Thursday, April 3, 2008

Industri Militer, Manuver Kobra dan Pilot Indonesia

Industri Militer, Manuver Kobra dan Pilot Indonesia

Pameran Zhukovsky dan Kompleks Industri Militer Rusia
LANGIT di Pangkalan Udara Zhukovksy yang juga menjadi pusat riset dan pengujian kedirgantaraan Rusia sering dilanda mendung, meski sebenarnya sekarang ini masih musim panas. Tetapi, daerah yang terletak sekitar 50 kilometer di luar kota Moskwa ini pada tanggal 17-24 Agustus 2003 kemarin menjadi fokus dunia kedirgantaraan internasional setelah berlangsungnya Pameran Kedirgantaraan Paris bulan Juni lalu.
Pameran Kedirgantaraan Zhukovsky yang bernama resmi Salon Penerbangan dan Ruang Angkasa Moskwa (MAKS) 2003 menjadi ajang pameran bagi produk 498 perusahaan di Rusia dan Negara-negara Persemakmuran Merdeka (Commonwealth of Independent States/CIS-pecahan Uni Soviet) serta 165 perusahaan dari 38 negara lain, seperti AS dan negara-negara Eropa Barat.
Dari segi jumlah peserta, memang Zhukovsky masih kalah dibandingkan dengan Pameran Le Bourget-Paris ke-45 tahun 2003 yang menghadirkan 1.835 dari 43 negara. Akan tetapi, seperti dilaporkan Viktor Litovkin, analis militer dari kantor berita Rusia RIA Novosty, MAKS 2003 lebih unggul dalam jumlah demo udara.
Selain itu, tambah Litovkin, MAKS 2003 juga menandai satu hal penting lain di luar pameran perangkat keras mutakhir. Pameran ini juga memperlihatkan keterbukaan yang kini ada pada struktur militer Rusia. Untuk pertama kalinya MAKS membuka paviliun-paviliun terpisah masing-masing untuk Angkatan Udara, Pertahanan Udara, dan juga untuk Angkatan Ruang Angkasa.
Selain perangkat dan sistem militer, dipamerkan pula model satelit-satelit navigasi dan komunikasi, kemampuan kosmodrom dan lapangan pengujian (terbang atau penembakan), serta kemampuan pemeliharaan dan perbaikan.
Presiden MAKS yang juga pilot penguji Magomed Tolboyev dalam kaitan ini menyampaikan bahwa industri kedirgantaraan dan angkatan bersenjata Rusia terbuka untuk kerja sama dan kemitraan konstruktif. Rupanya memang inilah yang menjadi dorongan bagi penyelenggaraan Pameran Zhukovsky yang tahun 2003 ini sudah diselenggarakan untuk keenam kalinya.
Milik Sukhoi
Di Zhukovsky memang hadir pesawat-pesawat militer Amerika–F-15C Eagle, F-16C Fighting Falcon, tanker KC-135, transpor Hercules C-130-juga tim aerobatik Italia (Frecce Tricolori) dan Perancis (Patrouille de France), tetapi tak diragukan lagi bahwa udara Zhukovsky didominasi oleh pesawat Rusia, khususnya Sukhoi. Produk Biro Desain dan pabrik ini ditampilkan tidak saja dalam jet Sukhoi Su-27 yang sudah punya beberapa keturunan, tetapi juga dalam tim aerobatik The Russian Knights yang menjadi kebanggaan warga Rusia.
Ikut menyemarakkan Pameran adalah para pilot Rusia kenamaan, yang dikenal sebagai penerbang-penerbang MiG dan Sukhoi, yang piawai melakukan manuver-manuver berani dan memesona, seperti Vyacheslav Averyanov, Igor Votintsev, dan Anatloy Kvochur, serta penerusnya dari Lembaga Riset Penerbangan Gromov.
Selain pesawat tempur, Zhukovsky juga menghadirkan pesawat aerobatik yang baru-baru ini memenangkan kejuaraan dunia di Lakeland, AS, yakni Sukhoi Su-26M3 dan Su-31, termasuk pilotnya yang cantik, Svetlana Kapanina.
Sensasi lain tentu ada pada kehadiran pesawat tempur Amerika. Memang di Pameran Paris pesawat-pesawat Amerika umumnya juga datang -meski terakhir susut karena pemerintah Bush geram dengan sikap Perancis yang menentang invasi ke Irak-tetapi yang lazimnya terbang hanya F-16. Sementara di Zhukovsky, sekitar pukul 4 waktu setempat, penonton airshow bisa mengharapkan penerbangan F-15
Jet keunggulan udara kebanggaan AS sebelum datangnya era F-22 Raptor ini dulu memang merupakan saingan langsung Su-27. Jadi, penampilan kedua bekas saingan di Pameran Zhukovsky sesungguhnya merupakan hal unik. (Lebih lanjut tentang hal ini diulas dalam tulisan ketiga laporan ini.)
Bila AS kini telah melewati era F-15 dan memasuki era Joint Strike Fighter (JSF) dan F-22 Raptor, Rusia masih lebih banyak berkutat dengan Su-27 dan varian-variannya. Mereka juga bangga dengan keturunan SU-27 yang berwujud Su-30, yang untuk RRC diberi kode Su-30MKK dan untuk India Su-30MKI. Jet India disebut mampu mengalahkan lawan di udara, darat, dan laut, serta bisa dikategorikan sebagai jet tempur generasi 4 - 4+. Rusia sendiri tentu saja tidak mau kalah. Itu sebabnya ia juga meng-upgrade kemampuan jet-jet Sukhoinya, yang antara lain menjadi pesawat serba guna Su-35. Sementara untuk standar Su-27 sendiri menjadi Su-27SK yang memiliki avionik baru.
Seperti dikutip analis Novosty di atas, kemitraan internasional juga ingin diwujudkan untuk pengembangan jet tempur generasi kelima bersama Perancis dan India. Dalam hal ini, Rusia telah mencoba menguji teknologi yang diperlukan antara lain melalui prototipe Su-47 Berkut yang bersayap mengarah ke depan sebagaimana pesawat X-29 buatan Grumman. Berkut sendiri setiap sore juga diterbangkan dengan dikawal dua jet Sukhoi.
Isu-isu tentang pemikiran Rusia terhadap pesawat tempur generasi kelima ini juga menjadi laporan majalah kedirgantaraan Amerika Aviation Week & Space Technology (Senin, 11/8)
Isu lain
Pameran, yang selain dihadiri kalangan eksekutif kedirgantaraan juga oleh ratusan ribu warga Rusia pada hari publik di akhir pekan ini, juga mengetengahkan karya kedirgantaraan lain, seperti pesawat pembom strategis Tupolev Tu-160 Blackjack yang tampak gagah. (Di waktu lalu, pesawat ini merupakan jawaban Uni Soviet terhadap lahirnya pembom B-1 Lancer Amerika.), juga pesawat pengintai Ilyushin Il-76 yang dilengkapi radar putar (radome) sebagaimana AWACS E-3A. Aneka helikopter sipil maupun militer juga ditampilkan, khususnya dari pabrik Mil dan Kamov.
Sementara itu, di lapangan pengunjung mengagumi aneka pesawat dan helikopter tempur dan sipil, di chalet atau pondok-pondok yang disewa orang yang memamerkan sedang berlangsung berbagai perundingan bisnis. Di chalet Sukhi, selain banyak dibicarakan soal penjualan jet tempur, ramai pula dijajaki kemungkinan kerja sama pembuatan jet regional. Selain dibantu oleh Boeing, program tentang jet, yang bertempat duduk 65 sampai 95 penumpang ini, juga didukung oleh perusahaan Perancis Snecma dan Thales. Sementara peminat terhadap jet yang dijadwalkan terbang perdana tahun 2006 ini disebut telah datang dari sejumlah perusahaan penerbangan, seperti Air France, Delta, Lufthansa, dan tentu saja Aeroflot.
Lalu, karena konflik-konflik modern yang semakin sulit diramalkan tingkat bahayanya, pengoperasian pesawat tanpa awak diharapkan bisa banyak mengurangi risiko, Rusia pun banyak memberi perhatian pada pesawat ini, sebagaimana dilakukan Amerika. Industri Rusia yang sudah aktif mempersiapkan teknologi pesawat yang dikenal sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV) ini adalah Tupolev, Ilyushin, Irkut, dan bahkan juga Sukhoi sendiri.
Bila materi maupun isu pameran banyak yang menarik, MAKS 2003 masih memiliki sejumlah kelemahan dalam penyelenggaraan. Selain informasi dalam bahasa Inggris masih amat kurang, padahal ini pameran internasional, pengaturan lalu lintas menuju lokasi pameran juga tampak kurang rapi. Seorang kolumnis mengeluhkan kekurangan ini di harian The Moscow Time.
Namun, lepas dari semua itu, Zhukovsky di kemudian hari dapat menjadi pembanding bagi Pameran Le Bourget, Farnborough, atau Asian Aerospace. (Ninok Leksono/Dudi Sudibyo
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/30/sorotan/520870.htm
Ketika Jet AS Mendarat di Rusia
APA yang ada di Pangkalan Zhukovsky, sekitar 50 kilometer di luar Kota Moskwa, 17-24 Agustus 2003, sungguh sulit dibayangkan. Di pameran kedirgantaraan yang bernama resmi Salon Penerbangan dan Ruang Angkasa Moskwa (MAKS) 2003 itu hadir sejumlah pesawat militer, seperti pesawat tempur F-15 dan F-16, pengebom B-52, dan pesawat angkut Hercules C-130.
SULIT dibayangkan hal itu bisa terjadi karena pesawat F-15 Eagle, misalnya, dulu-pada akhir tahun 1960-an-dirancang untuk memerangi kekuatan udara (pada waktu itu) Uni Soviet.
Pengebom B-52 pun pada satu saat disiapkan untuk melakukan serangan udara ke wilayah Uni Soviet di era Perang Dingin.
Kini, F-15 dan B-52 hadir justru di dekat ibu kota bekas musuh besar. Tidak hanya itu, F-15 sempat ikut unjuk gigi memamerkan kebolehan manuvernya di antara pesawat-pesawat tempur Rusia, yang menjadi pewaris utama Uni Soviet.
Selama pameran dan manakala cuaca cerah, pada pukul 16.00 sore, pengunjung pameran dapat menunggu penampilan pilot Amerika menerbangkan jet Eagle setelah sebelumnya mereka puas menyaksikan kehebatan jet-jet Rusia, khususnya buatan pabrik Sukhoi dan MiG.
Mungkin saja kehadiran AS di Zhukovsky tidak-atau belum-substansial seperti halnya di pameran kedirgantaraan Le Bourget-Paris, Farnborough- Inggris, atau Asian Aerospace di Singapura. Di pameran-pameran kedirgantaraan utama dunia tersebut, AS acap menghadirkan pelbagai perlengkapan militer paling canggih, seperti pesawat pengebom B-2 Spirit, yang sebuahnya berharga lebih dari satu miliar dollar.
Dengan demikian, hadir hanya dengan F-16 dan F-15 serta B-52 di Zhukovsky, sesungguhnya mengandung kesan "meremehkan". Itu kan hanya teknologi tahun 1960-an, atau bahkan lebih kuno untuk B-52. Apalagi bila diingat dewasa ini AS sudah punya pesawat tempur canggih, yakni F-22 Raptor, atau JSF (Joint Strike Fighter) F-35, dan juga pengebom B-2. Kalaupun F-15 dan F-16, misalnya saja, AS bisa membawa F-15E Strike Eagle atau F-16 Batch 60 yang punya tangki bahan bakar di atas sayapnya.
Akan tetapi, mungkin yang bisa dilihat adalah pesannya, bukan sekadar jajaran hardware yang dihadirkannya.
Kenyataannya, bisa datang di Rusia saja mungkin melibatkan pengaturan (arrangement) rumit. Pastilah kementerian pertahanan kedua negara terlibat. Setelah itu pastilah ada koordinasi antarlembaga di tingkat bawahnya, karena bagaimanapun komando pertahanan udara Rusia harus tahu dan tidak salah paham ketika pesawat tempur Amerika memasuki wilayah udara Rusia. (Tidak seperti ketika F-18 Hornet AS bermanuver di udara Bawean dua bulan lalu). Komando pertahanan udara Rusia pastilah harus tahu persis, bahwa yang datang adalah pesawat-pesawat militer yang bersahabat, bukan untuk menyerang.
Akhirnya pesawat-pesawat yang berpangkalan di markas USAFE (US Air Force Europe) di Mildenhall, East Anglia, Inggris, ini mendarat tanpa persoalan dua pekan silam.
Bagi awak pesawat Amerika, mungkin pengalaman pertama mendaratkan pesawat di jantung wilayah Rusia merupakan sesuatu yang sangat khusus.
Sersan Kepala Thomas Chatburn, yang menjadi awak darat pesawat-pesawat AS yang ditemui di arena pameran, Sabtu (23/8), mengatakan kepada Kompas, "Ini bersejarah. Bagi kami ini juga satu kehormatan."
Sambil melayani para pengunjung yang umumnya baru saat itu bisa melihat pesawat tempur Amerika secara langsung dari jarak beberapa meter, Chatburn menambahkan bahwa dirinya juga terkesan dengan penampilan demo udara pilot-pilot Rusia. "Mereka sangat berani," ujarnya dengan kesan tanpa dibuat-buat.
BOLEH jadi komentar Chatburn memang tulus, karena hari-hari ini memang AS justru lebih dekat dengan Rusia dibandingkan dengan negara-negara Eropa lain, kecuali Inggris, yang selama ini menjadi sekutu dekatnya, khususnya di dalam lingkup NATO.
Perang Irak terakhir membuat AS amat kesal dengan Perancis, yang pemimpinnya tegas-tegas menentang invasinya ke Irak. Kekesalan ini antara lain juga diperlihatkan ketika berlangsung Pameran Kedirgantaraan Le Bourget, di mana AS mengurangi secara drastik partisipasinya. Selain mengurangi jumlah pesawat yang ikut, perwira yang dikirim ke Le Bourget pun tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi dari kolonel.
Sementara terhadap Jerman, AS juga memperlihatkan sikap tidak senang dengan pemerintahan Kanselir Gerhard Schroeder yang juga menentang invasi ke Irak. Kini mulai disiapkan pengalihan sejumlah pangkalan militer AS dari Jerman ke sejumlah negara Eropa Timur.
Rusia memang masih memendam kerisauan menyangkut perluasan NATO ke wilayah Timur. Tetapi, seperti halnya dengan keluarnya AS dari Persetujuan Antirudal Balistik Tahun 1972, juga dengan rencana pengembangan sistem Pertahanan Rudal Nasional (NMD), Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin tampaknya lebih bisa mengakomodasi kebijakan luar negeri AS meskipun tetap mengeluarkan pernyataan keras manakala ada kebijakan AS yang tidak disetujuinya, seperti halnya invasi ke Irak.
Di arena Zhukovsky, pilot- pilot Amerika dengan uniform tampak menikmati suasana pameran yang sangat kental bernuansa Rusia tersebut. Mereka tentu juga antusias menikmati berbagai manuver yang diperagakan dengan hebat oleh pilot- pilot Rusia yang setiap kali tampil selalu mengundang aplaus meriah dari khalayak pengunjung.
Hal ini nyata sekali setiap kali mereka tampil secara tim dalam The Russian Knights, tim aerobatik Rusia yang sudah berkelana di berbagai pameran kedirgantaraan dunia dengan jet Sukhoi Su-27 yang dicat dengan warna-warni cerah.
Zhukovsky juga memberi kesempatan kepada pilot-pilot Amerika untuk mencermati lebih lanjut gaya-gaya terbang pilot Rusia, yang antara lain telah dikenal luas di dunia dengan apa yang disebut sebagai "Manuver Kobra" yang unik, temuan pilot uji Sukhoi Pugachev.
Di Zhukovsky pula kalangan AU AS juga bisa melihat lebih dekat karakteristik terbang pesawat tempur generasi kelima Rusia yang diwujudkan dalam pesawat Sukhoi Su-47 Berkut. AS sendiri pernah mengembangkan pesawat sejenis, yakni X-29, di mana sayap pesawat tidak mengarah ke belakang tetapi ke depan, meski demonstrator teknologi ini sudah tidak dioperasikan lagi.
Dengan demikian, pameran Zhukovksy tidak saja menjadi arena untuk unjuk kemampuan pilot penguji pesawat tempur, atau unjuk kemajuan teknologi penerbangan, tetapi juga secara simbolik telah memperlihatkan zaman baru.
Di sana tampak bahwa dua bekas musuh bebuyutan bisa menggalang persahabatan.
Hal ini bahkan mungkin akan berkembang lebih jauh, karena ketika Rusia berencana mengembangkan jet regional, yang membantu bahkan dari tahap desain bukan siapa-siapa melainkan Boeing, raksasa kedirgantaraan AS.
Dudy Sudibyo/ Ninok Leksono dari Moskwa
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/30/sorotan/520108.htm
Manuver Kobra Itu Ditularkan kepada Pilot Indonesia
"TARIK stick (kemudi pesawat) ke belakang… setelah beberapa detik, push lagi ke depan," cerita Kapten (Pnb) MJ Hanafie, melukiskan dirinya melakukan manuver patukan kobra pada titik saat jet tempur Sukhoi Su-27 tampak mendongak ke belakang, lalu "mematuk" ke depan. Indah sekali gerakannya!
DUA mesin pesawat beberapa detik sempat dalam posisi idle-seperti mesin mobil diletakkan pada posisi gigi netral-lalu setelah "mematuk" dengan hidung pesawat mengarah ke bawah, meluncur mulus seiring deru mesinnya terdengar lagi lalu masuk level flight, mengakhiri manuver temuan pilot uji utama Sukhoi Viktor Pugachev tersebut.
Sampai saat ini, hanya jet tempur Sukhoi yang mampu melakukan manuver kobra. Pugachev pertama kali memperkenalkan manuver kobra di Pameran Kedirgantaraan Paris, Le Bourget, 1989.
Dari terbang level flight dengan kecepatan sedang, tiba-tiba jet tempur berbobot sekitar 18 ton ini melejit bergemuruh menaik tegak lurus sampai titik tertentu, kemudian seolah-olah "berhenti" di udara, beberapa detik kemudian mendongak ke belakang lalu ke depan lagi sesaat kemudian, memberi kesan seolah seekor ular kobra sedang mematuk. Pengunjung dibuatnya kagum terpesona.
Keterpesonaan ini masih lekat tebal berlanjut di Zhukovsky, kota kecil dekat Moskwa, tempat pameran kedirgantaraan Salon Penerbangan dan Ruang Angkasa Moskwa (MAKS) 2003 diselenggarakan. Termasuk orang pertama Sukhoi, Mikhail Pogosyan, yang sempat minta wawancara dengan Kompas sejenak saat break untuk menyaksikan Su-30 berwarna loreng kuning-coklat yang diterbangkan pilot penguji utama Sukhoi Kolonel Sergei Bogdan, memperagakan sejumlah manuver yang mendebarkan jantung.
Termasuk manuver dynamic deceleration (perlambatan dinamik) pagutan kobra yang melambungkan nama Sukhoi di pentas dunia. Tepuk gemuruh pengunjung menyelimuti udara Pangkalan Udara Zhukovsky begitu pesawat meluncur mulus keluar dari manuvernya!
Pogosyan pun dibuatnya tersenyum puas. Bangga, di teras chalet Sukhoi. "Sukhoi itu, sama dengan yang dibeli Indonesia," ujarnya sambil menunjuk Su-30 Sergei Bogdan yang sedang melejit keluar dari manuver kobra seiring gemuruh dua mesin turbofan Lyul’ka Saturn AL-31 FM Su-30 menggetarkan bumi Zhukovsky.
Penerbang tempur Indonesia pertama yang diberi kehormatan melaksanakan manuver kobra adalah Mayor (Pnb) Arif Mustofa (36), penerbang paling senior dari enam pilot tempur yang dikirim TNI AU ke Rusia untuk mengawaki Su-27 SK dan Su-30 MK pesanan Indonesia. Lima penerbang lainnya adalah Mayor (Pnb) Andi Heru Wahyudi (36), pilot tempur A-4 Skyhawk yang telah mengantongi 1.653,55 jam terbang, ditugaskan pada Su-30 MK.
Kemudian Mayor (Pnb) Palito Sitorus (35), pilot F-5 Tiger II, dengan pengalaman 1.766 jam terbang, ditempatkan pada Su-30 MK, Mayor (Pnb) Andi Kustoro (37), pilot A-4 Skyhawk, mengantongi 1.781,50 jam terbang, ditempatkan pada Su-30 MK, Kapten (Pnb) Endik Triwidarto (34), pilot A-4 Skyhawk yang telah membukukan 2.221 jam terbang, ditempatkan pada Su-30 MK. Serta Kapten (Pnb) MJ Hanafie (34), pilot F-16 yang mengantongi 1.781,50 jam terbang, ditugaskan pada Su-27 SK.
Keberhasilan pilot tempur F-16 Mayor (Pnb) Arif Mustofa menguasai manuver ini telah pula disebarluaskan dalam media massa Rusia yang ditulis oleh wartawan senior Svet Zhakarov, yang belum lama ini pensiun dari kantor berita RIA Novosti. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pendekatan penerbang senior yang telah mengantongi 2.841, 30 jam terbang ini kepada instrukturnya, Yuri, yang kemudian mendapat lampu hijau dari atasannya, mengizinkan dua penerbang Indonesia dilatih melakukan manuver paling bergengsi di dunia tersebut.
Sekadar catatan, jam terbang yang mereka himpun tersebut di luar jam terbang Sukhoi yang mereka kantongi sejak awal Juni sampai dua sorti yang terhenti sebentar karena tempat mereka berlatih, Pangkalan Udara Zhukovsky, digunakan untuk pameran MAKS 2003 pada 17-24 Agustus lalu. Awak Su-30 mendapat 27 sorti atau 17 jam terbang, sementara mereka yang menerbangkan Su-27 mendapat jatah 21 sorti atau 12,30 jam terbang. Di luar jam terbang ini, sebelumnya mereka mendapat 138 jam ground school serta 40 jam terbang simulator.
Sebagai catatan pula, melakukan manuver kobra merupakan kehormatan luar biasa. Sebab inilah untuk pertama kali pihak Rusia mengizinkan pilot asing melakukan manuver bergengsi tersebut dengan pesawat Sukhoi. Nilainya amat tinggi!
Namun belum jelas, apakah pada Hari Tentara Nasional Indonesia, 5 Oktober nanti, Mayor (Pnb) Arif Mustofa dan Kapten (Pnb) MJ Hanafie akan memperagakan keterampilan yang mereka peroleh itu di hadapan Presiden Megawati Soekarnoputri.
DUA jet tempur Su-27 dan dua Su-30 yang dibeli Pemerintah RI dari Rusia senilai hampir 200 juta dollar AS itu dikenal masing-masing sebagai pesawat jenis air superiority (keunggulan udara). Pesawat ini punya kemampuan seimbang antara air-to-air dan air-to-ground apabila sudah di upgrade, dan dual role atau peran ganda-tempur dan pengebom bagi Su-30. Peran lain yang diemban Su-30 adalah ground attack.
Karena peranannya, jet tempur Sukhoi Su-30 MK dilengkapi dengan sistem pengisian bahan bakar di udara (air refueling). Pada dasarnya, jet tempur Su-27 mampu terbang dari Moskwa-Paris tanpa refueling di udara. Ini pula yang membuat pengamat Barat kagum terhadap jet tempur tersebut-itu berkat pesawat dirancang untuk memuat 22.000 pon bahan bakar pada sayap yang menyatu dengan badannya. Sewaktu pemunculan perdana Su-27 Flanker di Paris, pesawat Pugachev masih kelebihan bahan bakar.
Su-27 yang telah tiba di Pangkalan Udara Utama Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, 27 Agustus lalu, masih standar, belum di-upgrade. Dalam kontrak pembeliannya disebutkan bahwa Su-27 itu upgrading-nya akan dilaksanakan di Indonesia. Setelah ditingkatkan, kemampuannya boleh dibilang sama dengan Su-30 MK pesanan Pemerintah RI.
Meski belum battle-proven seperti F-15 Eagle antara lain di Perang Teluk 1991, tetapi kehebatan Su-27 yang dirancang kala itu oleh Uni Soviet untuk menandingi F-15 AU Amerika Serikat tidak diragukan lagi. Perlengkapan senjatanya antara lain enam peluru kendali Vympel R-27, juga dikenal sebagai AA-10 Alamo, yakni sekelas dengan AIM-7M Sparrow produk AS.
Selain kanon GSh 30 mm 150 putaran, Su-27 Flanker juga dipersenjatai dengan peluru kendali air-to-air jarak pendek R-73 atau AA-73 Archer dengan jarak jangkau 40 kilometer, yakni rudal terbaik Rusia. Persenjataan alternatif lainnya adalah unguided rocket dan 4.000 kilogram bom berbagai jenis. Pada varian lain, Su-30 dipersenjatai dengan peluru kendali air-to-ground sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan ground attack.
Keistimewaan lainnya adalah pesawat tempur Sukhoi dengan kemudi fly-by-wire yang dibeli Pemerintah RI, dilengkapi dengan kursi lontar Zvesda K-36DM. Kursi ini memiliki kemampuan beroperasi pada berbagai kecepatan, mulai dari nol hingga Mach 2 (dua kali kecepatan suara), dari ketinggian nol hingga 82.000 kaki atau 25.000 meter!
Saat ini masih dirundingkan persenjataan apa saja yang akan digotong Su-27 maupun Su-30 pesanan Indonesia. Dalam kontrak imbal beli keempat jet tempur Sukhoi, hanya mencakup pesawatnya, belum mencakup persenjataannya. Besar kemungkinan saat melintas pada perayaan 5 Oktober nanti, keempat Sukhoi TNI AU itu sudah menggotong persenjataannya.
Su-30 memang lebih unggul dibandingkan dengan Su-27, pesawat dasarnya. Kokpitnya sudah lebih canggih, dilengkapi dengan layar kristal berwarna. Pulse radar Doppler-nya selain memiliki kemampuan look- down/shoot-down, dapat mengikuti 10 sasaran udara berbeda pada jarak 100 kilometer serta mengunci sekaligus dua sasaran pada jarak 65 kilometer. Inilah salah satu keunggulan Su-30 yang bakal tiba di Pangkalan Udara Utama Iswahyudi Minggu (31/8) besok.
SELAIN jet tempur Su-27 dan Su-30 yang telah dibeli Pemerintah RI, mungkin yang menarik pula adalah pesawat regional-RRJ (Russian Regional Jet)-yang bakal diproduksi pabrik Sukhoi bekerja sama antara lain dengan pabrik pesawat Boeing.
Pogosyan menyatakan akan mempertimbangkan PT Dirgantara Indonesia (DI) di Bandung untuk ikut serta dalam proyek ambisius Sukhoi ini. Setelah namanya melambung, kini Sukhoi ingin pula melebarkan sayapnya ke pesawat komersial murni.
Dalam kaitan tersebut dibentuk divisi JSC Sukhoi Civil Aircraft guna menangani kelahiran pesawat penumpang pertama buatan Sukhoi. Selain Boeing, pabrik ini menggandeng pula pabrik pesawat Rusia, AK Ilyushin, Yakolev Design Bureau, Snecma Moteurs, pabrik mesin pesawat dari Perancis serta sejumlah manufakturer lainnya.
Dalam proyeksinya, Sukhoi memperkirakan kurun waktu 20 tahun, sebanyak 800 RRJ akan diserap pasar dunia, termasuk pasar Indonesia. "RRJ cocok untuk pasar Asia Tenggara, kemampuan jelajahnya 4.000 kilometer," jelas Pogosyan, penuh optimistis.
Khusus Indonesia, ada dua kepentingan yang dilihatnya, pertama, bisa melibatkan Indonesia. Kedua, negara khatulistiwa yang maha luasnya ini mau membeli produk tersebut. Pertimbangannya mungkin karena PT DI sekarang telah pula dipercayai pabrik Airbus untuk membuat salah satu komponen bagian sayap pesawat superjumbo A380 yang bakal terbang komersial tahun 2006.
Beda dengan India, memang dengan Indonesia belum ada pembicaraan mengenai kerja sama tersebut. Dengan India, sudah dicapai kesepakatan dengan sejumlah maskapai penerbangan negara ini. Dalam kurun waktu lima tahun, India membutuhkan 50 sampai 70 jet regional. Sukhoi juga membuat pendekatan dengan Malaysia, yang menyatakan berminat akan pesawat RRJ tersebut.
Disebutkan, keluarga pesawat RRJ bervariasi, dari berkapasitas 65 penumpang, 75 penumpang, sampai 95 penumpang. Penerbangan perdana RRJ dijadwalkan pada awal tahun 2006. (DS)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0308/30/sorotan/520887.htm
Keterangan Artikel Sumber: KompasTanggal: 30 Agt 03Catatan: -
URL Artikel : http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=2513&coid=1&caid=34Copyright © 2003 Uni Sosial Demokrat, http://www.unisosdem.org

No comments: