula avionik navigasi yang sangat sempurna untuk mendukung MiG-31 terbang ke wilayah udara Arctic guna mencari pesawat Barat yang mengancam. Bayangkan terbang di hamparan Kutub Utara yang tak bersahabat. Untuk itu sistem avionik navigasi canggih jadi syarat tak terbantahkan. Terdiri dari navigasi radio jarak jauh Marshrut dan jarak menengah Tropik (sebanding dengan Omega dan Loran di AS). Hal-hal lainnya adalah voice warning system, intercom and radar homing and warning system (RHAWS). Sementara alat bela diri elektronik diperkuat UV-3A flares dispensers. Tak seperti MiG-25, MiG-31 dilengkapi internal gun GSh-6-23M enam laras Gatling kaliber 23 mm.
Sebagai keputusan Rusia untuk mempertahankan MiG-31 minimal hingga 2010, dipastikan akan dilakukan sejumlah upgrading di kemudian hari. Apapun itu, pencegat tercepat ini akan tetap terbang hingga beberapa tahun ke depan, mengawal ruang udara Rusia.
Varian:
MiG-31BSetelah varian pertama MiG-31A, MiG-31B dengan perkuatan radar Zaslon-A, ECM, electronic warfare, meningkatkan rudal R-40TD dan R-60, upgrade R-33, flight refueling probe dan meningkatkan sistem navigasi jarak jauh A-723 kompatibel dengan Loran/Omega dan stasiun darat Chaika. MiG-31B "tua" di-upgrade jadi MiG-31BS dan Juli 2000, setengah dari 280 aset AU di-upgrade.
MiG-31ENama untuk versi ekspor Foxhound A. Pengurangan pada sistem, tidak ada jammer aktif, pemangkasan IFF dan radar. Ditawarkan ke Cina dan India. Satu-satunya prototipe varian ini terlihat pada 1997, itu pun akhirnya dibatalkan. MiG-31 Eh. Eh berarti ekspor, ditawarkan ke Cina tahun 2000 dan diumumkan di Zhuhai Air Show 2000. Sepertinya juga batal.
MiG-31FDiproyeksikan sebagai multi role interceptor dan fighter-bomber dengan mampu membawa TV, radar dan rudal udara ke permukaan berpenuntun laser.
MiG-31BMDiambil dari MiG-31F, merupakan varian defense suppression dan serangan darat. Demonstratornya terlihat tahun 1998 dan dibuat untuk menggantikan MiG-31M. Jika umumnya MiG-31 upgrade mendapat perkuatan struktur untuk meningkatkan masa pakai, tidak jelas apakah MiG-31BM juga mendapatkannya. Dua MiG-31BM dibuat dan prototipenya dipublikasikan pada 1999.
MiG-31DDikhususkan sebagai platform pembaca rudal antisatelit. Gampang dikenali dari bagian perut yang rata. Setelah uji terbang 1987, produksinya dibatalkan.
MiG-31FE/MFVarian yang disiapkan sebagai versi ekspor dari MiG-31BM atau MiG-31F.
MiG-31LLLL yang merupakan singkatan dari "laboratorium terbang" dalam bahasa Rusia, dibuat sebagai pesawat uji di pusat uji terbang Zhukovsky. Salah satunya sebagai penguji kursi lontar. Juga dilaporkan dipasangi kamera di wingtips.
MiG-31M Foxhound BVersi canggih yang belum diproduksi walau sudah terbang pada 21 Desember 1985. Sentuhan radikal terlihat pada mesin, akomodasi, avionik, navigasi, senjata, bahan bakar dan struktur. Prototipe pertama yang diproduksi dari konversi MiG-31B, jatuh pada 9 Agustus 1991.
MiG-31SDitargetkan untuk mengisi kebutuhan komersial pesawat peluncur satelit kecil.
Fakta MiG-31- Berat total MiG-31 sebanding dengan berat 4 MiG-29 kondisi kosong atau 2 pembom Canberra.- Kanon GSh-23 mampu menembakkan 6.000-8.000 peluru/menit.- Mampu menembak jatuh rudal jelajah di ketinggian rendah dari jarak 20 km dan ketinggian 6 km.
Missile Notes1. R-37 (NATO = AA-X-13) rudal jarak jauh (150 km). 2. R-77 (NATO = AA-12) rudal udara ke udara (75 km).3. Kh-29L (NATO = AS-14) rudal udara ke permukaan (10 km)4. R-40 rudal jarak sedang (78 km) dan rudal jarak dekat R-60 (12 km) serta beberapa jenis rudal lagi.
SpesifikasiKarakteristik umum· Kru: Two · Panjang: 22,69 m (74 kaki 5 in)· Rentang sayap: 13,46 m (44 kaki 2 in)· Tinggi: 6,15 m (20 kaki 2 in)· Wing area: 61,6 m² (663 kaki)· Berat kosong: 21.820 kg (48,100 lb)· Berat termuat: 41.000 kg (90,400 lb)· MTOW: 46.200 kg (101,900 lb)· Mesin: 2× Soloviev D-30F6 afterburning turbofans Performa· Kecepatan maks: 1.500 km/jam clean at sea level, 3.000 km/jam (1.860 mph) di ketinggian· Combat radius: 720 km · Ferry range: 3.300 km · Ketinggian: 20.600 m · Rate of climb: 208 m/detik· Wing loading: 666 kg/m² · Thrust weight: 0.85· Maximum g-load: 5 g
Mikoyan-Gurevich MiG-31 Foxhound pantas disebut sebagai salah satu interceptor paling tangguh yang masih operasional saat ini. Kekaguman atas ketangguhannya meliputi performa, persenjataan dan avionik. Walau sudah terbang sejak 30 tahun silam, monster kilat satu ini masih diakui sebagai salah satu elemen pertahanan udara terhebat Rusia. Dibentuk sebagai tulang punggung sejak masa Perang Dingin, MiG-31 Foxhound masih akan menjaga pos-pos strategis pertahanan udara Rusia pada abad 21 ini.
Soviet memulai riset pengembangan pesawat berkemampuan jarak jauh untuk menggantikan Tupolev Tu-28 dan MiG-25 Foxbat. Riset ini dimulai akhir 1960. Selain itu, proyek juga dimaksudkan untuk mencari penangkal ancaman rudal jelajah ketinggian rendah yang diluncurkan dari pesawat AS dan NATO, pembom B-52 atau B-1. Hanya saja karena kelahiran MiG-25 terpancing oleh rencana kelahiran pembom berkecepatan Mach 3 B-70 Valkyrie, kehadirannya jadi tidak efektif untuk menangkal pembom NATO.
Kondisinya makin runyam menyusul diubahnya taktik penggelaran pesawat tempur dan pembom NATO sejak 1960-an. Pesawat-pesawat Barat lebih memilih terbang rendah guna menghindari ancaman rudal darat ke udara (SAM). Sementara rudal jelajah terbaru yang digunakan Barat berkemampuan terbang rendah pada kecepatan tinggi, hingga membuatnya susah dicegat. Sudah jelas, MiG-25 tidak siap untuk mencegat rudal yang datang pada kecepatan supersonik di ketinggian rendah.
Fakta inilah yang mendasari kenapa Rusia butuh jet pencegat yang mampu beroperasi pada berbagai level ketinggian dengan kecepatan supersonik. Dengan demikian, semua target yang ada, sebesar apapun, akan mampu dilibas.
Kebutuhan ini langsung direstui Kremlin. Dimulai pada 1967, proyek ini diberi nama MiG-31. Pada 24 Mei 1968, Pemerintah Soviet mengirimkan order produksi untuk prototipe Ye-155MP. Saat itu MiG-31 mengusung radar Zaslon yang mampu mendeteksi semua tipe target terbang pada jarak jauh dan di berbagai ketinggian. Dengan demikian, MiG-31 bersifat independen dari ground control. Dalam kondisi normal operator radar belakang bertugas menuntun pilot ke target, namun MiG-31 juga bisa dipandu dari bawah menggunakan digital datalink.
Ye-155MP (serial 831) terbang perdana 16 September 1975 dengan pilot uji kepala Aleksandr Fedotov di kokpit (Fedotov dan krunya gugur ketika MiG-31 jatuh setelah mengalami kegagalan sistem pada 4 April 1984). Prototipe kedua (serial 832) yang terbang 22 April tahun berikutnya, masih dipiloti Fedotov. Pesawat ini selain sudah dilengkapi avionik lengkap termasuk radar Zaslon dan sensor infra merah, luas sayap juga sudah dikurangi dan fin di bawah sayap yang lebih kecil.
Pada 1977 dua pesawat pra-produksi dibuat oleh Sokol Aviation Manufacturing Plant di Nizhny Novgorod. Pesawat pertama terbang 30 Juni dan kembarannya 13 Juli. Dibanding dua prototipe sebelumnya, pesawat ini terlihat beda. Bentangan flaps meningkat, sayap direvisi, ekor tegak lebih tinggi dan pemasangan kanon GSh-6-23 masing-masingnya mengusung enam laras kaliber 23 mm.
Mei 1977 menandakan dimulainya pengujian resmi putaran pertama yang berakhir Desember 1978. Mengikuti hasil yang memuaskan dengan salah satu hasil MiG-31 mampu menjejak tidak kurang dari 10 target secara simultan, produksi akhirnya diputuskan untuk dimulai di Sokol pada 1979.
Beragam varian pesawat digunakan selama pengujian MiG-31. Termasuk dua Tu-104 sebagai platform uji radar Zaslon, MiG-21 untuk pengembangan rudal R-33 serta tiga MiG-25 untuk rudal R-33, mesin dan integrasi avionik. Putaran kedua uji resmi dimulai September 1979 dan berakhir setahun kemudian.
Setelah merampungkan putaran kedua uji resmi yang dimulai September 1979 hingga setahun kemudian, MiG-31 diputuskan untuk memulai tahap produksi. Sejak produksi dimulai 1979, 450 Foxhound dibuat hingga produksi terakhir diserahkan April 1994.
Pesawat pertama dikirim ke AU Soviet pada 1981 dan beroperasi tiga tahun kemudian. Sampai akhir 1980-an, MiG-31 beroperasi dari 11 resimen pertahanan udara untuk menggantikan MiG-23, Su-15 dan Tu-28. Pada 1987, lebih dari 150 MiG-31 digelar di penjuru negeri, khususnya di timur dan barat Soviet.
Penampakkan pertama Sekitar 315 MiG-31 diyakini masih aktif di jajaran pertahanan udara Rusia. Sekitar 34 di antaranya tertinggal di Kazakhstan, tepatnya di pangkalan di Semipalatinsk, menyusul ambruknya Uni Soviet. Walau dari segi teknologi sudah terbilang ketinggalan, pabrikan Sokol sepakat untuk siap memproduksi kembali tandingan F-15E Strike Eagle ini mesti dalam jumlah terbatas. Hanya saja sejauh ini seperti dilaporkan AirForces Monthly (12/2006), belum satu pun order diterima meski Iran dan Syria menunjukkan minat terhadap monster satu ini.
Bagi dunia Barat, tabir MiG-31 mulai tersibak sejak pembelotan pilot Viktor Ivonovich Belenko dengan mendaratkan MiG-25 di Jepang, September 1976. Saat diinterogasi otoritas AS, Belenko mengungkapkan keberadaan MiG-31. "MiG-31 is a super Foxbat with two seats, a strengthened fuselage and powerful look-down/shoot down radar," jelas Belenko. Sejak itu, AS dan NATO gigih melacak keberadaan si super Foxbat. Seperti apa gerangan dan secepat apa terbangnya?
Hingga satu hari di tahun 1978, satelit mata-mata AS menangkap sebuah prototipe atau mungkin sebuah pesawat praproduksi terbang di ketinggian 6.000 m. "Benda" aneh itu terpantau tengah menyegat rudal jelajah (target drone) di ketinggian 60 m dan pada jarak 20 km dari MiG-31. Tahun 1982 NATO akhirnya mengimbuhkan nama Foxhound kepada MiG-31. Barulah pada 1985, pihak Barat punya foto bukti ketika pilot AU Norwegia mengintersep Foxhound di atas Laut Barents sambil tak lupa mengarahkan kameranya. Akhirnya pada Paris Airshow 1991, Rusia untuk pertama kali mempertontonkan MiG-31 di depan mata rivalnya.
Seperti roket Walau MiG-31 selintas mirip MiG-25, pesawat ini sepenuhnya baru. Bisa dilihat dari konfigurasi dasarnya high-mounted swept wing, air intake empat persegi yang diagonal di kedua sisi, dua sirip perut di bawah ekor dan dua lagi sirip meruncing di kedua sisi mesin. Perbedaan menyolok lainnya ada pada LERX (Leading Edge Root Extension) yang mempunyai sudut bujur (sweep angle) 70 derajat. Kedua sayap didesain swept back 41 derajat. MiG-31 juga mengusung airframe sama sekali baru yang diperkuat hingga 5 g (gravitasi). Bandingkan dengan MiG-25 yang hanya 4,5 g. Itulah alasan mengapa MiG-31 mampu melaju supersonik di ketinggian rendah. Bahkan untuk sea level, jet ini mampu melesat Mach 1,2.
Soal airframe, jabarannya begini. Sekitar 49% arcwelded nickel steel, 33% light metal alloy, 16% titanium dan 2% composite. Dengan komposisi badan seperti ini, MiG-31 lebih ringan dari pesaingnya namun jelas lebih berat dari MiG-25. Sejumlah pilot yang pernah menerbangkan MiG-31 mengaku takjub. Canggih, kencang, bisa jarak jauh dan menanjak seperti roket, begitu kesan mereka.
Roda pendarat tak lepas dari perhatian. Sama sekali baru dengan pola segitiga. Karena bobotnya yang berat, setiap roda menerapkan sistem ganda. Baik roda depan maupun roda pendarat utama. Yang unik di main landing gear. Setiap roda dipasang ganda dengan bentuk menyilang. Roda ini masuk ke kompartemen penyimpan roda dengan cara naik ke depan, ke arah air intake. Dengan bentuk unik dan cara menggelinding saling memperkuat, membuat MiG-31 mampu dioperasikan dari lapangan bersalju maupun tradisional. Masih karena performanya, rem udara (air brake) mini tergantung di depan engine intake. Unik memang dan sistem penahan laju ini masih diperkuat sepasang parasut yang ditempatkan di bagian atas mesin.
Salah satu syarat penting MiG-31 sebenarnya bukan lagi bagaimana menaikkan kecepatan tetapi bagaimana menambah jarak jangkau terbang. Jawabannya tentu saja ada pada mesin yang lebih efisien. Sepasang mesin Soloviev D-30F6 turbofan dipilih karena setiap mesin mampu menyemburkan tenaga sebesar 20.945 pon (93,16kN). Akan mencapai 34.170 pon (151,99kN) jika menggunakan afterburning.
D-30F6 sebenarnya bukanlah mesin baru, karena sudah dikembangkan untuk komersial dan mengadopsi bahan bakar high density T6. Hanya saja karena ukurannya yang besar (panjang 7.040 mm, diameter 1.020 mm) dan kapasitas besar, air intake mesti diperluas untuk mampu memasok udara yang dibutuhkan.
Pembesaran bodi MiG-31 juga diperlukan untuk menampung lebih banyak bahan bakar hingga mencapai 19.940 liter. Bahan bakar ini dipilah-pilah di tujuh tangki bodi, empat tanki sayap dan dua tangki lagi di fin. Jika masih diperlukan, ditambahkan tangki di setiap sayap dengan kapasitas masing-masing 2.500 liter.
Avionik Awalnya para perancang menginginkan kedua kru duduk secara berdampingan (side by side) sebelum akhirnya diputuskan sistem tandem. Pilot di depan dan "pilot kedua" (weapons system officer) di belakang. Kanopi didesain mandiri untuk setiap kru. Untuk kanopi belakang, ditambahkan jendela kecil yang kurang menguntungkan untuk memantau kondisi luar bagi rear crew. Sebagai kompensasi operator radar dilengkapi retractable periscope. Sebagaimana lazimnya di pesawat tempur berkursi tandem, kru kedua juga mampu menerbangkan pesawat dalam keadaan emerjensi.
Soal keamanan terbang, kursi lontar zero-zero Zvezda K-36DM tak diragukan kemampuannya. Menyatu dengan kursi adalah bantal pemijat untuk menjamin pilot tetap nyaman saat melaksanakan patroli jarak jauh. Tak hanya itu, juga tersedia pemanas punggung untuk alasan serupa.
Salah satu kunci kesuksesan MiG-31 adalah avionik digital versi terakhir dan radar jarak jauh. Sensor utamanya adalah NIIP Zaslon S-800 yang mampu memindai secara elektronik dan mengatur penembakkan.
Sebagai radar pertama yang dioperasikan, radar ini memberi pengecualian, dengan mampu mengendus target sejauh 124 km kedepan dan 90 km ke belakang. Saat bersamaan Zaslon akan melacak target sejauh 120 km. Zaslon disebut sebagai radar Soviet pertama berkemampuan look down shoot down. Pasalnya radar ini mampu melacak 10 target secara bersamaan dan "menghadiahi" empat di antaranya dengan rudal R-33 Vympel (versi terbaru R-37). Begitulah cara kerja komputer misi digital Argon 15. Penting diungkap juga dukungan sistem komunikasi APD-518 digital air to air datalinks. Kelebihannya adalah, ketika empat pesawat terbang dalam formasi grup pencegat, pesawat komando bisa tersambung dengan jaringan pemandu otomatis AK-RLDN di darat. Sementara pesawat lainnya mendapat pasokan informasi dari pesawat komando. Dengan formasi dua-dua, sapuan radarnya akan terakumulasi jadi seluas 900 km.
Untuk optimalisasi misi, datalinks terhubung dengan radar terbang (AWACS) Antonov An-50 Mainstay. Selain itu MiG-31 juga dilengkapi MB5U15K air to ground tactical datalink dan jalur komando BAN-75.
Begitu pula avionik navigasi yang sangat sempurna untuk mendukung MiG-31 terbang ke wilayah udara Arctic guna mencari pesawat Barat yang mengancam. Bayangkan terbang di hamparan Kutub Utara yang tak bersahabat. Untuk itu sistem avionik navigasi canggih jadi syarat tak terbantahkan. Terdiri dari navigasi radio jarak jauh Marshrut dan jarak menengah Tropik (sebanding dengan Omega dan Loran di AS). Hal-hal lainnya adalah voice warning system, intercom and radar homing and warning system (RHAWS). Sementara alat bela diri elektronik diperkuat UV-3A flares dispensers. Tak seperti MiG-25, MiG-31 dilengkapi internal gun GSh-6-23M enam laras Gatling kaliber 23 mm.
Sebagai keputusan Rusia untuk mempertahankan MiG-31 minimal hingga 2010, dipastikan akan dilakukan sejumlah upgrading di kemudian hari. Apapun itu, pencegat tercepat ini akan tetap terbang hingga beberapa tahun ke depan, mengawal ruang udara Rusia.
Varian:
MiG-31BSetelah varian pertama MiG-31A, MiG-31B dengan perkuatan radar Zaslon-A, ECM, electronic warfare, meningkatkan rudal R-40TD dan R-60, upgrade R-33, flight refueling probe dan meningkatkan sistem navigasi jarak jauh A-723 kompatibel dengan Loran/Omega dan stasiun darat Chaika. MiG-31B "tua" di-upgrade jadi MiG-31BS dan Juli 2000, setengah dari 280 aset AU di-upgrade.
MiG-31ENama untuk versi ekspor Foxhound A. Pengurangan pada sistem, tidak ada jammer aktif, pemangkasan IFF dan radar. Ditawarkan ke Cina dan India. Satu-satunya prototipe varian ini terlihat pada 1997, itu pun akhirnya dibatalkan. MiG-31 Eh. Eh berarti ekspor, ditawarkan ke Cina tahun 2000 dan diumumkan di Zhuhai Air Show 2000. Sepertinya juga batal.
MiG-31FDiproyeksikan sebagai multi role interceptor dan fighter-bomber dengan mampu membawa TV, radar dan rudal udara ke permukaan berpenuntun laser.
MiG-31BMDiambil dari MiG-31F, merupakan varian defense suppression dan serangan darat. Demonstratornya terlihat tahun 1998 dan dibuat untuk menggantikan MiG-31M. Jika umumnya MiG-31 upgrade mendapat perkuatan struktur untuk meningkatkan masa pakai, tidak jelas apakah MiG-31BM juga mendapatkannya. Dua MiG-31BM dibuat dan prototipenya dipublikasikan pada 1999.
MiG-31DDikhususkan sebagai platform pembaca rudal antisatelit. Gampang dikenali dari bagian perut yang rata. Setelah uji terbang 1987, produksinya dibatalkan.
MiG-31FE/MFVarian yang disiapkan sebagai versi ekspor dari MiG-31BM atau MiG-31F.
MiG-31LLLL yang merupakan singkatan dari "laboratorium terbang" dalam bahasa Rusia, dibuat sebagai pesawat uji di pusat uji terbang Zhukovsky. Salah satunya sebagai penguji kursi lontar. Juga dilaporkan dipasangi kamera di wingtips.
MiG-31M Foxhound BVersi canggih yang belum diproduksi walau sudah terbang pada 21 Desember 1985. Sentuhan radikal terlihat pada mesin, akomodasi, avionik, navigasi, senjata, bahan bakar dan struktur. Prototipe pertama yang diproduksi dari konversi MiG-31B, jatuh pada 9 Agustus 1991.
MiG-31SDitargetkan untuk mengisi kebutuhan komersial pesawat peluncur satelit kecil.
Fakta MiG-31- Berat total MiG-31 sebanding dengan berat 4 MiG-29 kondisi kosong atau 2 pembom Canberra.- Kanon GSh-23 mampu menembakkan 6.000-8.000 peluru/menit.- Mampu menembak jatuh rudal jelajah di ketinggian rendah dari jarak 20 km dan ketinggian 6 km.
Missile Notes1. R-37 (NATO = AA-X-13) rudal jarak jauh (150 km). 2. R-77 (NATO = AA-12) rudal udara ke udara (75 km).3. Kh-29L (NATO = AS-14) rudal udara ke permukaan (10 km)4. R-40 rudal jarak sedang (78 km) dan rudal jarak dekat R-60 (12 km) serta beberapa jenis rudal lagi.
SpesifikasiKarakteristik umum· Kru: Two · Panjang: 22,69 m (74 kaki 5 in)· Rentang sayap: 13,46 m (44 kaki 2 in)· Tinggi: 6,15 m (20 kaki 2 in)· Wing area: 61,6 m² (663 kaki)· Berat kosong: 21.820 kg (48,100 lb)· Berat termuat: 41.000 kg (90,400 lb)· MTOW: 46.200 kg (101,900 lb)· Mesin: 2× Soloviev D-30F6 afterburning turbofans Performa· Kecepatan maks: 1.500 km/jam clean at sea level, 3.000 km/jam (1.860 mph) di ketinggian· Combat radius: 720 km · Ferry range: 3.300 km · Ketinggian: 20.600 m · Rate of climb: 208 m/detik· Wing loading: 666 kg/m² · Thrust weight: 0.85· Maximum g-load: 5 g
Subscribe to:
Posts (Atom)